PART 17 - KENYATAAN YANG MENYAKITKAN

1022 Kata
Sena meronta-ronta, menggerak-gerakkan kaki dan tangannya di dalam air, mencoba berenang. Namun ia tidak bisa, ia semakin tenggelam. Ingin berteriak tapi mulutnya tertahan. Setiap kali ia bernafas, air terus masuk ke dalam hidung dan mulutnya, memenuhi rongga paru-parunya. Pasokan oksigen Sena mulai menipis, namun tak ada satupun yang menolongnya. Sekelebat memori tiba-tiba muncul. Dimana ia seperti berada di suatu tempat. Sena melihat dirinya di depan cermin. Memutar tubuhnya menatap dress bunga-bunga putih yang terpasang di tubuhnya. Hari ini adalah hari spesial Anniversary-nya yang ke-5. Jadi ia tak mau mengecewakan Daniel. "Cantik," pujinya pada diri sendiri. Tak sia-sia ia belajar make up dari internet. Sena berlalu pergi membawa sebuah kue brownies dengan tulisan Happy Anniversary, dengan lilin angka 5 di atasnya. Sena atau Davina terdahulu, pergi menuju sebuah rumah mewah yang tertutup gerbang putih. Ia menekan bel di samping gerbang. Tak berselang lama, seorang pria paruh baya membuka gerbang. "Malam Pak Harto." "Eh, malam juga neng. Mau cari tuan Daniel ya?" "Iya," Sena mengangguk, "Daniel nya ada, kan pak?" Pak Harto menggaruk lehernya, seperti bingung menjawab, "Ehm ... tuan Daniel nya-" "Pasti ada, kan pak? Daniel pasti ga mungkin lupa Anniversary kita. Dia pasti udah nyiapin kejutan buat Davina. Yaudah Davina izin masuk ya pak." "Eh- tapi neng-" Belum selesai pak Harto alias satpam itu bicara, Sena menyelonong masuk. Dengan gembira Sena menyenandungkan lagu-lagu ceria. Ia menaiki anak tangga satu persatu, tak sabar memberikan kejutan pada pria yang dicintainya. Saat sampai di depan pintu kamar Daniel. Jantungnya berdegup tak karuan. Ia berjongkok meletakan kue itu di atas lantai, lalu merogoh korek api di tas-nya. Sena menyalakan apinya di lilin angka 5, dan lilin-lilin kecil di sekeliling kue. Setelah selesai ia memasukan kembali korek itu ke dalam tas. Sena kembali berdiri. Menarik nafas dalam-dalam, lalu membuangnya. Tanpa mengetuk pintu, Davina meraih gagang pintu perlahan-lahan. Lalu membukanya. Brak..! Kue itu terjatuh dari tangannya. Sena begitu shock, air matanya tiba-tiba menetes. Bukan kejutan indah yang didapatkan, namun kejutan menyakitkan. Ia menyaksikan dengan kepalanya sendiri, sahabatnya dan orang yang ia cintai berciuman di atas ranjang. Dimana Chika memakai kemeja kebesaran milik Daniel, dan duduk di atas pangkuan Daniel yang bertelanjang d**a. Sena melangkah mundur, menutup mulut tak percaya. Orang yang paling ia percayai di dunia. Daniel dan Chika. Berkhianat. Daniel melepaskan ciuman mereka, lalu melihat ke arah pintu. "Davina." Daniel begitu terkejut, lalu mendorong Chika. Ia melihat Sena menangis, dengan tangan mengepal. Dan kue yang terjatuh di lantai "Dav, aku bisa jelasin ini semua." Sena tak percaya lagi. Ia berlari meninggalkan mereka berdua dengan perasaan kacau. "Senaaaa." "Dion?" Sena mengangkat kepalanya. Hidung dan matanya memerah bak terbakar. Rambutnya lusuh, dan lengan bajunya robek. Sena mengusap-usap matanya yang basah. Samar-samar ia seperti mendengar suara Dion dari kejauhan. Ia yakin itu suara Dion. Sena meletakan telapak tangannya di batang pohon, mencoba berdiri meskipun sakit. Pergelangan kakinya terkilir, lengan dan lututnya luka-luka. Ia terjatuh beberapa kali saat Chika mengejarnya. "Awh." Sena terjatuh. Kakinya tak mampu menahan beban tubuhnya. Namun ia tak akan menyerah. Ia ingin pulang. Ia ingin bertemu Dion. Sena mencoba lagi dan lagi, namun terus-menerus terjatuh. Ia mulai menyerah, dan menyandarkan punggungnya di batang pohon. Sena memeluk lututnya yang terluka, menangis terisak-isak. Bahkan dalam keadaan seperti ini, ia tak dapat melakukan apapun. 15 menit Sena terus menangis, sampai akhirnya ia mendengar suara pijakan kaki orang berlari. Sena menegakan kepalanya, ia melihat secercah cahaya menyorot ke arahnya. "Sena." Sena mendongak. Air matanya menyeruak turun, "Dion." "Sena." Dion berjongkok, menghamburkan pelukannya ke gadis itu. Memeluk gadis itu erat-erat. "Dion hiks hiks …" Sena menangis hebat di pelukan Dion. Melepaskan semua rasa ketakutannya. ***** "Kok bisa sih Davina masih hidup?" Chika mondar-mandir di depan cermin. Kehadiran Sena membuat ketenangannya terusik. Bagaimana jika seandainya Sena kembali bertemu Daniel. Itu adalah mimpi buruk yang tidak akan bisa ia terima. Ia sudah senang, Davina tidak kembali. Dengan begitu, Daniel akan menjadi miliknya seutuhnya. Kalau saja ia tak mengajak Daniel ke pantai Ancol, mungkin ia tidak akan tahu, bahwa ternyata Davina sebenernya masih hidup. "Davina ga boleh hidup. Engga!" Chika kembali mengingat peristiwa kejadian di Ancol. Yang ia yakini, Davina pasti akan mati tenggelam. Ia tidak akan pernah sedih jika Davina tak pernah kembali. Justru itu yang ia harapkan selama ini. Dialah orang yang bahagia disaat orang berkabung kehilangan Davina. "Ga akan gue biarin lo hidup!" Sena yang ketakutan berlari sejauh mungkin. Ia berlarian di sepanjang jembatan Le Bridge menghindari Chika yang seperti orang kesetanan. "Dion tolong Sena, hiks hiks." Chika mempercepat larinya, ia tak akan membiarkan Sena lolos kedua kalinya. Ia benar-benar gerah melihat Sena masih hidup. Angan yang ia ciptakan, runtuh seketika. "Maaf maaf," ucap Sena tak sengaja menabrak orang berkali-kali. Sena menengok ke belakang, jarak antar Sena dan Chika sangat dekat, hanya satu meter. Sena benar-benar lelah, tak kuat lagi berlari. Namun keadaan terus memaksanya. "Sini lo cewek murahan!" Sena menengok ke belakang. Keringatnya menetes deras di pelipis, sorot wajahnya sangat ketakutan. Ia terus menengok ke belakang, sampai akhirnya ia tak sengaja menginjak sebuah batu kecil hingga akhirnya jatuh tersungkur. Lutut dan pipi sebelah kanannya terseret permukaan jembatan. "Sakit, hiks hiks Dion …" "Hahaha sakit ya?" ucapnya tertawa mengejek. Chika menyilangkan lengannya di depan d**a, menikmati pertunjukan ini. "Huuu kasian …" Chika berjongkok, menarik rambut Sena kuat-kuat, "Ini belum seberapa. Lo akan mendapatkan apa yang pantas untuk didapatkan." "Sakit … hiks hiks hiks Sena salah apa sama kamu?" "Sena Sena Sena. Ga usah sok-sokan ganti nama biar gue kasih ampun. Lo pikir gue b**o apa gampang lo tipu!" Chika menjambak rambut Sena kuat-kuat, memaksa gadis itu berdiri. Rasanya kulit kepala Sena seakan ingin lepas. Bahkan helaian rambut Sena berjatuhan, saking kerasnya jambakan Chika. Chika mendorong Sena ke pembatas jembatan. Mengintimidasi gadis itu. "Ucapkan selamat tinggal, Dav." "Engga, gak mau. Jangan." Sena melihat ke arah laut, ia terus menggeleng ketakutan, mencoba melepaskan diri. Ia berusaha mendorong tubuh Chika berkali-kali. Namun bak orang kesetanan, tenaga Chika lebih kuat, mengunci tubuhnya. "Selamat tinggal Dav." Byurr…! Dengan kejamnya Chika mendorong sahabatnya sendiri hingga terjatuh ke laut. "Dadah Dav, selamat menikmati hari terakhir lo," ucap Chika tersenyum miring, lalu pergi meninggalkan Sena yang tenggelam. Teriakan meronta-ronta minta tolong seolah tuli di pendengarnya.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN