Jatuh Pingsan.

896 Kata
Bola kaki yang begitu keras mengenai kepala Alexa, sontak gadis itu jatuh pingsan. Semua mahasiswa yang sedang berlatih sepakbola menghampiri dan bertanggungjawab dengan membopong Alexa menuju ruang kesehatan. Darren yang saat itu tidak sengaja melintas di buat penasaran dengan kerumunan beberapa orang di sana. "Ada apa?" tanyanya pada seorang mahasiswa. "Tadi ada yang terkena bola kepalanya dan pingsan, Pak,” jawab sang Mahasiswa. "Astaga! Sudah di bawa ke ruang kesehatan?” "Sudah, Pak, barusan itu yang di bopong." Mahasiswa itu menunjuk ke arah dimana Alexa dalam gendongan seseorang menuju ruang kesehatan, hanya saja Darren tidak dapat melihat wajah gadis itu karena tertutup rambut panjangnya. "Syukurlah, semoga dia tidak kenapa-kenapa." Tutup Darren di iringi sahutan kata 'Amin' dari mahasiswa yang mendengar doanya. "Ya sudah kalau begitu, bubar semuanya, kembali ke kelas. Ada kelas kan? Hayu, hayu, bubar," usir Darren. Semua mahasiswa pun membubarkan dirinya, menurut apa kata sang Dosen. Bersamaan dengan itu ponsel Darren berbunyi. Dijawabnya langsung. "Iya, Ma?” "Darren, Youra masuk rumah sakit, kamu cepat ke sini ya. Rumah Sakit Family. Cepat ya, Nak!" "I-iya, Ma. Iya, aku segera ke sana." Darren langsung mematikan panggilan dari ibunya dan secepatnya dia berlari menuju parkiran mobil, tancap gas menuju Rumah Sakit yang di sebut Widi. *** "Ma, Youra kenapa? Ba-bagaimana bisa dia sampai seperti ini?" tanya Darren, saking paniknya dia sampai terbata. Satu hal yang membuatnya sepanik ini jika sudah menyangkut soal Youra-putri sematawayangnya, kesayangannya. Dia takut kehilangan untuk kedua kalinya. Cukup sang istri tercinta yang pergi selamanya meninggalkan dirinya dan Youra. Tapi tidak dengan putri kecilnya. Darren tidak tahu akan seperti apa jika sang putri pergi juga meninggalkannya untuk selamanya. "Tenang, Darren. Youra sudah membaik. Dia sudah ditangani oleh dokter spesialis anak," bujuk Widi, menemukan sang putra. Darren terus mengusap dengan pelan kepala dan wajah Youra yang sedang tertidur pulas karena pengaruh obat. "Bagaimana bisa asmanya kumat, Ma?” tanya Darren mengintograsi Widi. "Dia terlalu excited karena besok mulai masuk sekolah. Seperginya kamu kerja tadi, mama sama dia coba seragam, dia loncat-loncatan. Happy banget pokoknya, tiba-tiba ya ... Begitu, asmanya kambuh." Widi menghela napas kasar, ada rasa sesal karena merasa dirinya sebagai nenek tidak dapat menjaga baik cucu satu-satunya itu. "Kasihan Youra, dia gak boleh terlalu bahagia," sesal Darren, mencium punggung tangan mungil milik sang putri. "Bagaimana caranya mengontrol emosi anak sekecil ini, Darren? Mama merasa ...." "Mama tidak usah merasa bersalah seperti ini, memang sudah jalannya Youra dan kita melewati kesukaran seperti ini," sela Darren. Kini dia beralih ke Widi, merangkul pundak ibunya dan mengusapnya. "Darren, mama sudah tua, Nak. Kita juga tidak tahu kapan Tuhan akan panggil mama pulang ke sana. Mama berharap sebelum itu, kamu sudah menikah lagi. Memberikan Youra ibu sambung, Nak," pinta Widi. Darren menghela napas panjang, menatap Youra dengan mata sendunya sembari memikirkan perkataan Widi. "Umur mama akan panjang, sampai nanti aku mendapat wanita yang terbaik untuk Youra dan memiliki cucu yang banyak, mama akan tetap bersama kami." Darren membesarkan hati sang ibu. "Iya tapi kapan, Darren?” tanya Widi, memaksa. "Youra butuh sosok ibu yang bisa mengontrol emosinya," tambahnya. "Ma, cari istri untuk aku dan ibu untuk Youra itu gak mudah loh!” elak Darren. Widi menatap Darren. "Banyak, putri sahabat mama banyak yang masih single. Kamu saja yang terlalu pemilih." "Okay, coba sebut putri sahabat mama yang mana yang mau dijodohkan sama dudu anak satu?" Beberapa saat Widi berfikir. "Elma, namanya Elma Ghaisani. Dia dokter spesialis anak. Mama rasa dia cocok dan pantas jadi istri kamu dan ibu sambung Youra," cetusnya. "Apa dia sudah tahu akan dijodohkan sama duda anak satu seperti aku?" "Sudah lama, Ren. Kamu aja yang sulit di minta waktunya untuk ketemu. Kalian bisa ketemuan dulu, ajak dia makan malam. Di sana kamu bisa ngobrol dan membahas masa depan kalian berdua." Darren mengangguk pasrah, dia memang pernah mendapat nomer ponsel gadis bernama Elma tapi selalu Darren abaikan. Kejadian hari ini menyadarkan pria itu kalau dia dan putrinya memang membutuhkan sosok wanita pengganti mendiang Ae-ri. Darren duduk di samping ranjang Youra sembari menggenggam tangan mungil gadis itu, dia termenung dengan terus menatap wajah cantik putrinya itu. 'Ae-ri, apakah aku harus menikah lagi? Meski aku masih sangat mencintai kamu dan tidak akan pernah ada wanita manapun menggantikan posisi kamu di hatiku. Kalau pun aku menikah lagi itu karena putri kita butuh sosok ibu untuk membimbing dia agar emosinya terkontrol dan asmanya tidak kambuh.' Monolog Darren dalam hatinya. *** Sementara itu di tempat lain, ruang kesehatan yang disediakan Universitas Ryuzaki itu sudah seperti Klinik yang dilengkapi dengan alat dan tenaga medis yang profesional. Alexa terbangun, perlahan matanya terbuka dan sedikit mengernyit karena silau lampu. "Syukurlah kamu sudah sadar, kamu bisa dengar suara saya, Zahwa?” tanya pria bersnelli yang saat ini ada di samping ranjang pasien. Alexa mengangguk lemah. "Mengangguk atau menggeleng saat kamu jawab pertanyaan saya. Apa kamu pusing?” Alexa mengangguk. "Mual?” Kepala Alexa menggeleng menjawab pertanyaan kedua sang dokter. "Baiklah, jika ada keluhan lainnya beritahu saya, untuk sementara ini kondisi kamu masih tergolong ringan. Efek samping benturan bola memang bikin kepala sakit dan pusing tapi kalau tidak mual berarti tidak ada yang di khawatirkan." Yuda mendekat ke ranjang Alexa, memegang tangan gadis itu dengan wajah khawatir. "Syukurlah kamu gak cidera berat, Za. Aku khawatir saat tahu kamu pingsan karena bola. Waktu itu aku lagi rapat di ruang BEM, ada yang melapor dan aku langsung ke sini," ungkap Yuda. "Terimakasih sudah mengkhawatirkan aku," balas Alexa.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN