Part 24

1044 Kata
“Kauingin menghindar lagi?” “Aku tak tahu kau pura-pura bertanya atau memang kau tak menyadari keberengsekanmu, Arsen. Keduanya tak ada yang lebih baik di mataku.” “Setidaknya beri aku waktu untuk mencerna kalimatmu dengan benar. Mencium wanita? Kapan? Hari ini? Ya, aku memang mencium wanita. Di toilet. Apa mencium istri sendiri di toilet sebuah kesalahan?” cecar Arsen beruntun. Nadanya mulai terdengar tak sabaran. “Tidak! Tapi menjadi kesalahan besar setelah kau mencium istrimu dengan paksa lalu kau mencium wanita lain. Di tempat umum setelah memasukkan istrimu ke mobil dan menyuruhnya pulang tepat waktu seperti perintahmu,” sembur Fherlyn dengan nada yang semakin meninggi. Arsen mengerutkan kening. Mencium wanita? Setelah memasukkan Fherlyn ke mobil? Mata Arsen melebar. “Aku tidak menciumnya.” Fherlyn mengempaskan tangan Arsen dengan kasar. Arsen tertawa mengejek. “Jujur aku suka dengan kecemburuanmu, Fherlyn. Tapi jika rasa cemburumu mulai tak masuk akal, akan lain ceritanya.” Fherlyn memejamkam matanya. Sekarang, ia tak tahu apa yang diinginkannya. Ia benar-benar merasa lelah. “Apa kau pernah bertemu dengan Alsya? Jangan bilang dia mengatakan padamu bahwa aku pernah tidur dengannya?” Fherlyn membelalak. Ya, ia bertemu dengan Alsya tadi pagi dan ya wanita ular itu pernah mengaku padanya pernah tidur dengan Arsen. Empat tahun yang lalu. Di saat ia benar-benar membutuhkan Arsen. “Apa dia masih suka menebar gosip murahan itu?” “Apa maksudmu?” “Kau bukan satu-satunya wanita yang mendengar pengakuan tak masuk akal itu.” “Oh ya?” “Aku tak akan membahas hal semacam itu dengan kekeraskepalaanmu. Sekarang dan di ranjang kita. Tapi jika kau tak memercayai kata-kataku, jangan salahkan aku jika kau menggila dengan semua pikiran liarmu sendiri.” Fherlyn tertegun. Oleh kata ranjang kita. Yang mengartikan bahwa dia bukanlah orang asing yang singgah di ranjang Arsen. Bahwa ternyata dia memiliki tempat di rumah ini. Di kamar Arsen. Cukup hanya dengan dua kata itu, kecemburuan dalam hatinya menguap dalam hitungan detik. “Karena sepertinya pembicaraan kita sudah selesai, sepertinya ...” Arsen mengangkat tangannya. Menyentuh kancing baju tidur Fherlyn dan mulai melepas pengaitnya. “Kau tahu kenapa kau harus tetap di ranjangku, kan?” Fherlyn meneguk liurnya dan sentuhan Arsen seketika berubah menjadi gelenyar yang merayapi setiap saraf di seluruh tubuhnya dan berkumpul di perut. Melemaskan lututnya dan hanya bisa pasrah ketika Arsen mulai membaringkannya di ranjang. Tubuhnya tak pernah mampu menangkal buaian Arsen. Dulu ataupun sekarang. Setiap sentuhan Arsen menenggelamkan Fherlyn dalam buaian yang penuh godaan. Menjanjikan kenikmatan. Untuk mereka berdua.   ***   Pagi itu Fherlyn terbangun lebih awal. Beban yang mengalung di perut dan hembusan napas teratur yang meniup tengkuk serta d**a bidang yang menempel di seluruh punggung. Tanpa sehelai benang pun memisahkan kulitnya dan Arsen. Menyambut pagi harinya dengan berbunga-bunga. Fherlyn suka suasana seperti ini. Selalu. Terbangun dalam pelukan hangat Arsen, setelah semalaman saling menyatu. Wajah Fherlyn merona mengingat aktifitas panas mereka. Selalu. Arsen selalu menyentuhnya dengan lembut. Memperlakukan tubuhnya dengan penuh pemujaan dan seketika segala macam masalah yang memberati pikirannya menguap begitu saja. Hanya ada Arsen dan dirinya. Saling melengkapi, saling berbagi napas, dan tenggelam dalam kenikmatan. Hanya di saat-saat seperti inilah, dirinya dan Arsen seimbang. Saling memberi dan saling menerima. Meski terkadang keserakahan akan datang dan dirinya merasa kurang puas saat semua ini telah usai. Sekarang, ia ingin menikmati setiap detik momen tersebut. Sebelum Arsen terbangun dan kenyataan datang menamparnya. Kecupan ringan yang menyentuh kulit tengkuknya menandakan bahwa pria itu sudah terbangun. Tubuhnya berdesir dan perutnya melilit ketika tangan pria itu mulai membelai perutnya yang rata. “Kau sudah bangun?” Suara serak khas bangun tidur yang teredam kulit tengkuk Fherlyn. Fherlyn mengangguk. Tanpa jawaban dari mulutnya pun ia tahu Arsen melihat gerakan kepalanya. “Apa kau menggunakan kontrasepsi?” Fherlyn mengangguk lagi. Ia bisa merasakan seringai di bibir Arsen yang menempel di kulit lehernya. Ya, untuk berjaga-jaga, ia melakukan suntik kontrasepsi dua hari menjelang hari pernikahannya. Meski sebelumnya ia berpikir hal itu tak perlu dilakukan mengingat bagaimana dinginnya sikap Arsen padanya. Fherlyn mengira pria itu tak mungkin menyentuhnya. Tapi, ternyata Arsen masih menginginkan tubuhnya. Lagi pula, pria mana yang akan menolak tubuh indahnya. Ia cantik dan memiliki bentuk tubuh sempurna yang diidam-idamkan semua wanita. Dan memang hanya itu kelebihan yang bisa ia banggakan di depan Arsen. “Sepertinya kau mulai belajar dari kesalahanmu, ya?” Kecupan Arsen merambat ke pundak lalu turun ke cekungan leher Fherlyn.  Sial, ia ingin lebih. Tangannya bergerak menyentuh d**a Fherlyn dan gairahnya seketika meletup. “Aku ingin bertemu Adara.” “Alea akan mengantarnya hari ini,” jawab Arsen ditengah kesibukannya memberi tanda di leher Fherlyn. Lalu membalik tubuh Fherlyn dan menangkap bibir ranum wanita itu dalam sekali gerakan. Kedua tangan Fherlyn yang menyentuh d**a Arsen berusaha memisahkan tubuh mereka yang mulai saling menempel. Wajahnya bergerak ke samping, melepas lumatan Arsen. “Aku ... harus ke kamar mandi. Jam berapa Adara datang?” “Kita masih punya waktu.” Wajah Arsen mendekat lagi. Hendak melanjutkan lumatannya. “Kau tak membiarkanku tidur hampir semalaman. Apa kau juga akan merampas pagiku?” “Ya,” jawab Arsen singkat. Kedua tangannya menahan rahang Fherlyn agar tak bergerak dan kembali menenggelamkan bibirnya di kelembutan bibir Fherlyn. Fherlyn mengalah meskipun tahu dirinya tak akan sanggup melawan gairah Arsen. Pria itu sudah menaiki tubuhnya dan dirinya pun sudah mulai terbawa gairah Arsen. Lalu, ketukan di pintu menyadarkannya. Arsen mengabaikan gangguan kecil itu. Hanya bertahan beberapa detik dan ketukan itu terdengar lagi. Sialan! “Hentikan, Arsen!” Fherlyn mengerahkan seluruh tenaganya untuk menyadarkan Arsen yang sudah menuli karena gairah. Arsen menggeram. Mengangkat tubuhnya dan menatap ke arah pintu dengan jengkel. “Apa mereka tak tahu ini kamar pengantin baru?!” gerutunya sambil mengenakan celana karetnya yang terjatuh di lantai samping ranjang. “Tunggu sebentar!” perintahnya pada Fherlyn sambil melempar selimut menutupi tubuh hingga kepala wanita itu. Fherlyn memutar mata dengan jengah. Menarik turun selimut dan meraih baju tidurnya. Mengenakannya di balik selimut. “Ada apa?” bentak Arsen sambil membuka pintu kamarnya dengan kasar. Pelayan yang mengetuk pintu tersebut seketika terlonjak dan wajahnya memucat. Tubuhnya gemetar hendak melarikan diri. Seharusnya ia pergi setelah ketukan pertamanya tak mendapatkan jawaban. “Ada apa?!” bentak Arsen lebih keras. “Ii ... tu ...” Pelayan tersebut mengangkat tangannya dengan gemetar. Dengan terbata, ia masih tetap berusaha menyelesaikan kalimatnya. “ ... di bawah ... ada nona ... Alsya.” Fherlyn berhenti mengancingkan bajunya ketika mendengar nama Alsya disebut. Mencuri pandang ke arah pintu. Apa Alsya juga datang ke rumah ini? Sepagi ini? Fherlyn mengembuskan napas beratnya. Bangkit berdiri dan bergegas ke kamar mandi. Kenyataan datang sepagi ini? Menamparnya keras-keras. Arsen mengerutkan kening. “Sepagi ini?” Pelayan itu mengangguk. “Ada urusan apa?” “Mengembalikan kunci mobil tuan. Dan ... dan menunggu tuan untuk berangkat ke kantor bersama.” Arsen menggeram. “Katakan padanya aku berangkat lebih siang. Dan suruh dia berangkat dulu.” Arsen membanting pintu tertutup. Dan geramannya semakin keras saat menengok ke belakang. Menemukan Fherlyn sudah tak ada di sana. Ditambah pintu kamar mandi yang dikunci dari dalam. Sialan.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN