Part 23

1031 Kata
“Apa yang kaulakukan?” Fherlyn tersentak ketika membongkar kopernya di lantai dan mulai menatanya di lemari kecil yang disediakan di kamar tamu. Wanita itu benar-benar menguji kesabaran Arsen. Setelah ia memastikan pada pelayan kalau Fherlyn sudah sampai di rumah tepat waktu, ia mendapatkan laporan dari salah satu pelayannya bahwa Fherlyn membawa koper milik wanita itu keluar dari kamarnya dan masuk ke kamar tamu yang ada di lantai satu. “Kau melihatnya,” jawab Fherlyn penuh keengganan. Setelah memutar kepala dan melihat Arsen tengah berdiri di pinggiran pintu yang belum ia tutup ketika masuk. “Apa yang kaulakukan di sini?” Arsen mengulang pertanyaannya dengan nada yang dalam. “Aku tidur di sini. Jika ... kau membutuhkanku, kau bisa datang ke kamar ini atau menyuruhku ke kamarmu,” ucap Fherlyn menahan tusukan yang dalam di ulu hatinya. “Apa kau pelacurku?” Fherlyn melempar dress yang hendak ia masukkan ke lemari kembali ke koper. Berdiri dan menghadap Arsen yang kini melangkah mendekatinya dengan kedua tangan terselip di saku celana. Setelan pria itu masih lengkap, dan dasi pria itu juga masih terpasang rapi di kerah kemeja. Menandakan bahwa Arsen belum menginjakkan kaki di kamar pria itu. “Datang jika diperlukan dan pergi setelah memuaskan pelangganmu.” Arsen berhenti tepat di depan Fherlyn. Tangan Fherlyn sudah terangkat dan hendak menampar wajah Arsen, tapi pria itu menangkap pergelangan tangannya dengan mudah. “Kau yang meletakkan pemikiran semacam itu di kepalaku, jangan salahkan mulutnya yang hanya menerjemahkan tingkah kekanak-kanakannmu.” “Aku membencimu, Arsen.” Salah satu sudut Arsen terangkat. “Kau tak pandai berbohong, Fherlyn. Berhentilah membuat dirimu terlihat t***l dan kemasi barangmu lalu naik ke kamarku.” “Sekarang,” tekan Arsen. “Aku tidak mau.” Fherlyn menaikkan dagunya sedikit. “Baiklah jika itu yang kauinginkan.” Fherlyn mengerjap satu kali. Itu buka persetujuan, tapi ancaman. “Aku akan mendatangi kamarmu atau menyuruhmu ke kamarku jika butuh tubuhmu. Kuharap kau memahami keinginanmu dengan benar.” Fherlyn terpaku. “Itu artinya, kau memberi akses bagi wanita-wanita lain di luar sana untuk naik ke ranjangku. Jika kau memang tak keberatan, sepertinya aku pun tidak.” “Kaubilang akan menepati janjimu.” “Hanya jika kau tetap berada di ranjangku.” Arsen berbalik dan berjalan keluar. Meninggalkan Fherlyn dalam kebimbangannya. Inilah yang terjadi saat pria yang kaucintai sangat menyadari kelebihan yang dimiliknya.   ***   Arsen tak terkejut menemukan Fherlyn yang duduk di pinggiran ranjangnya ketika ia keluar dari kamar mandi. “Aku akan menyuruh pelayan merapikan pakaianmu.” Fherlyn terdiam. Kepalanya tertunduk dan kedua tangannya saling bertaut. Giginya menggigit bibir bagian dalamnya. Menimbang-nimbang dalam hati. “Kenapa?” Arsen melirik pantulan Fherlyn dari cermin di lemari. Fherlyn masih membungkam. “Apa kau merasa harga dirimu tergores datang ke kamar suamimu sendiri karena takut wanita lain menggantikan posisimu?” Fherlyn mengangkat wajahnya sedikit. Ya, ia memang sakit hati tak bisa mencegah kakinya yang melangkah ke kamar Arsen. Seberapa kuatnya ia menolak mencintai Arsen, tetap saja kecemburuan menguasai hatinya. “Aku ... aku merasa lelah.” Tangan Arsen yang sudah meraih lipatan baju tidur di lemari terhenti. Kedua tangan Fherlyn menangkup seluruh wajahnya dan mulai terisak. Arsen memutar tubuhnya. Tercenung melihat tubuh Fherlyn yang bergetar dalam tangisan. Lelah? Kenapa wanita itu merasa lelah? Mendadak perut Arsen terasa ditekan dan membuat perasaannya tak enak. “Aku benar-benar merasa lelah mencintaimu.” Pengakuan tersebut seolah mengangkat sedikit demi sedikit beban di hati Fherlyn. Arsen terpaku. Lelah mencintai dirinya? Ada rasa kehilangan yang tak bisa Arsen jelaskan. Ia terbiasa merampas seluruh pikiran Fherlyn dan mengisi dengan dirinya. Ia terbiasa menjadi tempat tujuan wanita itu kala terpuruk. Ia terbiasa menggenggam hati wanita yang dipenuhi kepasrahan hanya untuknya. Tapi ia belum pernah mendengar keluhan wanita itu karena mencintainya. Dan saat lelah, ia akan menyuruh wanita itu berhenti. Akan tetapi, jika Fherlyn lelah mencintainya, menyuruh wanita itu berhenti entah kenapa membuatnya merasa kehilangan. Seolah wanita itu lepas dari genggamannya begitu saja. Seperti saat Fherlyn melarikan diri empat tahun yang lalu. Arsen berjalan mendekat. Berdiri dengan kedua lututnya di hadapan Fherlyn. Lalu tangannya terangkat menurunkan kedua tangan Fherlyn dari wajahnya. Wajah penuh air mata bukanlah pemandangan asing di mata Arsen. Ia sudah terlalu sering melihat wajah cantik itu basah, dan selalu memberinya rasa sesak yang sama di dadanya. Tak puas dengan beban yang masih tersisa, Fherlyn menarik napas panjang-panjang sebelum melanjutkan semua keluhan di hatinya. Seolah ia tak mampu membendungnya lebih lagi. “Aku sangat mencintaimu, Arsen. Tapi aku tak tahan ketika kau selalu menyakiti hatimu. Aku tak bisa menahannya lebih jauh. Aku benar-benar sudah lelah dan ingin berhenti.” “Kupikir, semakin kau menyakitiku mungkin aku bisa membencimu. Mungkin perasaan cintaku akan luntur dengan perlahan. Tetapi pengabaian dan sikap kasarmu, hanya membuat hatiku terkoyak. Merusakku dari dalam tanpa menghentikan perasaanku padamu sedikit pun.” Ada senyum tersamar di bibir Arsen. Tangannya menangkup kedua pipi Fherlyn seolah takut wanita itu akan hancur jika sedikit saja ia menekan telapak tangannya. “Jika kau menghentikan perasaanmu, kuyakinkan padamu bahwa kau akan lebih menderita daripada ini, Fherlyn.” Fherlyn menggeleng-gelengkan kepalanya tak sanggup. “Atau kauingin aku membantumu meredakan sakit hatimu? Pilihan ada di tanganmu sendiri.” “Kenapa aku mencintaimu? Kenapa resiko yang kuhadapi harus sebesar ini? Aku tahu kau akan menyakitiku lagi dan lagi tapi aku selalu tak bisa menolakmu. Apa aku memang semenyedihkan itu?” “Apa kau merasa resikonya lebih besar daripada cinta yang kauberikan padaku?” Fherlyn tak tahu kenapa kepalanya mengangguk dengan patuh. Tak peduli jika hal itu membuatnya lebih menyedihkan lagi di mata  Arsen. Tetapi mengakui kebenaran dalam hatinya jelas membuat hatinya seringan bulu. “Ini sangat berat bagimu?” Lagi, Fherlyn mengangguk. “Itu karena kau belum mendapatkan keuntungan dari apa yang kauberikan.” Isakan Fherlyn terhenti. Matanya yang terhalang air mata masih bisa melihat dengan jelas seluruh wajah Arsen. Ada kehangatan yang pernah ia miliki di sana. Ada kelembutan yang tersirat dalam mata gelap itu untuknya. Fherlyn tak tahu semua kehangatan dan kelembutan dalam tatapan Arsen ternyata masih ada. Fherlyn pikir, ia sudah kehilangan semua itu. “Dan itu tidak menyedihkan. Semua pernah mendapatkan kerugian yang kaualami. Itu normal.” Ibu jari Arsen mengusap aliran air mata yang masih tersisa. Masih terpaku dengan kelembutan dalam sentuhan Arsen, Fherlyn mengerutkan kening karena ucapan pria itu. Kerugian? Cintanya bukan sebuah permintaan yang bisa dihitung keuntungan dan kerugiannya. “Apa yang membuatmu resah?” Fherlyn diam. “Katakan. Aku tidak bisa membantumu tanpa mengetahui apa yang ada di pikiranmu. Aku juga bukan cenayang yang bisa membaca pikiranmu. Jika kauingin aku membantumu, katakan padaku.” Cukup lama Fherlyn terdiam. “Aku ingin benar-benar menjadi istrimu.” “Kita sudah menikah, dan kau sudah menjadi istriku.” Fherlyn menggeleng. “Mungkin aku memang serakah, tapi aku ingin menjadi satu-satunya wanitamu.” “Kau sudah.” “Aku melihatmu mencium wanita itu.” Arsen mengerutkan kening tak mengerti. “Aku? Kapan?” Fherlyn berdiri sambil menepis kedua tangan Arsen yang menempel di tubuhnya. Arsen menangkap tangan Fherlyn dan kembali menarik wanita itu kembali duduk di pinggiran ranjang. “Kita belum selesai.”
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN