Darren mengalihkan pikirannya dengan bergegas menuju kelas, dia tak ingin terus terpaku pada bujuk rayu setan untuk melampiaskan nafsunya.
“Hanya sesaat saja, buat apa aku membahayakan diri sendiri dengan menyewa wanita penghibur?!” tukasnya menggumam memarahi diri sendiri.
Ditariknya nafas dalam-dalam, Darren menggeleng untuk mengenyahkan bayangan erotis yang merupakan kenangannya bersama Ae-ri. Menanamkan pikiran jika tak ada yang bisa memuaskannya selain mendiang istrinya itu.
“Ae-ri, aku rindu kamu!” desahnya.
Baru saja Darren merasa tenang dan birahinya kembali mereda, ketika tiba-tiba telinganya mendengar suara rintihan dari pintu yang baru saja dia lewati. Dia melambatkan langkah untuk mendengar lebih dekat suara itu dan berhenti di depan pintu, dia menoleh dan menyadari jika ruangan di balik pintu itu adalah gudang.
“Tidak ada setan di dunia ini selain manusia yang bertingkah jadi setan itu sendiri!” gerutunya seraya mendengus pelan.
Semakin kesal karena telinganya mendengar suara desahan erotis dari dalam sana, dia yakin ada pasangan m***m yang tengah bercinta di gudang.
“Sial!” gerutu Darren merasakan dirinya mulai ereksi, mungkin saking sudah lamanya dia tak merasakan sentuhan wanita sejak kematian Ae-ri. Pria itu gelisah menyadari miliknya yang mengeras di balik celana.
“Pak Darren?”
Sontak saja Darren terperanjat kaget, reflek dia berbalik menghadap dinding demi menyembunyikan jagoan kecilnya yang membesar di bawah sana.
“Y-ya? Ada apa?”
Alexa yang memang berniat menyapa Darren, mengerutkan kening jadinya. Dia berusaha melihat wajah dosennya itu namun Darren terus memalingkan wajahnya ke arah lain.
“Eh, Anda dipanggil ke ruang dosen, katanya ada yang harus dibicarakan!” kata Alexa, barusan dia diminta Pak Bondan untuk memanggil Darren dan malah kebetulan bertemu di sini.
“Ya, saya ke sana sekarang!” tukas Darren seraya langsung berbalik pergi meninggalkan tempat itu tanpa menoleh sedikitpun pada Alexa.
Alexa pun hanya bisa bengong karenanya.
“Nengok pun nggak!” dengusnya pelan seraya melanjutkan langkah menuju ruang kelas.
“Zahwa!”
Alexa lurus saja masuk ke kelas, tak mendengar Ayu yan memanggilnya dari jauh. Gadis itu mengejarnya segera ke dalam kelas.
“ZA!”
Alexa yang baru saja mau duduk terperanjat kaget ketika Ayu meraih bahunya.
“Ayu! Apaan, sih!” serunya kaget.
Sejenak Ayu terdiam mengatur nafasnya yang tersengal akibat mengejar Alexa barusan, barulah dia bicara.
“Kamu dipanggil apa nggak denger!” tukasnya setengah menggerutu.
Alexa mengangkat alisnya, sejurus kemudian dia terkekeh sambil menepuk jidatnya sendiri.
“Maaf!” ujarnya, dia lupa kalau sekarang namanya Zahwa.
Ayu mendengus, “Lagi mikiran ibumu, ya? Sampe kamu jalan gitu nggak denger orang manggil!” katanya.
Alexa kembali tertegun, ucapan Ayu seolah memberi ide untuk melanjutkan bahasan selanjutnya. Dia pun mengangguk sambil memasang wajah sendu.
“Iya, nih. Maaf, ya!” katanya.
Ayu menghela nafas menatap iba pada Alexa. “Kalau saja aku ini orang kaya, sudah pasti aku bantu kamu, Za!” katanya dengan wajah penuh sesal.
Alexa bisa melihat ketulusan di wajah Ayu, dia percaya jika gadis itu memang baik hati dan tulus.
“Makasih sebelumnya, Ay. Semoga aku bisa secepatnya dapat kerjaan untuk itu,” kata Alexa, “kamu nggak ada kerjaan sampingan apa gitu buat jajan?” lanjutnya setengah menyelidik.
Ayu menggeleng lalu mendengus pelan. “Nggak ada yang wah atau gimana gitu, aku kerja di cafe oun hanya cukup buat nambahin bayar kos sama makan saja, untungnya aku punya beasiswa jadi nggak terlalu membebani ortu di kampung,” tuturnya dengan senyum ceria.
Alexa tersenyum, dia suka dengan kepribadian Ayu yang selalu ceria. Rasanya seolah melihat sosok Feeya, kakak iparnya, di dalam diri gadis itu. Dalam hati dia pun berniat akan menyelidiki beasiswa yang diterima Ayu, dan memastikan jika gadis itu tidak kesulitan selama kuliah di Universitas Ryuzaki ini.
“Kamu nggak ada kabar dari Putri? Katanya dia punya loker buat kamu, barangkali kamu tertarik,” kata Ayu kemudian.
Alexa menoleh cepat padanya, “Benarkah? Kerjaan apa?” tanyanya antusias.
Ayu mengangkat bahunya, “Nggak tahu, katanya rahasia!” sahutnya dengan kesal.
Itu membuat Alexa seketika tertarik mendengarnya, dia yang sudah curiga pada gerak-gerik Putri semakin penasaran.
“Aku belum ketemu sama dia, memangnya dia kuliah?” tanya Alexa seraya celingukan mencari sosok Putri di antara mahasiswa yang baru masuk kelas.
“Tadi ada di luar, nggak tau dia kemana dulu!” ujar Ayu.
Alexa hendak bertanya lagi, namun saat itu dilihatnya dosen mereka sudah datang, dia pun urung melanjutkan bertanya lagi.
Darren baru saja masuk kelas ketika seseorang menabraknya dari belakang, dia terkejut dan reflek menangkap orang itu untuk membantunya.
Tapi …
“Huuuu!”
Darren terkejut karena para mahasiswa itu malah menyorakinya, dia menoleh pada orang yang menabraknya itu yang sekarang ada di dalam dekapannya, yang mana ada perasaan aneh menghinggapi menyadari jika itu rupanya seorang perempuan.
“Putri lo banyak modusnya, deh!”
“Udah woi, gue cemburu, nih!”
Sorakan dan teriakan mengejek tertuju pada Putri namun gadis itu seolah tak mendengar, dia memang sengaja ingin menggoda Darren.
“Eh, kamu ….“ Darren segera membantunya untuk berdiri, ingin secepatnya menarik diri dari kontak fisik dengan tubuh molek Putri.
Putri tersenyum menatap Darren, tangannya meremas lengan dosen yang masih menahan tubuhnya supaya tidak jatuh.
“Maaf, saya buru-buru, Pak!” katanya seraya mengerling manis lalu mendekatkan wajahnya, “saya tahu Bapak yang ada di luar pintu gudang tadi, ya ‘kan?”
Bola mata Darren membulat mendengarnya, cepat dia menarik diri menjauh.
“Segera duduk di kursimu, pelajaran akan saya mulai sebentar lagi!” tukasnya dingin.
Putri mencebik karena reaksi Darren malah dingin begitu, dia pun melangkah menuju kursinya di samping Alexa dan duduk dengan wajah cemberut. Ayu yang melihatnya pun terkekeh geli.
“Ditolak, ya?” bisiknya setengah mengejek.
Putri mencebik menjawabnya lalu menoleh pada Alexa yang duduk di sisi kanannya.
“Gimana kabar ibu kamu, Za? Sudah operasi?” tanyanya.
Alexa yang memang sejak tadi menunggu Putri untuk bertanya, tersenyum dalam hati.
“Belum, aku ‘kan masih belum punya uang, Put!” jawabnya dengan nada sedih, “seandainya ada pekerjaan apapun itu yang bisa menghasilkan uang secepat mungkin, aku mau kerja siang dan malam demi ibu!”
Putri terdiam sejenak, “Memangnya kamu butuh uang berapa, siapa tahu aku bisa bantu!” katanya.
Nah!
Alexa menggigit bibir, memikirkan nominal yang masuk akal untuk biaya operasi.
“Heum, sekitar 20 juta, Put!” jawabnya.
Putri termangu, dia merapatkan bibir seolah sedang berpikir. Dia lalu mendekatkan wajahnya pada Alexa seraya berbisik pelan.
“Aku ada uang segitu, tapi apa kamu mau kerja sama aku? Kerjaannya gampang tapi cuannya tebel!” katanya mengerling manis seraya membuat isyarat menggesekan ibu jari dan telunjuknya.
Alexa tertegun, seketika hatinya melonjak senang karena dugaannya ternyata benar. Misi sebenarnya baru saja dimulai dan tentunya dia tak boleh melewatkan kesempatan ini.
“Iya, mau!” jawabnya dengan senyum lebar di wajahnya.
Putri pun terlihat sumringah mendengarnya, dia hendak bicara lagi namun sebuah spidol melayang ke arah mereka dan …
PLETAK!!!