“Banyak hal, tapi aku baik-baik saja, Bund!” ucap Alexa tersenyum menenangkan ibunya itu, “Bunda sendiri juga baru balik indo, diusir Omah atau kangen aku aja?” lanjutnya berkelakar.
Sekar tertawa kecil lalu menghela nafas panjang sambil menatap penuh kecemasan pada putrinya.
“Bagaimana misimu sejauh ini? Ada progres kah?” tanyanya tersenyum, seolah hanya menanyakan ujian sekolah.
Alexa mengerti jika Sekar memang memikirkan dirinya perkara misi ini, tapi ibunya itu tak memperlihatkan kekhawatiran itu di wajahnya.
“Sejauh ini bagus, Bund,” Alexa membasahi bibir, bingung bagaimana caranya mengatakan jika sudah berhasil masuk jadi salah satu dari ayam kampus itu. Tak terbayang bagaimana reaksi Sekar dan Raiden.
“Aku punya informan yang bisa melaporkan semua yang terjadi,” lanjutnya.
Kening Sekar berkerut dalam, “Bagaimana caranya kamu bisa memiliki orang dalam begitu? Nggak bahaya toh?” tanyanya cemas.
Alexa menggigit bibir dalamnya. “Y-ya, namanya Zahwa!” katanya. Duh!
Alis Sekar terangkat seketika, “Benar-benar seorang gadis? Gimana keadaan orangnya sendiri? Apa itu nggak berbahaya buat dia nantinya?” tanyanya dengan wajah penuh rasa penasaran.
Tapi di lain sisi, Alexa termangu karena Sekar juga terlihat simpati dan mencemaskan sosok ‘Zahwa’ itu.
“Eh, iya. Dia juga melakukan itu karena terpaksa, aku nggak bisa jelaskan secara detail untuk menjaga kerahasiaan dirinya.” Alexa mengeluh dalam hati karena situasi ini membuatnya semakin lihai berbohong.
Sekar menghela nafas berat, “Hidup jadi mahasiswa itu berat tergantung bagaimana kita menyikapinya, arusnya terlalu kuat, kita akan ikut terseret jika pijakan kaki kurang kuat!” ujarnya.
Alexa tersenyum, tentunya Sekar juga paham betul soal itu. Tiba-tiba saja dia teringat pada Ayu yang kuliah dengan beasiswa itu, juga Putri yang harus jadi ayam kampus hanya demi membayar uang biaya kuliah dan jadi tulang punggung keluarganya.
“Sebenarnya aku ingin memeriksa data beasiswa di kampus kita, apa semuanya sudah sesuai dengan ketentuan yang diberikan Papa. Karena dari semua yang aku lihat di kampus, ada sebagian yang masih kesulitan dengan biaya kuliah mereka.”
… dan terpaksa jadi ani-ani, lanjut Alexa dalam hati.
“Itu bisa kamu bicarakan sama Papamu, Sayang. Terimakasih untuk informasinya!” ucap Sekar tersenyum.
Alexa mengiyakan.
“Bunda juga sembuh, ya. Aku baik-baik saja!” katanya mencium tangan Sekar.
Sekar pun mengangguk mengiyakan, tersenyum meski matanya masih memancarkan rasa cemas terhadap putrinya itu.
Alexa pamit kembali keluar dari kamar Sekar, dia meminta izin pada ibunya itu untuk melanjutkan misinya. Sekar mengizinkan dan itu membuatnya merasa lega.
Ketika langkahnya hendak mencapai ruang tengah, Alexa mendengar pembicaraan Raiden dan Revan menyebut-nyebut namanya. Sontak saja langkahnya pun terhenti di ujung tembok, dan merapat ke dinding untuk mendengarkan.
“Kamu ini, Alexa nggak butuh bantuan untuk cari calon suami. Dia mana setuju dijodohkan sama orang asing!” Terdengar suara Raiden dengan nada setengah bercanda dari sana.
DEG!
“Apa-apaan!?” gumam Alexa seketika merasa kesal.
Revan terkekeh. “Ya, lagian dia kerjanya cuma begitu saja, lanjut kuliah nggak jadi, di rumah juga keluyuran nggak jelas!” ujarnya. Alexa mendengus disebut begitu oleh Revan.
“Ya, sudahlah. Toh dia juga masih muda, Papa nggak mau memaksa dia. Kecuali memang sudah ada calon yang cocok buat dia, terus bundamu setuju juga, baru nanti Papa yang ACC!” tukas Raiden tertawa kecil.
“Heum, Alexa itu anaknya penurut, Pa. Dia pasti nggak akan bisa menolak kalau Bunda dan Papa yang memutuskan!” kata Revan lagi.
Alexa yang mendengar itu geram jadinya. “Bisa-bisanya, memangnya aku ini anak ingusan!” gerutunya kesal.
“Kenapa, Lexa?”
Alexa melonjak kaget ketika mendengar suara Feeya dari sampingnya, kakak ipar yang sebaya dengannya itu tersenyum geli sambil membawa nampan berisi dua cangkir teh manis hangat.
“Eh, bukan apa-apa!” tepisnya sambil cepat tersenyum.
Untuk mengalihkan kegugupannya, Alexa segera mengambil alih nampan dari tangan Feeya. “Biar aku yang ke sana, kamu dipanggil bunda tuh!” katanya sedikit berbohong.
Feeya tampak terkejut seraya menoleh ke arah ruangan dalam sebentar. “Bunda nggak apa-apa ‘kan?” tanyanya dengan wajah cemas.
Alexa tersenyum geli. “Nggak, cuma mungkin beliau juga ingin ketemu sama kalian, eh! Ryu mana?” lanjutnya bertanya, baru sadar jika Feeya dan Revan datang tanpa membawa Ryuga, anak mereka.
“Dia sama Tama, diajak berkunjung ke Panti Asuhan katanya,” jawab Feeya sejurus kemudian tersenyum pada Alexa.
“Kamu nggak lupa sama Tama ‘kan?” katanya.
Alexa tersenyum, paham jika Feeya berniat menggodanya. “Ya, masih, dong. Meski kami sudah nggak kerja sama lagi, tapi kami masih ada komunikasi sesekali barang sekedar menanyakan kabar!” katanya. Dia ingat jika pemuda adiknya Arga, mantan suami Feeya sebelumnya, sempat mengungkapkan perasaan sukanya namun ditolak olehnya.
“Syukurlah. Kalau begitu maaf itu tehnya bawa ke depan, ya!” kata Feeya.
Alexa mengangguk mengiyakan sambil tersenyum lebar. Feeya pun dengan terburu-buru segera menuju ke kamar Sekar seperti yang dikatakan Alexa tadi.
Alexa juga buru-buru ke ruang tengah untuk menyajikan teh buat Raiden dan Revan, sambil dia berpamitan ada Raiden untuk segera pergi dari sana.
“Mau ke mana lagi kamu, Lexa?” tegur Revan, “Bunda lagi sakit kamu malah keluyuran lagi!”
Kesal karena Revan berniat menjodohkan dia dengan orang lain, Alexa menjawab pertanyaan Revan dengan acungan jari tengah.
“Bukan urusan kamu, Mas!” sahutnya mencebik setelah mencium tangan Raiden lalu terbirit-b***t keluar dari rumah diikuti bentakan Revan dari dari dalam rumah.
“Pa–”
“Biarkan saja, toh nanti juga dia sadar sendiri!” sahut Raiden yang justru malah terlihat santai menanggapi tingkah Alexa yang dinilainya kurang ajar.
Revan ternganga karenanya, tak biasanya Raiden membiarkan anaknya bertingkah kasar seperti Alexa begitu. Dia tidak tahu saja, dibalik itu semua, justru Raiden juga dilanda perasaan cemas karena tahu jika Alexa sedang menjalankan misi.
Sementara itu Alexa juga bergegas menuju mobilnya, sebelum Revan mengejar dan memintanya menjelaskan tingkah kasarnya barusan.
“Astaga, gimana kalau sampai Mas Revan tahu!” gumamnya menghembuskan nafas kasar.
Alexa segera menjalankan mobilnya keluar dari halaman rumah besar Ryuzaki itu, tujuannya adalah rumah Mbok Sumi untuk sedikit menenangkan diri juga. Tapi di perjalanan menuju ke sana, ponselnya berdering. Ponsel pemberian dari Putri itu.
“Aduh, jangan bilang kalau …,“ gumamnya sambil menekan tombol hijau di layar.
“Zahwa, klien kemarin booking kamu lagi, wah! Ketagihan rupanya dia!” seru Putri dengan riangnya.
Reflek Alexa membanting setir ke kiri dan menepikan mobilnya di tepi jalan, wajahnya seketika pucat mendengar info dari Putri itu.
“M-malam ini?” tanyanya.
“Hu-uh. Kamu siap-siap dandan yang cuaanntik, buat dia bayar dobel supaya bisa bayar uang aku kemarin, aku lagi butuh soalnya!”
Mendadak kepalanya terasa berdenyut sakit, bukan soal uang yang dia cemaskan, tapi …
“Nggak bisa, mana bisa aku menghadapi dia lagi!” tukasnya menggumam pelan, tak sadar jika Putri masih dalam sambungan telepon dari seberang sana.