Derita Laura

1379 Kata
Arfa bergegas turun dari mobilnya dengan wajah dingin. Langkah lebarnya memasuki halaman rumah yang terlihat begitu megah dan besar. Pria itu bahkan tidak menghiraukan sapaan petugas keamanan yang berjaga didepan rumahnya. "Dimana wanita itu?" Tanya Arfa kepada salah seorang pelayan yang kebetulan sedang berada di ruang tamu. "Nyonya besar belum pulang Pak Arfa, beliau masih berada di villa, sedangkan ibu Laura beliau ada dikamar Pak Arfa," jawab pelayan tersebut sambil menunduk hormat. Dengan wajah mengeras Arfa segera naik kelantai atas dimana kamarnya berada. Brakk!! Arfa membuka pintu dengan kasar, hingga membuat Laura yang sedang berbaring di tempat tidur dengan mengenakan pakaian seksi terlonjak kaget. "Mas Arfa sudah pulang? Apa wanita j*l*ng itu juga ikut pulang?" Tanya Laura dengan nada sinis. "Siapa yang mengizinkanmu menyakiti wanitaku, hah!" Teriak Arfa, lalu menjambak rambut Laura, menyeretnya turun dari tempat tidur. "Lepas Mas! Sakit! Mas Arfa tega menyakitiku demi w************n itu! Mas Arfa jahat!" Teriak Laura sambil mencoba melepaskan jambakan tangan Arfa dirambutnya. Plak! Arfa menampar Laura hingga wanita itu menjerit kesakitan. "Jangan berani-beraninya kau menghina Aleenaku! Dia tidak seperti yang kau tuduhkan!" Sahut Arfa dengan penuh kemarahan. "Jika dia bukan w************n, wanita pe*a*ur, j*la*g, pelakor! Lalu apa namanya!" Plak! Arfa kembali menampar wajah Laura membuat wanita itu kembali menjerit kesakitan hingga mengeluarkan air mata. "Sekali lagi kau berani merendahkannya, aku akan merobek mulutmu itu!" Bruk!! Arfa menghempaskan tubuh Laura hingga tersungkur kelantai dengan sangat keras. "Apa salahku Mas! Apa! Mengapa kau tega melakukan semua ini kepadaku! Aku istrimu Mas! Aku juga punya perasaan!" Teriak Laura dengan hati semakin terluka. "Kau ingin tau apa salahmu?" Tanya Arfa sambil berjongkok didepan tubuh Laura dengan wajah dingin dan tatapan membunuh. "Kau sudah berani menyakiti wanita yang aku cintai! Kau tau itu!" Teriak Arfa yang terdengar menggema didalam kamar tersebut. "Kau lupa, jika kau sudah mempunyai istri Mas! Kau tidak pantas mencintai wanita seperti itu! Dia tidak pantas untukmu! Dia hanya seorang pelakor murahan!" Plak! Plak! Dua tamparan Arfa kembali mendarat diwajah Laura, hingga membuat wanita itu kembali menjerit kesakitan sambil memegangi kedua pipinya yang terasa sangat panas, hingga telinganya pun ikut berdenging karenanya. "Kau rela menyakiti istrimu sendiri demi wanita sialan itu! Mengapa tidak kau bunuh saja aku sekalian Mas! Bunuh saja aku sekalian! Percuma selama ini aku menjadi istri yang baik dihadapanmu, jika akhirnya kau lebih memilih bunga bangkai dipinggir jalan!" Teriak Laura dengan berurai air mata. "Aku tidak pernah memintamu menjadi seperti itu! Jika kau memang sudah bosan hidup, aku akan dengan senang hati mengabulkannya," sahut Arfa. Pria itu kemudian menarik rambut Laura, lalu menyeretnya keluar dari kamar tersebut. "Jangan berani-berani lagi kau memasuki kamarku ini! Aku akan mematahkan kedua kakimu, jika kau berani menginjakkan kakimu lagi dikamar ini!" Teriak Arfa yeng membuat beberapa pelayan yang kebetulan berada dilantai bawah langsung menyingkir karena takut. Pria itu lalu menghempaskan tubuh Laura begitu saja. "Tega kamu Mas! Kamu tidak punya perasaan!" Teriak Laura sambil menahan rasa sakit dikepalanya yang tiada terkira. Tanpa menghiraukan tangisan dan teriakan Laura, Arfa kemudian turun kelantai bawah dengan langkah tergesa. "Jangan biarkan wanita itu memasuki kamarku! Jika aku sampai melihatnya lagi didalam kamarku, kalian semua akan ikut menanggung akibatnya!" Teriak Arfa sambil melangkah keluar rumah. Semua pelayan dan penjaga dirumah itu hanya bisa menunduk, lalu saling pandang satu sama lain. Tidak ada yang berani membantah perintah Arfa, sampai mereka pun tidak ada yang berani menolong Laura yang masih menangis dilantai atas didepan kamar Arfa. **** **** Laura turun dari mobil dengan mata sembab, wajah memerah bekas tamparan dan kening yang terluka. Wanita itu berulang kali mengusap air matanya yang masih saja terus mengalir di wajahnya. Dengan langkah tergesa wanita itu masuk kedalam villa. "Astaga Laura, apa yang terjadi denganmu? Mengapa matamu sampai sembab begitu? Dan itu, kenapa keningmu sampai terluka begitu?" tanya Nyonya Miranda yang tidak lain adalah ibu tiri dari Arfa, dan mertua bagi Laura. Wanita paruh baya itu sangat terkejut melihat kedatangan menantu kesayanganya dengan wajah terluka dan penampilan berantakan. Nyonya Miranda lalu merangkul bahu Laura kemudian mengajaknya untuk duduk disofa. "Mas Arfa, Ma, dia tega menyakitiku demi seorang pelakor. Mas Arfa ternyata memiliki wanita lain dibelakangku. Dan Mas Arfa lebih membela wanita itu dari pada aku. Bahkan wanita j*la*g itu tidur didalam kamar diruang kerja Mas Arfa, padahal selama ini Mas Arfa tidak pernah mengizinkan aku untuk masuk kedalam kamar itu," jawab Laura sambil terus terisak. Wanita paruh baya itu hanya menghela nafas sambil menggeleng samar. "Lalu, apa kau main jambak-jambakan, cakar-cakaran dengan wanita pelakor itu?" Tanya Nyonya Miranda. "Wanita itu yang aku hajar sampai babak belur, sampai sebelum Mas Arfa datang dan melindunginya," jawab Laura. "Lalu mengapa kau sampai terluka seperti itu?" "Mas Arfa yang membuatku terluka Ma, dia marah karena aku menghajar pelakor itu, dan menghinanya," jawab Laura. Wanita paruh baya itu kembali menghela nafas panjang. "Laura, Laura. Apa kau lupa dengan apa yang aku ajarkan kepadamu selama ini?" Tanya Nyonya Miranda. Laura seketika menegakkan kepalanya, lalu memandang kearah ibu mertuanya. "Maksud Mama?" Tanya Laura, tidak mengerti. "Laura, seharusnya kamu tidak perlu menangis seperti itu. Dan kau juga seharusnya tidak perlu bermain kasar dengan wanita itu, apalagi didepan Arfa. Kau harus bisa bermain cantik dalam menghadapi pelakor. Apalagi pelakor itu adalah wanita yang dicintai oleh Arfa, salah besar jika kau menyakitinya, apalagi didepan Arfa secara langsung," jawab Nyonya Miranda panjang lebar. "Jadi menurut Mama tindakanku kali ini salah?" "Jelas itu benar, tapi kalau kau melakukannya dibelakang Arfa tanpa diketahui olehnya," jawab Nyonya Miranda dengan santai. Sesaat Laura terdiam sambil mencerna ucapan ibu mertuanya itu. "Maksud Mama, apa aku harus mengalah kali ini?" Tanya Laura. "Lebih kurangnya seperti itu. Kita lihat saja apa yang sebenarnya di inginkan wanita siluman rubah itu," jawab Nyonya Miranda sambil tersenyum penuh arti. "Bagaimana bisa aku seperti itu Ma? Pelakor itu pasti akan semakin diatas angin jika aku hanya berdiam diri saja," sahut Laura. "Apa kau lupa, jika sebelum Arfa menghilang ia bersikap baik dan menghargaimu? Seharusnya kau bisa lebih bersabar lagi kali ini, agar dia kembali lagi seperti dahulu. Jangan pernah lagi menyinggung tentang wanita pelakor itu didepannya. Kau harus meminta maaf dan layani ia seperti biasanya," sahut Nyonya Miranda. "Lalu wanita pelakor itu?" "Kau cari tau siapa sebenarnya wanita itu, dan dimana mereka bertemu. Setelah kau mengetahui semua tentangnya, temui wanita itu baik-baik dan mohon kepadanya agar ia mau menjauhi suamimu. Yang kedua, kau cari kelemahan dan keburukannya sebanyak mungkin, bila perlu kau lakukan apa saja untuk membuat Arfa tidak mau lagi memandangnya. Jika cara itu tidak berhasil, maka kau perlu melakukan cara ketiga," jawab Nyonya Miranda. "Cara ketiga? Cara bagaimana itu Ma?" Tanya Laura dengan rasa penasaran. "Cara ketiganya adalah dengan menyingkirkan wanita itu secara diam-diam, hapus semua jejaknya dan jangan sampai Arfa tau jika kau pelakunya," jawab Nyonya Miranda dengan menyeringai kecil. Laura seketika menyunggingkan senyum diwajahnya begitu faham dengan maksud ucapan ibu mertuanya. "Sekarang kau mengerti dengan maksudku?" Tanya Nyonya Miranda. "Kau hanya perlu terlihat lemah, mengalah dan pasrah dengan keadaan rumah tanggamu saat ini. Terlihat lemah bukan berarti kau tidak bisa membalas perbuatan wanita pelakor itu. Tapi dengan terlihat lemah dan pasrah, kau justru bisa leluasa menjalankan aksimu. Satu hal yang perlu kau ingat, jangan sampai kau kehilangan suamimu, pertahankan dia apapun caranya, bukankah kau sangat mencintainya,?" "I-iya Ma," jawab Laura dengan gugup. "Maka dari itu kau harus lebih cerdas dibanding wanita pelakor itu. Oh ya, ngomong-ngomong siapa wanita itu? Apa kau tau namanya?" Tanya Nyonya Miranda penasaran. "Namanya Aleena Ma, hanya itu yang aku ketahui saat ini," jawab Laura. "Apa dia masih muda? Atau jauh lebih muda darimu?" "Iya, dia jauh lebih muda dari pada aku, mungkin usianya sekitar 25 tahun kebawah Ma," jawab Laura dengan raut wajah tidak suka. "Pantas saja dia jadi pelakor. Apa dia cantik? Cantik mana dia denganmu?" Tanya Nyonya Miranda dengan antusias. "Maa," cicit Laura tidak suka. "Kau tidak perlu kuatir, Mama hanya penasaran saja," sahut Nyonya Miranda sambil tersenyum kearah anak menantunya itu. "Dia masih muda dan jauh lebih cantik dari pada aku Ma," ucap Laura dengan wajah sendu. "Kalau bergitu percantik dirimu. Tidak ada salahnya juga kau mengikuti gaya berpakaian dan tutur kata w*************a itu, dengan begitu Arfa bisa melihat hal yang sama ada dalam dirimu," sahut Nyonya Miranda. Laura hanya menghela nafas panjang mendengar saran dari ibu mertuanya itu. Ia tidak habis fikir, mengapa ibu mertuanya itu punya ide dan saran seperti itu.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN