PART 83 - PERTEMUAN KENCAN

1070 Kata
PART 83 - TELAH DIREVISI Sena membuka pintu kamar Dion, dengan tangan yang memeluk erat seprai, sarung bantal, dan selimut milik Dion. Ia akan mencucinya sampai bersih sebelum Dion pulang. Ia tak bisa membayangkan bagaimana reaksi Dion jika melihat kamarnya seperti kapal pecah akibat kecerobohannya sendiri. Sena menoleh ke samping. Pintu kamarnya masih tertutup rapat, pertanda Mira masih tidur nyenyak. "Hah aman," ucap Sena bernafas lega. Sena keluar dari kamar Dion, dan menutup pintu perlahan-lahan. Ia kembali menoleh ke samping. Pintunya masih tertutup. Dengan langkah pelan dan hati-hati Sena melewati kamarnya dengan kaki berjinjit. Selimut yang lebih besar dari tubuhnya, terseok-seok di lantai. Cklek..! "Selamat pagi dunia!" Deg! Langkah Sena tiba-tiba terhenti, "Aduh … kenapa guru udah bangun sih," rutuk Sena, padahal sebentar lagi ia akan sampai di dapur. "Selamat pagi diriku yang cantik jelita. Selamat pagi sang kekasih yang belum terlihat hilalnya. Selamat pagi jodohku yang masih bermain di hati orang. Selamat pagi untuk semua jiwa-jiwa yang gundah gulana namun kini hatinya cerah merona." Mira bangun dengan perasaan ceria. Pagi ini ia akan janjian dengan seseorang, yang ia klaim sebagai jodohnya. "Cerahnya pagi ini, secerah masa depanku yang akan terlihat nanti. Aseeek." "Duh gimana ni? Jalan aja kali ya," ujar Sena panik. Sebelum Mira melihat ke arahnya, ia akan kabur duluan. Sena pun mengambil ancang-ancang untuk kabur, baru saja ia mau lari, panggilan keras membuat langkahnya tertahan. "Sena!" "Aduh …" "Sena kamu ngapain disitu?" tanya Mira menatap Sena yang memunggunginya. "Hoamm," Mira menutup mulutnya saat menguap, sambil berjalan mendekati Sena yang mematung. "Kamu aku cariin dari tadi juga. Ga taunya disini." Sena hanya bisa menunduk, memasrahkan diri dan berkomat-kamit merapalkan doa. Sambil memejamkan matanya rapat-rapat. "Sen? Ih napa atuh kamu diam membisu gitu macam orang lagi sariawan." "Sen–" panggil Mira lagi, namun tak ada jawaban. Sontak Mira yang merasa aneh dicuekin terus menerus, akhirnya membalikan badan Sena. "Sen kamu kenapa cuekin ak–" "Astaga Sena! Kamu kenapa cemong-cemong kayak gini?!!!" Mira membulatkan matanya , terkejut melihat Sena yang dipenuhi banyak cat sana-sini. Tangannya, bajunya, selimut, seprai, sarung bantal semuanya cemong. "Kamu abis cemilin krayon?! Kok jadi kayak ayam warna-warni gini." Sena menunduk, memainkan jari-jarinya, "Bukan … It-itu." "Coba jelasin ke aku kenapa?!" "Itu …" "Kamu ga cemilin krayon, kan karena frustasi Dion belum pulang-pulang." "Ih guru, mati dong Sena cemilin krayon." "Terus kamu abis ngapain Sena? Bisa cemong kayak gini?" Sena menunduk, menatap kakinya, "It-itu guru … Maaf … Sena abis ngelukis di kamar Dion, terus Sena teledor numpahin cat di seprainya." Mira menghela nafas, "Hah … ya ampun." "Aku kira kamu kenapa, yaudah kamu mandi dulu. Nanti cat-nya kering, kalau udah kering susah bersihinnya nanti." Sena menunduk, "Iya guru, maaf–" "Guru marah ya?" Mira tersenyum, "Engga kok. Aku ga marah cuma shock aja." ***** Mira menatap dirinya di pantulan cermin. Dress merah maroon selutut, make-up yang menonjolkan kesan kuat dengan lipstik merah burgundy, rambutnya dibuat ikal di bagian bawah, dan tak lupa high heels merah yang senada dengan warna bajunya. "Sempurna," puji Mira puas menatap hasil karyanya. Sena menatap Mira dari atas ranjang. Bathrobe pink masih melekat erat di tubuhnya, dan juga rambutnya masih basah. "Guru mau kemana?" Mira membalikan badannya, tersenyum cerah, "Mau kencan." "Kencan?" Sena tersenyum, memperlihatkan deretan giginya yang rapi, "Guru udah punya pacar ya?" Mira menutup mulutnya malu-malu meong, "Belum jadi pacar si, tapi lagi proses untuk jadi hehehe." Sena mengangguk, "Ooh … Jadi guru sekarang mau kencan sama cowok itu ya?" "Iya! Doain aku ya Sena. Semoga hari ini aku bisa jadian sama dia," ujar Mira bertepuk tangan heboh. "Aamiin." "Aku pergi dulu ya. Hati-hati di rumah. Jangan pernah bukakan pintu pada orang asing." "Iya guru," ucap Sena mengangguk. "Semoga berhasil," Sena menyunggingkan senyuman. ***** Cklek..! Sena menutup pintu apartemen, setelah mengantar Mira pergi sampai depan pintu. Sekarang tinggal ia sendirian. Ini pertama kalinya Sena tak ditemani siapapun di apartemen se-luas ini. Sena berjalan menuju dapur. Ia ingat perlengkapan kasur Dion yang kotor karena ulahnya. Sena sampai di dapur luas yang menghubungkan kamar mandi, dan tempat mencuci pakaian. Sena menghentikan langkahnya di depan mesin cuci yang terlihat kokoh. "Gimana cara gunainnya ya?" ucap Sena kebingungan menatap sekeliling mesin cuci. Ia pun membuka penutup mesin cuci. "Ini ada bolongan, berarti masukin bajunya disini?" "Iya kayaknya gitu kali ya." "Iya bener. Masukin bajunya disini." "Oke Sena! Pasti bisa!" "Bisa. Fighting!" ucap Sena menyemangati diri sendiri, ia mulai memasukan semuanya ke dalam sana. Seprai, sarung bantal, sarung guling, dan juga selimut. ***** Mira sampai di depan pintu cafe. Disinilah tempat pertemuannya dengan pria yang ia klaim sebagai jodohnya. Mira mengeluarkan bedak dari dalam tas, kemudian berkaca sedikit memperhatikan penampilannya. "Oke," ucap Mira puas lalu memasukan bedaknya kembali. Ia menyisir rambutnya dengan jari-jari tangan. Setelah rapi, ia menegakan tubuhnya berjalan percaya diri. Mira memasuki kafe yang saat itu tidak terlalu ramai. Mira mengedarkan pandangannya ke seluruh tempat, sampai akhirnya senyumnya mengembang melihat seorang laki-laki yang duduk di pojok dekat jendela, tengah bermain ponsel. Mira berjalan mendekati meja nomor 27. Setiap kali Mira melewati meja yang lain, ia menjadi sorotan orang-orang. Mira pun berhenti di depan meja, "Udah nunggu lama ya?" Pria itu berhenti bermain ponsel, dan mendongak. Hampir saja ponselnya terlepas dari genggaman saat ia melihat penampilan Mira. "In–ini kamu?" tanya pria itu, sorotan matanya tak lepas memandangi Mira. Sesungguhnya ia juga sedang memuji kecantikan wanita itu, dan terpana. Namun ia ingat tujuannya ke sini. "Kamu cantik hari ini." Pujian itu membuat pipi Mira memerah malu. Jika disini tak ada orang, mungkin ia akan berteriak kegirangan. "Ma-makasih," ucap Mira terbata-bata gugup. Telapak tangannya sekarang terasa dingin. Dan jantungnya entah kenapa berdegup kencang, tak bisa dikontrol. Pria itu beranjak dari duduknya, dan berjalan ke samping Mira. Ia memundurkan kursi Mira seperti lelaki gentle pada umumnya, "Silakan duduk tuan putri." Mira tersipu malu, "Ma-makasih," ucapnya lalu duduk di kursi. Hanya sepatah kata itu saja yang bisa keluar dari mulutnya. Oh tolonglah, rasanya ia kesulitan bernafas. Mira yang biasanya modus dan mengeluarkan kata-kata genit kenapa jadi malu begini. Maklum, ini pertama kalinya Mira merasakan kencan yang sesungguhnya. Pria itu kembali ke tempat duduknya, dan memandangi Mira lembut, "Aku senang kamu datang." "Ak-aku ga nyangka kamu ngundang aku kencan, Daniel." Daniel tersenyum, "Iya." "Kamu tau nomor aku darimana? Aku kaget kamu kirimin aku pesan kemarin. Dan lebih kaget lagi kamu ngajakin kencan." Mira menunduk, tersipu malu, "Aku kira kita ga akan ketemu lagi." Daniel tersenyum miring. "Kita akan terus bertemu kok, Mira."
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN