"Nah ini mas semua perlengkapan wanita. Harganya dijamin terjangkau, kualitas oke, barang mulus no tipu-tipu, dan juga ramah di kantong. Karena di Matahariku sudah terjamin kualitasnya jadi mas tak perlu khawatir lagi kalau kekurangan dana untuk beli. Maka dari itu-"
"Stop."
Dion menghentikannya sebelum mbak-mbak SPG mengeluarkan wejangan promosi. Baru kali ini Dion bertemu dengan orang yang bisa bicara panjang dalam satu tarikan napas.
Jangan-jangan mbak SPG ini dulunya anak Rapper.
"Kok di stop sih mas. Baru saya mau jelasin."
Dion menggeleng cepat, "Ga usah mbak. Ga usah. Ngerepotin, udah ga usah."
"Udah mas saya jelasin aja ya!"
"Gak usah mbak. Ga usah. Ikhlas saya mba, ridho lahir batin."
"Udah mas, saya jelasin aja. Mumpung suara saya masih ada."
"Gak usah mbak. Ga usah beneran."
"Nanti kalau mas-nya bingung, gatau mau pilih yang mana. Ternyata barang yang mas pilih tidak sesuai. Yang nyesel siapa, kan mas sendiri. Udah ya mas saya jelasin aja. Gapapa kok mas. Sebagai SPG sejati disini, saya harus melayani pembeli dengan baik, ramah, dan menjelaskan semua secara detail. Bahkan jika ada kuman yang hinggap di barangnya harus saya jelaskan secara rinci, dan juga saya-"
Ucapan mbak SPG itu terhenti ketika Dion telah menghilang dari pandangan.
"Loh, mas?"
*
*
"Hah."
Akhirnya Dion bisa bernapas lega. Ia bersembunyi di balik rak yang berisi pakaian wanita. Dion mencondongkan badannya sedikit mengintip.
"Aman."
Akhirnya, lega dan terbebas.
"Oiya, pilih baju dulu deh."
Dion melangkahkan kakinya berkeliling. Melihat-lihat pakaian yang cocok untuk dipakai Sena. Suasana di toko Matahariku saat itu tidak terlalu ramai.
Dion berhenti di tempat pakaian-pakaian yang tergantung. Memilah satu persatu model yang bagus, cocok, dan yang sesuai dengan ukuran tubuh Sena.
"Yang mana ya," Dion menarik hanger baju berwarna pink. Dion mengamati baju itu bolak-balik. Tapi rasanya ia tidak terlalu suka dengan baju model Sabrina. Bahu Sena akan ter-ekspos jika memakai baju ini.
"Terlalu terbuka."
Dion mengembalikan baju itu ke tempatnya. Lalu memilih baju yang lain. Diantara baju-baju ini belum ada model yang membuatnya jatuh hati.
Saat asyik-asyiknya memilih, suara menyeramkan itu datang lagi.
"Mas."
Deg..!
Dion mematung. Kegiatannya seketika terhenti. Bulu kuduknya mendadak berdiri semua. Tamat riwayatnya. Ini pasti mbak-mbak yang tadi, atau jangan-jangan mbak yang bicaranya nge-gas.
"Mas, mau cari apa?"
"Huh," Dion bernapas lega. Dari suaranya bukan mbak SPG yang tadi. Yang ini terdengar lebih lembut. Dion berbalik badan.
"Tuh, kan bener," Dion tersenyum tipis menatap SPG yang berdiri di hadapannya. Ini bukan SPG yang tadi.
"Mau cari apa mas?"
"Emm itu saya mau cari pakaian wanita."
"Oh boleh mas, silakan pilih."
"Tapi saya bingung mau pilih yang mana. Boleh minta model yang paling bagus diantara yang terbagus?"
"Baik. Tunggu sebentar ya mas."
Baru tiga langkah SPG itu berjalan, panggilan Dion membuatnya terhenti.
"Mbak."
SPG itu menoleh, "Ya mas?"
"Saya pesan 20 pcs ya mba. Modelnya beda-beda. Langsung packing."
SPG itu menaikan satu alisnya, "Ga dipilih dulu mas?"
"Langsung aja. Pilih yang terbaik, terbagus, unlimited, kalau perlu yang mahal. Terserah berapa harganya."
"Oke mas."
SPG itu menunduk hormat, lalu beranjak pergi menyiapkan yang Dion pesan.
Dion kembali melangkahkan kaki memutar toko. Mencari perlengkapan Sena yang lain. Melihat satu persatu pakaian yang terpajang. Sampai akhirnya kakinya berhenti di salah satu tempat.
Dion menengok kanan kiri, memastikan keadaan.
"Ada anak kampus ga ya? Sodara? Mama papa? Tetangga? Semoga ga liat."
Dion kembali menoleh. Menatap gundukan pakaian dalam yang berjajar rapi. Ia menelan ludahnya sedikit, menatap sesuatu yang yang err- untungnya ia masih memiliki sedikit iman yang kuat. Ia tidak akan tergoda dengan benda-benda yang terpajang disana. Tidak akan.
Dion mengambil satu bra renda berwarna pink, menatapnya bolak-balik, "Bener ga ya ukurannya yang ini?"
"Kenapa banyak banget si ukurannya. Gue harus pilih yang mana?!" ucap Dion frustasi. Menatap kumpulan bra yang berjejer rapi, sesuai ukuran.
"Mas pesenannya udah siap."
Sontak Dion berbalik badan, dan menyembunyikan bra renda itu di balik punggung.
"Oh-oh i-i-iya mba."
"Pesenannya sudah ada di meja kasir, mas. Ada lagi?"
Dion menggeleng cepat, berharap SPG itu cepat pergi. Harga dirinya mau diletakan dimana kalau ketahuan dirinya sedang memegang sesuatu yang berharga bagi wanita.
"Disini tempat pakaian dalam wanita mas. Mas lagi ngapain disini?"
Dion menelan ludahnya, "Sa-sa-saya."
"Iya mas?"
"Ehm itu- saya-" mendadak lidahnya keluar.
"Ayo Dion berpikir. Berpikir."
"Saya apa mas?
"Saya sedang mencari pakaian dalam buat istri saya mbak kami sedang merencanakan berbulan madu."
Ucap Dion lancar, seperti jalan tol. Buru-buru Dion menutup mulutnya. Sontak ia menatap kanan-kiri berharap tidak ada yang lihat.
"Oh itu. Gapapa kok mas. Namanya juga pengantin ya mas yah. Jadi kalau beli yang dalam-dalam, kan ga masalah," ucap SPG itu tertawa kecil.
"Saya bantu cari yang terbaik mas. Kira-kira ukuran istri mas itu yang kayak gimana?"
Dion menepuk jidatnya. Alasan bodoh macam apa itu. Sekarang apa yang harus dijawab, "O-oh emm saya-saya- saya borong aja mbak semua ukuran."
"Hah?! Mas serius?"
Dion mengangguk cepat.
"Ga mau diinget dulu gitu mas ukurannya?"
"Udah mbak packing aja-" mendadak kakinya lemas, saat melihat sosok wanita paruh baya berjalan ke arah pakaian dalam. Itukan-
"Tante," Dion berbalik badan, mengambil papan harga menutupi wajahnya.
"Mas, mas jadi beli semua ukuran?"
"Jadi mbak! Jadi, udah cepetan langsung packing!" Ucap Dion memburu.
"Mau dari ukuran apa ya mas kira-kira?"
"SEMUANYA MBAK. SEMUANYA."
"Modelnya mau yang kayak gimana mas?"
Dion merasakan tubuhnya keringat dingin, dan bergetar mulai panik, "Semuanya! Jangan sampai ada yang tersisa."
Dan akhirnya wanita yang tidak diinginkan Dion muncul di belakangnya. Suara garang itu membuat bulu kuduk Dion berdiri. Ia jadi semakin panik. Mau kabur, tidak ada waktu lagi.
"Mbak, bungkusin model yang kayak biasa," ucap wanita paruh baya sosialita, yang diawasi 2 bodyguard di belakangnya.
"Maaf jeng nyonya. Model yang jeng nyonya mau, sudah diborong pria ini."
"Aduh," Dion semakin menyembunyikan wajahnya di balik papan harga.
"Loh? Itukan model yang saya suka."
SPG itu menyengir lebar, "Iya, tapi mau gimana lagi jeng nyonya. Pria ini butuh untuk istrinya. Semua ukuran."
Mata Dion melebar mendengar pernyataan jujur SPG itu. Tamat riwayatnya sudah.
"Loh? Semua ukuran? Emang dia punya istri berapa? Wah bisa-bisanya masih muda jadi pakboy."
Dengan sekuat tenaga wanita paruh baya itu membalikan tubuh Dion. Dan menarik papan harga yang Dion pakai untuk menutupi wajahnya.
"Loh? Dion?"
Dion yang tertangkap basah, hanya bisa menyengir, "Eh tante-"
Wanita paruh baya yang masih tak percaya, menajamkan lagi penglihatannya. Apakah ini keponakannya atau bukan. Tapi semakin ia memperhatikan wajah Dion. Semakin ia sadar bahwa ini keponakannya.
"Pria ini yang borong, mbak?"
SPG itu menggaruk kepalanya yang tak gatal, "Iya jeng nyonya."
"Diooooooooooooon."