PART 72 - TERTANGKAP BASAH

1036 Kata
Daniel berjalan mengendap-endap mengelilingi apartemen Dion, berusaha tak menimbulkan suara apapun. Ia berharap Mira lebih lama di dapur. Jadi ia bisa lebih leluasa mengorek-ngorek informasi dari apartemen Dion. Daniel mengedarkan pandangannya ke sekeliling ruang tamu. Tidak ada foto sang pemilik, melainkan lukisan-lukisan aesthetic saja yang tergantung, "Aduh … ga ada fotonya lagi. Gimana cari tau mukanya." Daniel berjalan sedikit berjinjit, berusaha se-pelan mungkin tak menimbulkan suara. Daniel melangkahkan kakinya menuju dua kamar yang saling bersebelahan. Kamar Sena dan kamar Dion. Daniel meraih gagang pintu kamar Dion perlahan-lahan. Ia membuka pintu se-pelan mungkin. Daniel menoleh ke arah dapur, terlihat Mira masih bernyanyi ria sambil mengaduk-aduk kopi. "Es lilin mah ceuceu kalapa muda. Di bantun mah ceuceu ka Majalaya …" Cklek…! Pintu kamar Dion terbuka lebar. Terlihat kamar Dion yang gelap gulita. Dengan langkah cepat Daniel menginjakan kakinya ke dalam dan menekan saklar lampu di dinding sebelah pintu. Daniel tak punya waktu banyak, ia harus segera bergerak cepat sebelum Mira kesini. Daniel melangkah mendekati ranjang Dion, sambil mengedarkan pandangannya ke seluruh kamar. Pria crazy rich ini sangat misterius. Tak ada satupun fotonya yang terpajang. Mau di ruang tamu, di kamar sekalipun tak ada foto Dion. Hal itu membuat Daniel frustasi sendiri untuk mengungkapkan wajah Dion seperti apa. Pasalnya kedua detektif bilang bahwa crazy rich Dion Fawaz Al Gibran adalah pewaris tunggal perusahaan Fawaz Company yang bergerak di bidang otomotif pembuatan mobil. Fawaz Husein adalah ayah Dion pengusaha milyarder yang tajir melintir. Namanya termasuk ke dalam orang terkaya di asia. Jika biasanya anak pengusaha besar disorot, Dion tidak. Ia tidak suka disorot publik. Hal itu membuat ia dan detektif agak kesulitan mengungkapkan wajah Dion. Mereka mencari-cari sosial media Dion, tapi tidak ada. Mereka tidak menemukan akun Dion. Itu karena Dion tipe orang misterius yang hanya menggunakan WA atau Line sebagai media komunikasi. Saat di rapat kemarin Daniel mengingat kembali. Bahwa detektifnya mengeluarkan puluhan nama crazy rich Indonesia. Dan akhirnya mereka menemukan dua nama yang diduga kuat sebagai pelaku tabrak lari Davina. Namun mereka tidak bisa menetapkannya, sebelum mendapatkan bukti yang benar-benar konkret. Mereka mencari data nama-nama orang yang membeli mobil merk koegnisegg di Indonesia. Dan itu hanya menunjukan 2 nama; Dion dan Sultan Danuarta, salah satu orang terkaya di Indonesia, yang mempunyai stasiun TV swasta di Indonesia, dan berbagai bisnis lainnya. "Orang ini ga suka foto apa gimana? Masa ga ada foto satupun sih," ucap Daniel sedikit sebal karena yang terlihat hanyalah gambar lumba-lumba besar yang terpajang di kamar. Dion memang tidak pernah memajang fotonya. Ia hanya memajang fotonya bersama Sena. Dan foto itu Dion bawa sekarang. Jika saja Dion tak membawa bingkai itu, mungkin itu akan menjadi hari terakhir bagi Dion. Dan hari keberuntungan bagi Daniel. Namun keinginan kadang tak sejalan dengan kenyataan. Daniel niatnya ingin mendapatkan bukti lebih cepat, mumpung Mira lengah, malah dipersulit dengan kepribadian Dion yang misterius. Daniel pun mempercepat geraknya. Ia membuka laci nakas Dion satu persatu. Ia membuka laci atas, mengacak-acaknya namun tak ada satupun. Itu hanya benda-benda seperti jam tangan, kertas, pulpen, dan lain-lain yang tidak penting bagi Daniel. Daniel membuka laci kedua. Di laci kedua, mata Daniel menyipit menatap Diary hitam bertuliskan Death Note. Perlahan-lahan tangan Daniel mendekati buku itu. Sedetik lagi ia akan menangkapnya, tiba-tiba acara mengesalkan pun terjadi. Dor..! Teriakan dan tepukan di bahu Daniel membuat Daniel terkejut setengah mati. Ingin rasanya ia merutuk apapun, kenapa ia bisa sebodoh ini tertangkap basah. "Hayo, mau ngapain!" Daniel menoleh ke belakang, menatap Mira yang menatapnya curiga. "Engh- itu ..." Daniel tiba-tiba gugup, bersamaan dengan jantungnya yang berdegup tak karuan. "Itu apa? Mas ganteng mau ngapain? Kok masuk kamar orang ga izin?" Mira menatap Daniel penuh tanda tanya. Tentu saja pertanyaan Mira menyudutkan Daniel. Mira meletakan cangkir kopi di atas nakas Dion. Dan menatap Daniel meminta jawaban. "Coba mas ganteng jelasin, kenapa mas ganteng masuk kamar ini ga izin dulu?" Mira melipatkan kedua lengannya di depan d**a. Daniel menggaruk rambutnya kebingungan, "Itu ..." "Mas ganteng ga mau maling, kan?" Sontak Daniel menggoyangkan tangan, menyangkal, "Engga- engga. Sumpah," Daniel mengangkat jari telunjuk dan tengahnya, membentuk peace. "Terus ngapain? Mira emang naksir mas ganteng, tapi bukan berarti mas ganteng bisa masuk kamar tuan rumah tanpa izin." "Iya maaf, aku cuman ..." Daniel memutar otaknya, mencari alasan yang masuk. "Cuman apa?" Mira menyipitkan matanya, menelisik. "Cuman ... cuman ..." kali ini Daniel ingin menghilang saja dari bumi. Kenapa otaknya harus lemot untuk berbohong sekali saja. "Cuman apa mas ganteng? Mas ganteng lama deh jawab doang." "Cuman mau ke kamar mandi!" "Ha?" Mira melongok. "Iya! Aku cuman mau ke kamar mandi, udah kebelet. Aku kira ini kamar mandi, ga taunya bukan ya hehehe ..." Daniel tertawa kecil, menertawakan kebodohannya yang tak masuk akal. Mana mungkin kamar mandi ada dua di ruang tamu. Rata-rata kamar mandi letaknya di belakang. Kenapa otaknya berhenti di kamar mandi sih. "Ooh gitu ya ..." ekspresi Mira mendadak berubah, ia kembali tersenyum lebar, "Kalau kamar mandi bukan di sini atuh ... kamar mandi mah di sana." "Yuk aku anterin." Daniel tersenyum kaku, "Ooh iya," Daniel jadi bingung ia harus senang atau bingung nih. Ia bingung kenapa Mira tidak marah-marah atau memukulnya ya. Daniel pun mengekori Mira dari belakang. Ada untungnya juga ia beralasan ingin ke kamar mandi. Dengan begini Daniel bisa mengetahui isi ruangan ini apa saja. Daniel menatap ke sekeliling apartemen. Dan jawabannya tetap sama, tidak ada foto Dion yang terpajang. Ia jadi aneh sendiri pada orang yang tak memajang foto dalam rumah. Se-misterius itu. Tak lama mereka sampai di depan kamar mandi. "Nih mas kamar mandinya." "Ooh- iya makasih," jawab Daniel tersenyum. "Mas ga mau ditemenin?" Otak Daniel mendadak blank, "Ditemenin?" "Iya ditemenin. Barangkali mas Daniel ga ngerti cara pakai keran misalnya," jawab Mira tersenyum genit lagi. Bisa aja Mira, modusnya. Antara Mario dan Mira kalau lagi modus sebelas dua belas. Daniel menggoyangkan tangannya, "Oh engga mbak. Makasih makasih. Aku bisa kok pakai keran air." Mira menyatukan dua telunjuknya, "Misalnya mas ga ngerti cara nutup pintu kamar mandi gitu, jadi bisa aku ... bantuin gitu." "Gak usah mbak. Gak usah beneran." "Yang bener?" Daniel yang merasa terpojok, lebih baik kabur daripada harus berurusan dengan Mira yang modusnya tingkat akut. "Saya pergi dulu deh mbak." Daniel pun lari terbirit-b***t. "Loh? Mas mau kemana? Katanya mau ke kamar mandi?"
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN