PART 98 - KEMAJUAN

1019 Kata
Sepuluh hari kemudian. Hari-hari pun berlalu, kegiatan abdi desa menunjukkan kemajuan yang signifikan. Dimulai dari kesehatan yang kini telah memadai. Program sanitasi kebersihan lingkungan yang membuahkan hasil. Dan tingkat kesadaran masyarakat tentang kebersihan dan kesehatan tubuh mulai terbuka. Tingkat penyakit cacing yang biasa menyerang anak-anak mulai menurun. Setelah dilakukan pengobatan gratis obat cacing, dan diajarkan untuk hidup bersih. Cuci tangan sebelum makan dan sesudah makan. Dan cuci tangan setelah bermain. Selain itu tingkat kambuh penyakit pada lansia, mulai menurun. Setelah mengatur pola makan hidup sehat. Dengan cara makan apa yang benar-benar dianjurkan, dan menjauhi makanan yang benar-benar dipantangkan. Terutama untuk penyakit diabetes, dan darah tinggi yang banyak terjadi pada lansia. Resiko terjadinya stunting pun menurun setelah dilakukan posyandu rutin setiap bulan. Selain itu beberapa hari yang lalu, Dion dan para panitia fakultas kedokteran dan kesehatan lainnya mengajak warga untuk senam pagi bersama. Rata-rata yang banyak ikut dan bersemangat ibu-ibu lansia. Kerja keras para panitia fakultas kedokteran untuk menerapkan pola hidup sehat dan menurunkan resiko terjadinya kambuh penyakit-penyakit berat, berhasil. Dion menatap buku yang berisi laporan data hari ini. Dion membolak-balikan buku menatap progress dari hari ke hari. Dari grafik yang Dion buat dari hari ke hari grafiknya menurun, artinya mereka berhasil menurunkan permasalahan kesehatan yang terjadi di desa ini. Dion tersenyum menatap hasil kerja keras bersama timnya. Ia pun menyandarkan punggungnya yang lelah. "Hemhh akhirnya," Dion menghela nafas lega. Setelah sepuluh hari bekerja di sini. Dion merogoh sesuatu di balik saku almamaternya, dan mengeluarkan ponsel. Dion menatap seseorang yang tersenyum ke arah layar. Seseorang yang selalu menghiasi wallpapernya. "Ga sabar pengen ketemu kamu lagi, Sen," ucap Dion dengan rindu yang menumpuk. Seandainya saja disini ada sinyal, mungkin Dion akan mengajak wanita itu telponan atau video call. Setidaknya dengan berkomunikasi, 10% kerinduannya terbayarkan. "Kamu lagi apa ya sekarang?" "Nunggu dua hari lagi rasanya lama banget, kayak dua tahun." ***** Berbagai pembangunan yang diciptakan oleh para fakultas teknik dan warga menunjukan hasil. Pembuatan toilet umum untuk wanita dan pria sudah siap. Sumur untuk mencuci pakaian pun juga sudah siap. Yang tersisa tinggal pembangunan jembatan dan kincir air yang siap tinggal menghitung hari. Para panitia dan warga yang telah membuat toilet dan sumur membantu mereka membuat jembatan dan kincir air. "Dimas." Dimas yang sedang memasang kerangka menoleh. "Saya tinggal dulu ya, kalian kerjakan aja dulu," ucap Dimas kemudian membersihkan tangannya di sungai. "Baik mas," ucap para warga. "Baik kak," sahut para panitia. Dimas sedikit berlari menuju wanita yang berdiri tak jauh dari tempat kerjanya. "Kenapa?" tanya Dimas setelah berdiri di hadapan bosnya. Tidak salahkan disebut bos, Dimas saja digaji olehnya. Dan Dimas yang mau saja disuruh mengerjakan apapun untuk rencananya, manut-manut saja. Tidak berpikir jauh, apakah rencana itu baik atau buruk. "Dion belum jatuh cinta sama gue. Gimana pertanggungjawaban lu?" Dimas menaikan satu alisnya, "Kok pertanggungjawaban gue? Dion ga suka sama lu bukan salah gue Chik." "Ya lu ngelakuin apa kek biar dia suka sama gue! Udah 10 hari disini. Bukannya makin deket malah makin jauh." "Itu tandanya dia ga suka sama lu, Chik. Kalo dia ga suka, mau dipaksa kayak gimana lagi?" "Gue ga mau tau lah. Gue, kan udah bayar mahal. Seengganya lu tau lah tugas lu apa! Pokoknya gue ga mau tau, lu lakuin tugas yang gue minta!" "Tapi gue juga lagi ngerjain tugas abdi desa Chik." "Yaa sekarang gue tanya, lu butuh duit apa engga? Kalo ga butuh ya gampang aja. Lupain aja rencana lu deketin gue sama Dion. Dan perjanjian upahnya batal. Anggap aja ga pernah ada." Dimas menganga tak percaya, "Kok lu jadi neken gue gitu?!" "Gue udah bayar lu puluhan juta, mas. Ga sedikit. Gue bahkan bisa naikin upah lu jadi ratusan, kalo rencananya berhasil. Lu cuma perlu buat gue pacaran sama Dion doang. Sesimpel itu." Dimas menghela nafas kasar, "Yaudah nanti gue pikirin lagi caranya." "Waktu tinggal 2 hari. Gue tunggu iktikad baik lu," ucap Chika kemudian beranjak pergi meninggalkan Dimas yang kebingungan. "Aargh!" Dimas mengacak-acak rambutnya frustasi. Kalau sudah bermain api dengan Chika. Akan sulit untuk dipadamkan. "Gimana caranya gue buat Dion suka sama Chika?" ***** Para panitia fakultas ekonomi dan bisnis mengumpulkan hasil jualan UMKM ibu-ibu disini. Dimulai dari bubuk kopi yang terbuat dari biji salak, kerupuk nasi, selendang yang dibuat dengan jahit tangan, dan lain-lain. Mereka dan para ibu-ibu rencananya akan pergi keluar dari desa ini menuju perkotaan untuk menjual hasil karya mereka. Mereka yang biasanya berbisnis di desa saja, kini diajak berbisnis ke daerah perkotaan. Ibaratnya jika kamu berbisnis di desa terpencil, kamu dikembangkan lagi berbisnis luas ke ibu kota. Para panitia fakultas ekonomi dan bisnis menaikan barang dagangan yang akan mereka dan ibu-ibu jual ke dalam box truk. Mereka akan menjualnya ke pusat kota. Dengan begitu ruang lingkup bisnis mereka akan luas, dan dikenali banyak orang. Tidak hanya di desa ini saja. Mereka mahasiswa yang berkecimpung di pendidikan bisnis, mengajari mereka cara berbisnis sebenarnya. "Ayo ibu-ibu naik," ucap salah satu panitia pria. Ibu-ibu pun setuju, dan naik box truk dengan semangat. Mereka akan pergi ke pusat kota, menjual dagangan mereka. Ini pertama kalinya bagi mereka merasakan ini. Mereka menaiki truk yang box-nya terbuka. Setelah semuanya naik ke dalam box. Pria yang duduk di samping supir kembali memastikan sebelum berangkat. "Semua udah lengkap?" ucap pria itu keras. Suara di balik box belakang pun bersahut, "Udah." "Saatnya kita berangkat. Let's go." Supir truk pun menancapkan gasnya, meninggalkan halaman pondok. Sementara panitia fakultas seni mengajarkan anak-anak dengan baik. Latihan teater 80% jadi tinggal menyempurnakannya menjadi 100%. Mereka terus berlatih tanpa lelah. Tak ada kata menyerah yang tergaris di wajah mereka. Para panitia fakultas seni menyiapkan anak-anak ajaran mereka untuk penutupan kegiatan abdi desa nanti. Jika latihan teater 80% jadi, begitupun dengan latihan paduan suara yang menyanyikan Soleram. Mereka yang awalnya buta nada, kini berhasil memainkan harmoni nada yang indah. Cindy, teman kecil Dion disini. Berlatih bernyanyi di depan kelas, mereka duduk di belakang mendengarkan nyanyian Cindy yang mengalun indah. Suara Cindy seperti harmoni yang mengalun diterbangi angin. Begitu lembut. Puisi, pidato, storry telling pun hampir siap. Para anak-anak yang awalnya malu-malu, kini berhasil menguasai panggung. Dan anak-anak yang menari tarian tradisional, berlatih kembali bersama panitia. Mereka akan bekerja keras mengguncang panggung hiburan.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN