PART 25 - PAHIT

1020 Kata
Wiuuuu~ Suara sirine ambulans memecahkan keheningan jalan raya, lampu rotator merah bercahaya di tengah kepadatan kendaraan. Mereka yang berkendara, segera menepikan kendaraannya memberikan jalan bagi sang ambulans. ***** "Yon." Mario menatap Dion dari jendela luar mobil, "Gue mohon bertahan sampai akhir," ucapnya sesak. Mario mengepalkan tangannya, menangis. Mario tiba 10 menit yang lalu. Firasatnya benar-benar tidak enak saat Dion tak menjawab panggilannya. Ia pun melacak keberadaan Dion melalui GPS. Dengan perasaan cemas, Mario mengambil motornya dan mengebut menuju TKP. Hujan deras tak menghentikan langkahnya, meskipun dirinya kebasahan. "Yon." Mario turun dari motor, dan meletakan helmnya di kaca spion. Mario berlari menuju mobil Dion yang terparkir di tengah jalan perkomplekan. "Yon." Tuk tuk tuk. Mario mengetuk jendela mobil, namun tak ada respon. "Yon, jangan bikin gue khawatir. Ini ga lucu." Mario mengusap-usap wajahnya yang basah, ia mendekatkan wajahnya ke jendela, mengintip dari luar. Pemandangan di dalam, membuat Mario terkejut. Dion tersungkur di atas kemudi setir, dengan darah yang terus menetes tanpa henti. "Astaga Yon!" "Yon buka Yon." Mario menarik-narik pegangan pintu, namun terkunci rapat. "Yon!" Mario kembali mengetuk-ngetuk jendela. Namun tak ada pergerakan dari sang pemilik mobil. Mario mengeluarkan ponselnya di tengah hujan, mengetikan sebuah nomor darurat. Tangannya bergetar hebat, di tengah dinginnya hujan dan rasa cemas. "Halo 119, tolong selamatkan nyawa sahabat saya-" ucap Mario dengan bibir gemetar. Air matanya tenggelam di bawah hujan. Wiiuuu~ Mobil ambulans gawat darurat tiba di tempat yang dialamatkan Mario. Lampu rotator merah menyala terang di tengah gelapnya malam. Mario yang duduk bersandar di ban mobil, menegakan wajahnya. Ia mengusap-usap matanya yang berair. Mungkin terdengar asing jika seorang lelaki menangis, tapi hari ini mentalnya down. Dion adalah sahabat terbaik yang ia punya. Dan ia tak ingin kehilangan sahabat terbaiknya. Pintu belakang ambulans terbuka. Dua petugas ambulans yang memakai mantel hujan turun dari mobil. Kecuali sang supir. Mario berdiri dengan perasaan cemas, "Pak, tolong sahabat saya," ucapnya gemetar. Tangisnya pecah. Salah satu petugas menjawab, "Baik pak. Tolong tenang." Petugas ambulans yang satunya mengetuk kaca mobil, "Pak." Tuk tuk tuk "Sahabat saya tidak sadarkan diri pak, pintunya terkunci," ucap Mario dengan mata memerah. "Biar saya yang buka," ucap salah seorang petugas ambulans menawarkan diri untuk membuka pintu mobil saat keadaan gawat darurat. Ia pun membuka tali sepatunya. Dan membuat teknik simpul yang kuat dari tali sepatu, lalu memasukannya lewat celah kecil di pinggir pintu. Petugas itu menggeserkan talinya hingga mencapai bagian dalam mobil, mengepaskan simpulnya ke kunci mobil, dan tarik. Pintu mobil tiba-tiba terbuka. Dua petugas ambulans segera menolong Dion. Mereka dengan cepat mengangkat tubuh Dion ke dalam mobil, sebelum Dion kehabisan darah. ***** "Dion kemana ya kok belum pulang? Ga biasanya Dion pulang lama." Sena melirik jam dinding, waktu menunjukan pukul 9 malam. Biasanya pria itu pulang jam 5 atau 6 sore paling lambat. Sena kembali melihat buku tulisnya. Seharian ini ia menunggu Dion pulang, sambil belajar menulis abjad. "Padahal Sena mau nunjukin ke Dion. Sena udah hafal 5 huruf. Terus Sena udah bisa nulis abjad juga … meksipun tulisan Sena jelek." Sena mengerucutkan bibirnya, lalu meraih ponselnya di atas meja belajar. Ia melihat layar ponselnya yang terpasang wallpaper dirinya dan Dion di Sea World. Mereka selfie bertiga dengan seekor hiu. Dion-Hiu-Sena. Tentu saja yang memasang wallpaper ini adalah Dion, Sena sangat menyukainya. "Kenapa Dion ga kasih kabar apa-apa? Biasanya Dion telepon Sena." Meskipun Sena belum bisa memainkan ponsel, Dion selalu rajin mengiriminya pesan. Meskipun akhirnya tak ada balasan apapun dari Sena, karena Sena tak bisa membacanya. Dan Dion selalu meneleponnya, meksipun Sena tak mengerti cara mengangkatnya. Dan kini ponselnya sepi. Dion tiba-tiba menghilang. Sena memandangi wallpaper mereka, "Dion … ga tau kenapa. Seharian ini perasan Sena gelisah. Mikirin Dion terus." Saat gadis itu sibuk berkutat dengan pikirannya. Dering bel memecahkan kegelisahannya. "Dion," ucap Sena senang. Sena meninggalkan ponselnya di atas meja, dan berlari terburu-buru menuju pintu. Dengan raut wajah ceria, Sena membuka pintu. Namun senyuman lebarnya memudar. Bukan sosok Dion yang diharapkan. "Mario." Sena menatap Mario yang basah kuyup berdiri di ambang pintu. Raut wajah Mario yang biasanya cerah, kini tak terlihat. Pria itu terlihat murung, matanya memerah, dan bengkak banyak menangis. Senyuman hangat dari pria itupun menghilang. "Mario kenapa? Kok mukanya sedih gitu? Kenapa Mario basah kuyup?" Mario menarik nafas panjang, menunduk sedih, "Sena, Dion … Dion." "Dion kenapa?" Perasaan Sena mulai tidak tenang. Raut wajah Mario jelas-jelas menunjukan ada sesuatu yang tidak beres. Mario tak sanggup melanjutkan kata-katanya. "Dion kenapa?" tangis Sena pecah, "Jawab." Sena mengguncang tubuh Mario yang mematung. "Kenapa Mario diem aja?!" "Jawab Sena!" ***** Sena mengeratkan mantelnya. Udara malam ini begitu dingin ditambah lagi sehabis hujan. Sena menangis sesenggukan sepanjang perjalanan. Mario yang mengendarai motor membiarkan gadis itu meluapkan kesedihannya. Mario melirik kaca spion. Terlihat Sena yang menunduk di balik punggungnya menangis deras. Mata dan hidung gadis itu memerah. "Sena," panggil Mario pelan. "Kalau Sena nangis terus nanti Dion sedih …" "Kenapa Dion jahat … ninggalin Sena sendiri. Padahal Sena mau nunjukin ke Dion kalau Sena udah ga b**o lagi hiks hiks …" ***** Sena dan Mario sampai di rumah sakit. Mereka turun dari atas motor. Mario meletakan helmnya di atas jok. Dan helm Sena di atas kaca spion. Mario melirik Sena yang menutup wajahnya masih menangis sesenggukan. "Sena, tenang …" Mario mengusap-usap punggung ringkih itu, mencoba memberikannya ketenangan. "Ayo," ucap Mario merangkul bahu Sena masuk. ***** Sena menatap sosok yang terbaring lemah dari balik jendela ICU. Sosok Dion yang biasanya mengumbar senyuman ke arahnya, menghilang. Selang oksigen terpasang rapat di hidung pria itu. "Mario ... kenapa Dion bisa kayak gitu?" ucap Sena dengan suara serak. Mario beranjak dari kursi tunggu, mendekati Sena yang terus menerus menatap jendela sedih. Mario mengusap-usap punggung Sena. Mencoba menenangkan gadis itu. "Dion kecelakaan sepulang dari kampus." "Tapi Dion pasti bangun, kan?" Sena menatap sayu mata Mario. "Sena ..." Mario menarik Sena ke pelukannya. Memberikan tubuhnya sebagai tempat sandaran. Tangis Sena pecah membasahi kaos Mario yang lembab. "Hiks hiks ... Sena ga mau kehilangan Dion." Mario menepuk pelan kepala Sena, "Ga akan-" tatapan Mario berubah, sendu, "Dion pernah bilang ke aku. Dia akan menjaga dan merawat kamu dengan baik." Itu adalah kata-kata yang Dion lontarkan setelah menabrak Sena. Dan Dion menepati ucapannya.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN