CSL BAB 11 . Rumput Tetangga Lebih Hijau

1122 Kata
Labibah masih terlihat berbaring di tempat tidurnya saat Fauzan masuk ke dalam. Labibah masih menggenggam secarik kertas dari Fahri, tapi genggamannya itu berada di bawah bantal yang ia tiduri. Labibah tahu Fauzan masuk ke dalam kamar. Ia melepaskan kertasnya, lalu ia pura-pura tidur. Ia tidak mau Fauzan melihat dirinya menyimpan sesuatu yang itu adalah pemberian dari sahabat suaminya. Fauzan mendekati Labibah, dia menarik bangku kecil yang berada di depan meja rias Labibah. Fauzan duduk dengan di depan Labibah. Fauzan menyentuh pipi dan bibir Bibah yang membiru, lebam karena bekas tamparan dan cengkeramannya itu. “Maafkan aku, Bibah,” ucapnya lirih. Fauzan mengambil jaketnya, lalu pergi meninggalkan Labibah. Entah ke mana ia akan pergi malam ini. Fauzan mengambil kunci sepeda motornya. Ia pergi menaiki sepeda motornya, tidak pakai mobil. Labibah sebetulnya belum tidur. Ia juga mendengar ucapan Fauzan yang meminta maaf padanya tadi sebelum pergi. Labibah beranjak dari tempat tidurnya. Ia mendekati meja riasnya, melihat keadaan wajahnya yang tadi baru saja ditampar suaminya. Sudut bibirnya masih terlihat membiru bekas tamparan Fauzan. Bibah kembali mengoleskan krim untuk menghilangkan lebam di sudut bibirnya. “Aku tidak menyangka, karena aku jujur soal Syafira, Mas Fauzan jadi seperti ini. Semoga besok sudah tidak lebam lagi. Besok aku berangkat pagi, tidak mungkin aku izin hanya karena ini,” ucap Labibah dengan mengoleskan krim di sudut bibirnya. Labibah mengambil masker untuk menutupi wajahnya, karena ia mau keluar, supaya asistennya tidak melihat sudut bibirnya yang masih lebam. Ia merasa lapar, ia tidak mau hanya karena masalah seperti itu sampai tidak makan. Cukup Fauzan saja yang menyakitinya, ia tak mau menyakiti dirinya sendiri. “Kalau bukan diriku sendiri yang menjaga kewarasanku, mau siapa lagi? Fauzan? Biar ia melakukan apa maunya, suatu hari kalau ia sudah tahu yang sebenarnya pasti akan menyesal, dan aku pastikan, aku sudah tidak ada di sisinya saat ia sudah menyadari semuanya,” ucap Labibah lirih. Labibah ke ruang makan, masih ada masakan yang ia tata di meja tadi untuk makan malam. Sepertinya Fauzan sudah makan lebih dulu, sebelum ia pergi dari rumah, dan tidak tahu ia pergi ke mana malam ini. “Mbak, kok baru keluar makan?” tanya Mbak Sani. “Eh iya, tadi ngantuk banget, Mbak. Soalnya lagi agak flu, kepalaku juga berat. Ya sudah aku istirahat dulu,” jawab Labibah. “Pantas Mbak Bibah pakai masker di dalam rumah,” ucap Sani. “Tadi Mas Fauzan sudah makan kan, Mbak?” tanya Bibah. “Iya sudah, tadi juga pamit mau menemui temannya, yang namanya Fahri,” jawab Sani. “Oh iya, aku tahu. Itu sahabat Mas Fahri yang kemarin ke sini, Mbak,” ucapnya. “Mbak Sani sudah makan?” tanya Bibah. “Sudah, tadi di belakang,” jawab Sani. “Oke aku makan dulu, Mbak. Aku makan di kamar saja, sekalian menyelesaikan pekerjaanku,” ucap Bibah. Labibah membawa makanannya ke dalam kamar. Meskipun makanan yang ia rasakan terasa hambar, Bibah tetap menjejalkan makanannya ke dalam mulut, memaksanya untuk makan, karena tidak mau sakit. “Cukup batinku yang sakit, jangan fisikku. Aku butuh sehat, aku butuh raga ini sehat untuk melakukan kegiatan positif, daripada aku hanya terpaku meratapi nasib pernikahanku, lebih baik aku membenahi diri supaya aku kuat menghadapi semua kelakuan Mas Fauzan,” ucap Labibah dengan menyuapkan makanannya ke dalam mulut. ^^^ Fauzan menemui Fahri di rumahnya. Ia masih merasa bersalah dengan Bibah tadi. Fauzan juga tidak tahu mau pergi ke mana lagi selain menemui sahabatnya itu. “Kenapa suntuk amat, Bro?” Fahri menepuk pundak Fauzan lalu duduk di depannya. “Galau mulu nih pengantin baru?” pungkasnya. “Ya gini, nikah sama orang yang sama sekali tidak aku cintai. Kalau kamu menjadi aku, pasti kamu merasakan apa yang aku rasakan, Ri,” ucap Fauzan. “Jangan gitu lah, jalani pelan-pelan, pendekatan pelan sama istri kamu. Kamu gak boleh gitu, pilihan orang tuamu pasti yang terbaik, Zan,” ucap Fahri. “Gimana mau jalani pelan-pelan coba? Lihat dia saja juga aku benci sekali? Padahal pas pulang kerja aku udah pengin bersikap baik dengan dia, eh di rumah, lihat dia emosiku langsung meledak, aku gak bisa kendalikan emosiku, apalagi saat dia bilang Syafira pergi karena dia hamil dengan laki-laki lain? Gak habis pikir, tega dia fitnah sahabatnya sendiri!” ujar Fauzan dengan geram. “Sebentar deh, Fira hamil sama laki-laki lain?” “Iya, Bibah tadi bilang begitu. Masa dia tega fitnah gitu. Aku yakin ini, udah jelas, pasti mama sama papaku juga udah dipengaruhi Bibah ini, soalnya kok tiba-tiba mereka jodohin aku sama Bibah.” “Jangan langsung ngejudge istrimu gitu dulu, Zan. Cari tahu yang sebenarnya. Masa istrimu gitu?” “Ya kali saja? Bisa jadi karena dia mau sama aku, dia mendesak orang tuanya, minta dijodohkan sama aku? Mana ada yang tahu hati seseorang, Ri? Bisa jadi dengan tampang sok alim dan polos ternyata licik kelakuannya?” “Zan ... Zan ... Coba deh deketin Bibah dulu, ajak ngomong baik-baik,” ujar Fahri. “Muak aku lihat wajah dia!” sarkasnya. “Aku baru saja menampar dia, saat dia bilang Fira hamil dengan laki-laki lain. Sudah jelas itu fitnah!” “Kamu menampar Bibah? Gila kamu, Zan!” “Ya aku reflek, karena dia bilang begitu, katanya Fira hamil dengan laki-laki yang namanya Jamil atau siapa tadi. Mana mungkin Fira begitu?” ucapnya. “Sebenarnya aku pun merasa bersalah sekali sudah bersikap kasar dengan Bibah.” “Payah kamu, Zan. Kamu harusnya dengarkan dulu penjelasan Bibah. Bagaimana ceritanya, jangan langsung seperti itu?” “Aku reflek, aku juga sedang emosi, Ri. Tiap lihat Bibah, aku itu pengin marah,” ucap Fauzan. “Sekarang terserah kamu mau bagaimana. Aku gak sanggup sebenarnya mendengar kamu menyakiti Bibah. Kurang apa dia sih, Zan? Mandiri, pintar bisnis, cantik, malah gak kalah cantiknya sama mantan kamu itu?” ujar Fahri. “Kamu suka sama Bibah?” “Kok bilang gitu?” “Iya suka sama Bibah? Dari kemarin aku perhatikan kamu gak lepas memandangi Bibah? Seperti penasaran dengan Bibah?” “Zan ... Zan ... Sekarang ya, siapa yang gak suka sama perempuan secantik dan seanggun Bibah? Kalau ada laki-laki yang gak tertarik sama Labibah, fix dia laki-laki buta!” jawab Fahri. “Jadi kamu suka?” “Bisa jadi, tapi sadarlah aku, dia perempuan bersuami. Makanya hati-hati, banyak di luar sana yang mungkin melirik halaman tetangga lebih indah. Paham, istilah rumput tetangga lebih hijau, kan? Jangan sampai kamu sia-siakan Labibah, ingat kamu pasti akan menyesal!” “Gak akan aku menyesal!” “Ya terserah kamu, Zan.” Fauzan juga tidak mengerti, kenapa dekat dengan Bibah rasanya ingin marah, dan sangat kecewa. Ditambah ucapan Bibah tadi, saat bilang Syafira hamil dengan laki-laki lain. “Masa Fira setega itu? Lalu kenapa dia malah kabur dan tidak menjelaskan padaku kalau dia sedang hamil?” gumam Fauzan.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN