Bab 9: Pekerjaan Baru

1006 Kata
*** Amukan Anton Pramoedya di kediaman Fattah akhirnya terdengar di telinga Daisy Amora. Tindakan suaminya membuat Daisy benar-benar merasa bersalah kepada Fattah. Padahal ia sudah mengusahakan untuk tidak melibatkan sahabatnya itu. Ternyata Anton tetap saja mengincar Fattah. "Aku minta maaf," ujar Daisy tulus. Wanita itu melirik Fattah yang mengenakan setelan jas berwarna hitam dan celana kain. Tampaknya lelaki itu akan melakukan wawancara kerja untuk kesekian kalinya. Pakaiannya rapi, rambutnya pun dicukur rapi. Daisy Amora bisa melihat perubahan mata Fattah. Namun, ia tidak langsung mengomentari hal itu. Dia masih fokus pada kesalahannya yang membiarkan Anton datang mengamuk di rumah Fattah. "Tak apa. Jangan terlalu pikirkan itu. Pikirkanlah ketenanganmu. Perpisahan tentu membuatmu banyak berpikir." Fattah berusaha memaklumi apapun yang menimpanya akibat dari gugatan Daisy kepada Anton. Terlebih Anton sangat temperamental. Fattah akan mendukung apapun keputusan Daisy, meskipun itu juga akan menyeretnya masuk ke dalam suatu masalah baru. Dia adalah sahabat yang baik. Mendukung keputusan sahabatnya apapun yang terjadi. Fattah percaya bahwa semua keputusan Daisy pasti sudah dipikirkan matang-matang. "Terima kasih atas pengertianmu." Daisy memegang tangan Fattah. Itu terjadi secara mendadak. Seketika tubuh Fattah menegang. Ini mungkin sentuhan cewek pertama yang menyentuhnya. Hanya Daisy yang bisa menyentuhnya dengan mudah. Fattah mematung, membiarkan Daisy menyentuh tangannya dengan lembut. "Ngomong-ngomong kau seperti akan ke suatu tempat," ujar Daisy tiba-tiba. Sebetulnya Daisy cukup mengetahui ke mana pergi. Tebakan di kepalanya pasti benar. Pasti Fattah sedang melakukan wawancara kerja. Sudah sejak tadi Daisy ingin menanyakan itu. Namun, ia perlu membicarakan mengenai kesalahan firinya terkait amarah suaminya. Amukan Anton merupakan bagian dari tanggung jawabnya sebagai teman. "Aku akan wawancara kerja. Doakan aku supaya berhasil." Hari ini, Fattah lebih semangat dari biasanya. Baru dua hari lalu Fattah memasukkan lamaran berkas di salah satu perusahaan yang bergerak di bidang retail. Lalu, keesokan harinya seseorang dengan suara lembut menghubunginya untuk wawancara. Mungkin itu adalah bagian dari rezeki Fattah. Kebetulan Fattah memiliki tinggi yang sesuai posisi yang ia lamar. Wajahnya pun tidak buruk. Sesuai dengan kualifikasi karyawan yang dicari. Fattah merupakan calon kandidat yang bagus untuk posisi yang ia lamar. Benar saja, ia mendapat panggilan wawancara kemarin sore. "Semoga berhasil, Fattah." Daisy tersenyum manis, membuat jantung Fattah berdebar-debar tak menentu. Astaga, ia seperti sedang berada di dalam drama percintaan. Mereka terperangkap dalam suasana hening sampai Fattah berdeham. Ehem.... "Ya. Terima kasih." Tidak ada yang lebih membahagiakan dari mendapati wanita yang ia sukai menyemangatinya sambil memegang tangannya dengan lembut. Jujur saja Fattah bahagia akan hal itu. Semua pria pasti bahagia jika diperlakukan istimewa oleh orang yang dicintainya. "Tanganku...." Sudah agak lama tangan Daisy menyentuh tangannya. Oleh karena itu, Fattah berdeham lagi, sehingga tangan mereka terlepas. Daisy tampak gugup, lebih ke malu. Dia memberikan jalan untuk Fattah pergi. Pipinya cukup merah, dan Fattah bisa saja menganggap itu sebagai bagian dari jatuh cinta? Hanya saja, Fattah sadar diri. Apakah ia harus menyebutnya jatuh cinta? Tidak mungkin kan! Seorang Daisy Amora jatuh hati padanya? Itu terdengar lebih mustahil dari turunnya salju di dataran Indonesia. "Aku pergi dulu, Dah...!" "Dah....!" Fattah melambaikan tangan, lalu mengemudikan motor miliknya menuju perusahaan retail yang menjadi tempatnya melamar pekerjaan. Fattah merasa harinya lebih menyenangkan hari ini. Dia berharap ini adalah mimpi baik untuk dirinya. *** Harapan Fattah terwujud. Perusahaan tempatnya melamar pekerjaan benar-benar meloloskan Fattah. Ini kali pertama Fattah merasakan matanya tidak membawa sial. Bahkan ia mulai mendapatkan keberuntungan? Fattah akan menyebut ini sebagai sebuah keberuntungan. Mungkin selama ini, Fattah memang hanya berhalusinasi, dan mengganggap matanya memiliki kekuatan. Nyatanya mata itu tidak punya kekuatan apa-apa. Fattah mengesampingkan beberapa kejadian yang janggal pernah melibatkan matanya. Dia merasa bahwa itu hanyalah suatu kebetulan saja. Hanya kebetulan! "Kamu diterima bekerja di sini. Ini adalah wawancara pertama dan terakhir. Jadi kamu bisa langsung bekerja besok jika bersedia." Penjelasan staf rekrutmen membuat Fattah seperti tengah berkhayal mendapatkan pekerjaan. Dia benar-benar mendapatkan apa yang ia inginkan. Dia lolos bekerja untuk pertama kalinya. Ini adalah wawancara paling mudah yang Fattah lakukan selama hidupnya. Fattah benar-benar merasa kegirangaan. Dia semringah mendapati apa yang ia dapatkan hari ini. "Tentu. Besok aku akan memulai pekerjaaku. Kulakukan yang terbaik sebisa diriku. Terima kasih banyak, Pak." Fattah benar-benar bersyukur atas apa yang menimpa dirinya. Ini benar-benar berkah terbesar dalam hidupnya. "Sama-sama." Sehabis wawancara kerja, Fattah meluncur ke tempat kerja Daisy. Wanita itu tengah duduk di depan komputer ketika Fattah menghampirinya di sebuah butik. Daisy menyambut dengan senyum. Dia berdiri saat Fattah berlari menghampirinya. Lelaki itu langsung mendekap tubuh Daisy dengan begitu eratnya. "Aku berhasil," ujarnya. Daisy adalah jalan pulang bagi Fattah. Teman yang selalu memberikan dukungan baik kepada Fattah. Definisi teman yang sesungguhnya. "Keren. Aku ikut senang, Fattah!" Daisy antusias. "Aku tahu kamu pasti bisa melakukan ini." Fattah memang bisa sebab ia tahu dinyatakan lolos wawancara. Akhirnya Fattah bisa bekerja. Dia tidak akan merepotkan adiknya lagi. Paling tidak, bukan Imran lagi yang bekerja banting tulang seutuhnya. "Ya. Ini semua berkat dukunganmu. Semangat darimu mengalir padaku. Sekali lagi terima kasih, Daisy!" Fattah semringah. Dia merasa seperti berada di sebuah dunia yang lain. Dia merasa seperti di sebuah planet yang isinya hanya dirinya, Daisy dan bunga mawar. Tangan Fattah mulai diberanikan menyentuh kulit wajah Daisy. Keduanya mematung agak lama. Momen itu disaksikan oleh seseorang yang tidak jauh dari mereka. Anton Pramoedya menonton adegan itu. Pria itu pun berlari mendekati Fattah dan Daisy. Anton memisahkan Fattah dan Daisy dengan mendorong Fattah menjauh. "Apa yang kau lakukan?" tanya Anton berteriak. Lelaki itu selalu memiliki waktu dalam memata-matai Daisy. Ketika memergoki Daisy bertemu Fattah. Anton murka lagi, seperti murkanya tempo hari kepada Fattah. "Aku yang harus bertanya padamu. Apa yang kau lakukan padaku dan Fattah?" Daisy berbalik bertanya, berharap Anton bisa segera sadar diri. Lelaki itu sudah di luar batas membuntuti kehidupan pribadi Daisy. "Aku marah karena kau berkhianat. Kau menuduhku berselingkuh. Tapi kenyataannya kamulah yang melakukan itu, Daisy." "Fattah hanya temanku!" Anton meringis. Dia tidak mengatakan apa-apa. Namun ia jelas mengejek Daisy dengan satu senyuman kambing yang ia tampilkan. "Lagipula. Kamu yang selingkuh lebih dulu. Aku memilih pisah. Jadi, tolong. Jangan ganggu aku lagi," ujar Daisy. Anton menggeleng. "Kita tidak akan berpisah. Dan jika itu terjadi maka aku akan memastikan. Hidupmu menderita, Daisy!"
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN