Chelsea berjalan gontai dengan pandangan tak bernyawa menuju pintu. Pupus sudah harapannya untuk bisa menarik perhatian Bastian, pupus sudah rasa untuk membuat pria itu jatuh cinta padanya.
Dulu harapan itu ada karena Chelsea terus berpikir positif, bahwa kabar Bastian adalah seorang gay hanyalah sebuah rumor atau gosip tak berdasar. Namun hari ini apa yang dia lihat dengan mata kepala sendiri membuat pikiran positifnya menguap bagai embun.
Bagaimana mungkin pria seganteng Bastian, pria yang Chelsea yakin adalah jodoh di masa depannya, malah berciuman dengan pria lain?
Diam-diam Chelsea melirik ke arah Alex. Dan dia mendesah lemah sebab melihat Alex bahkan tak kalah rupawan dari Bastian.
Sungguh, ke manakah letak keadilan di dunia ini? Jika makhluk-makhluk tampan nan rupawan itu saling mencintai sesama jenis mereka, lalu bagaimana nasib makhluk bernawa kaum hawa? Hati Chelsea miris memikirkannya.
Dan tak butuh waktu lama bagi Chelsea untuk mencapai pintu keluar.
Sementara itu, Indra yang tidak menemukan Chelsea di mana-mana dan hendak kembali ke ruangannya untuk menghubungi Pak Budi atau Bu Siti lewat panggilan interkom, justru terkejut saat mendapati Chelsea baru saja keluar dari ruang kerja Pak Bastian. Dia hendak bertanya—mengomel jika perlu karena lagi-lagi Chelsea ketahuan melanggar aturan yang berlaku sekali lagi.
Namun alih-alih mengomeli, Indra malah dibuat bingung dengan tingkah laku Chelsea. Tatapannya nampak sedikit kosong dan kecewa? Bahunya merosot ke bawah seolah tidak mempunyai tenaga dan yang lebih penting lagi Chelsea terlihat seperti perempuan yang tidak ingin hidup saat ini.
“Chelsea? Are you okay?” tanya Indra hati-hati.
Melirik sekilas pada Indra, Chelsea sama sekali bungkam. Gadis itu justru menunduk, kemudian menghela napas karena baru menyadari dia masih membawa album foto-foto Bastian bersamanya.
Tanpa menjawab sorot penuh tanya dari sekretaris pribadi Bastian tersebut, Chelsea menyerahkan album foto di tangannya pada Indra. Kemudian melanjutkan langkah gontainya dan pergi menjauhi ruang kerja Bastian. Hal yang lantas membuat Indra kebingungan setengah mati.
Sebenarnya apa yang barusan terjadi di dalam sana?
***
“Hueeeee ...”
Chelsea menangis di salah satu bilik toilet. Tisu gulung yang biasanya tergantung di sisi bilik kini berada di tangan Chelsea, gadis itu menggunakannya untuk mengelap air mata dan ingus yang terus keluar tanpa lelah.
Bu Siti dan para Office Boy yang tau berusaha membujuk Chelsea untuk keluar. Mereka kebingungan karena tau-tau Chelsea muncul di ruang staff kebersihan dan menuju toilet. Diabaikannya sapaan serta salam dari Pak Budi dan kawan-kawan. Bahkan Chelsea menganggap bahwa Bu Siti tidak ada saat dia melewatinya di koridor.
“Dia kenapa, Bu?”
“Ya saya nggak tahu, Pak! Kan tadi tiba-tiba muncul sudah begitu,” jawab Bu Siti pada Pak Budi. Mereka semua berkumpul di depan toilet.
“Jangan-jangan Chelsea kesambet lagi, Pak!” sahut Putra berpendapat.
“Hush! Kamu ini ngomong apa sih?”
“Lho, Pak Budi emang nggak tahu rumor tentang hantu yang menghuni gedung ini?”
“Hantu apa sih? Nggak ada hantu di dunia ini!” decak Pak Budi.
“Ada, Pak! Masa nggak tau? Ini ya saya cerita. Si Farhan pernah kan waktu itu pulang, tapi ternyata ponselnya ketinggalan di loker. Nah, dia terpaksa balik lagi ke sini meski sudah maghrib. Dan pak Budi tau, pas Farhan masuk ke ruangan ini dan mengambil ponsel di loker, dia mendengar ada suara keran air yang menyala. Sebagai Office Boy yang baik dan bertanggung jawab dia tentu langsung mengecek untuk mematikannya. Namun anehnya, saat Farhan udah matiin itu keran dan baru aja berbalik keran itu hidup lagi.”
“Ck, itu emang dasarnya kerannya aja yang rusak!”
“Idiiiih. Dengerin sampai habislah!” tegur Putra setengah sewot. Para OB lain yang juga baru mendengar cerita ini mengeluarkan protes yang sama pada Pak Budi. Kan mereka sedang penasaran-penasarannya dengan cerita mistis di perusahaan tempat mereka bekerja saat ini.
“Ya udah lanjutin,” kata Pak Budi tak kalah sewot. Namun Putra sama sekali tidak mengambil hati.
“Jadi, karena keran itu menyala lagi, Farhan mematikannya lagi. Setelah memastikan keran itu benar-benar mati, Farhan berbalik. Namun baru satu langkah dia akan pergi ... keran itu menyala kembali.”
Para OB yang berkumpul dan mendengarkan dengan seksama saling meneguk saliva kasar. Kini udara dingin seolah sedang merambat ke tengkuk-tengkuk belakang leher mereka.
“L-lalu, apa yang terjadi?” tanya salah satu.
Putra pun melanjutkan. Suaranya yang biasa lantang kini jadi separuh berbisik, membuat telinga-telinga itu makin mendekat agar cerita bisa mereka tangkap dengan benar.
“Lalu, Farhan yang mulai merasa aneh, kembali mematikan keran itu lagi. Dia menatap keran itu lamaaaa sekali, memastikan bahwa keran itu tidak tiba-tiba terbuka lagi. Dan setelah menunggu sepuluh menit dan keran itu baik-baik saja, dia berbalik. Tapi saat itu BAA!!”
Karena Putra meneriakkan kata BAA dengan keras, semua orang di sana berteriak terkejut. Ada yang langsung mengumpat dengan kasar ada juga yang langsung menyumpahi Putra. Putra sendiri cengar-cengir karena melihat teman-temannya kaget setengah mampus. Sayang, tidak ada yang sampai pingsan. Kan seru kalau sampai ada.
“Nah, saat itulah, saat berbalik itulah tepat di depan wajah Farhan ada sosok wajah tanpa kulit. Kedua bola matanya keluar dari kelopak mata dan hampir jatuh sampai ke pipi. Mulutnya tidak mempunyai bibir, menampilkan gigi-gigir hitam runcing dengan bau napas busuk! Karena terlalu terkejut, Farhan pun pingsan. Dia ditemukan esok paginya oleh salah satu OB di sini,” lanjut Putra kemudian, mengakhiri ceritanya.
“Ah, sudah-sudah! Kalian ini malah cerita seram! Ini Chelsea diurus dulu!” protes Bu Siti.
Putra nyengir, kemudian mengetuk pintu bilik toilet di mana Chelsea masih menangis lirih.
“Chel? Udah dong ayo keluar. Kamu mau aku belikan balon sama es krim? Ayo keluar dulu, nanti aku belikan. Mau balon warna apa? Merah, kuning, hijau atau biru?” bujuk Putra ngawur yang langsung mendapat makian kecil dari teman-temannya.
“g****k lu! Lu kira Chelsea bocah TK?”
“Peak! Pantes jadi Office Boy!”
“Heh, kita semua kan juga Office Boy Bambang!”
“Oh iya sih! Hehe ...”
Mereka berdebat sendiri sampai tanpa diduga pintu bilik itu terbuka. Chelsea muncul dengan hidung dan mata merah karena lama menangis, rambutnya sedikit acak-acakan karena berkeringat. Ternyata menangis melelahkan juga.
“Tuh kan tuh kan tuh kan! Apa kubilang? Berhasil kan? Putra gitu loh!” ujar Putra sambil menepuk d**a bangga.
Chelsea sendiri menatap sekeliling sebentar sebelum akhirnya menangis lagi. “Hueee ... tisunya habis. Hueee ... “
Bu Siti menghela napas, kemudian menarik Chelsea keluar dari dalam bilik toilet. “Dari semua tempat, kenapa sih nangisnya harus di toilet?” kata Bu Siti. Di ruang ganti kan enak, ada AC-nya. Di toilet ngapain? Bikin rambut lepek!” dumel Bu Siti. Dia membawa Chelsea ke ruang perkumpulan OB maupun OG. Mendudukkan Chelsea di sana. Sementara para OB lain masih mengerubungi Chelsea karena penasaran apa yang terjadi pada gadis itu.
“Keamu kenapa sih Chel? Tadi muncul tiba-tiba nangis? Ada masalah di lantai tiga puluh?” tanya salah satu dari mereka.
“Iya, kenapa sih? Cerita aja sama kita. Jangan dipendam sendiri. Ini ya meskipun kita Cuma OB, kita tuh selalu memikirkan solusi bersama-sama biar masalah nggak semakin rumit. Iya nggak guys?”
“Betul!”
“Yap!”
“Benar banget!” jawab mereka bersahutan sambil mengangguk. Yang memang solidaritas dari mereka patut diacungi jempol.
Chelsea menarik napas, terdengar pula tarikan ingus di hidung. Meski sebagian menatap sedikit jijik, namun sebagian lagi lebih menunjukkan wajah empati.
“Cerita aja, Chelsea,” kata Bu Siti. Tangannya menyentuh bahu Chelsea sebagai tanda untuk memberi kekuatan.
Bibir Chelsea sudah bergetar, siap untuk menangis kembali. Namun dia juga ingin bercerita dan mengeluarkan uneg-unge. Maka dari itu meski dengan suara tersendat-sendat, gadis berusia dua puluh empat tahun itu berkata,
“Pak Bastian ... hiks ... Pak Bastian ternyata ... hiks hiks ... Pak Bastian ternyata gay beneran hueeee.” Tangis Chelsea kembali pecah, membayangkan Bastian berciuman dengan Alex tadi. Hatinya terasa patah, dan dia tidak ikhlas lahir batin.
“Aku kan jadi patah hati,” tutur Chelsea melanjutkan.
Sejenak para OB itu terdiam. Lalu dengan satu nada suara, mereka menjawab dengan kalimat yang sama.
“Kan sudah kita bilang dia itu gay, Chelseaaaaa!”
Dan sekali lagi, tangisan Chelsea kembali pecah.