Bab 3. Pertemuan Pertama

1144 Kata
Tami tengah menikmati pemandangan didepannya, kota begitu sibuk walau di week end ini, Tami menyesap kopinya sementara suaminya itu masih tertidur pulas. Tempat Tami dan Evano menginap adalah hotel di Thamrin yang paling legendaris. Hotel ini pun disebut-sebut sebagai hotel berbintang lima tertua di Jakarta. Dari jendela kamarnya, Tami bisa melihat pemandangan Bundaran HI. Pemandangan ini pun sudah Tami nikmati sambil berendam di bathtub-nya yang mewah. Tami menghampiri Evano dan duduk di tepi ranjang, Tami menggoyangkan tubuh Evano untuk membangunkannya. “Sayang, bangun,” kata Tami. “Heem?” “Bangun. Bukannya kita ada sarapan pagi bersama keluargamu?” Evano membulatkan mata dan bangun dari pembaringannya, Evano meraih ponselnya dan melihat pagi menunjukkan pukul 8. Sudah terlambat dari janji temu bersama keluarganya. “Sayang, kamu sudah lama bangun?” tanya Evano. “Iya. Tapi, aku sudah akan bersiap.” “Baiklah. Aku mandi dulu, kamu juga pakai baju ya,” kata Evano turun dari ranjang lalu melangkah menuju kamar mandi. Tami masuk ke kamar ganti dan memilih satu dress dengan tali kekurangan bahan yang dapat memperlihatkan bahu putihnya. *** Tami dan Evano tiba di ruang makan di rumah pribadi milik keluarga Massimo, keluarga blateran Indonesia dan Inggris, hanya saja keluarga mereka menetap di Indonesia, jadi seluruh keluarga sudah ada di sini. “Kalian kenapa lama sekali?” tanya Paula—Ibu mertua Tami yang terlihat masih modis, dan masih muda. Walaupun usianya sudah hampir 50 tahun. “Maaf, Mom, kami kesiangan,” jawab Evano. “Pasti karena malam pertama,” goda Bianca—sang adik bontot. “Sebentar lagi kakakmu tiba,” kata Paula. “Iya, Mom,” jawab Evano. “Tami, kamu tidak akan menunda kehamilan, ‘kan?” tanya Paula. Pertanyaan yang paling Tami tidak sukai, baru menikah kemarin tapi sudah memikirkan anak, apakah dia tidak punya kebebasan untuk memilih? “Aku—” “Kenapa? Kamu mau menunda kehamilan?” Pertanyaan Paula terulang lagi. “Tidak. Aku tidak akan menunda,” jawab Tami. “Kamu tidak punya pekerjaan, jadi apa yang bisa kamu lakukan untuk keluarga ini? Hanya satu yang kami harapkan, yaitu berikan keturunan,” sambung Paula. Memangnya Tami pencetak anak? Lalu apa hubungannya denga dia yang pengangguran? Apa mereka tidak ada yang tahu bahwa Tami juga dulunya bekerja dengan gaji yang tinggi, hanya saja ada sedikit masalah yang ia sebabkan jadi ia di skors selama satu tahun. Tami hanya tersenyum, ia dan Evano saja belum melakukan malam pertama. Tapi, paginya harus dirusak dengan pertanyaan itu. Tak lama kemudian sebuah mobil bugatti terlihat, atapnya terbuka, terlihat pria dengan pakaian casual turun dari mobil mengenakan kacamata rayband, tampan sekali, bunga-bunga pun tersenyum melihat ketampanan yang hakiki itu. Seorang kepala personalia langsung menyambutnya, mempersilahkannya masuk, anak pertama dari keluarga Massimo. Semua keluarga tersenyum melihatnya, tampan sekali. Namun, wanita yang duduk disebelah Evano membulatkan mata dan jantungnya berdetak kencang, saudara Evano yang mereka tunggu adalah Leonel? Pria yang menghabiskan malam dengan Tami, 8 tahun yang lalu. Leonel berdiri dihadapan kelurganya dan membungkukkan badannya, Leonel tersenyum dan berkata, “Aku pulang, Mom, Daddy,” kata Leonel. “Wahh. Kakak semakin tampan saja,” seru Bianca. “Ah kamu bisa saja, Bi,” geleng Leonel. Lalu tatapan Leonel mengarah kepada Tami yang menunduk, Tami terkejut dan bingung harus bagaimana. Bagaimana jika Leonel mengatakan ke keluarga Massimo tentang perbuatannya dulu? Leonel harus diam, Leonel tidak boleh mengatakan apa pun. Malam yang indah yang pernah mereka lalui 8 tahun lalu masih membayangi keduanya, malam indah yang tidak pernah mereka dapatkan di luar sana, bahkan pada pasangan mereka pun, mereka tidak mendapatkannya. Tami berusaha tidak terlihat, walaupun ia hanya menunduk, Tami tidak mau semuanya hancur, bahkan hubungannya dengan Evano. “Selamat datang, Leon,” kata Evano menyambut kedatangan saudaranya dengan mengulurkan tangan yang Leonel sambut dengan baik, sedang Tami diam saja. “Iya, Evan, sorry kalau aku tidak datang di acara pernikahanmu.” “Tidak masalah. Aku tahu kamu sibuk,” kata Evano. “Oh iya, kenalkan ini istriku.” Evano menunjuk Tami. Tami membulatkan mata, bingung apa yang harus ia lakukan, tatapan Leonel masih nakal seperti dulu, dan keluarga Massimo tidak ada yang tahu hubungan mereka di masa lalu. Apa yang akan terjadi? Kenapa Leonel bisa menjadi saudara Evano? Kenapa mereka bisa bersaudara? Kenapa harus Leonel? “Sayang, kenalkan dia saudaraku,” kata Evano. Tami mengangguk dan bangkit dari duduknya, lalu mengulurkan tangan, uluran tangannya disambut baik oleh Leonel. Tatapan mereka menghujam lembut, ada detak jantung yang tidak bisa dijelaskan, ada debaran hati yang tidak bisa dihentikan, tatapan keduanya penuh kerinduan. Cukup lama mereka bersalaman, bahkan Leonel tidak melepaskan tangan Tami, sedang keluarga Massimo kebingungan. Karena sudah cukup lama, Evano langsung memisahkan tangan keduanya. “Kalian kenapa?” tanya Evano. “Tidak apa-apa,” jawab Leonel. “Istrimu cantik dan menawan.” “Iya kan?” Evano menoleh dan mengecup pipi Tami. “Ayo duduklah. Kita sarapan bersama,” kata Edward Massimo—ayah Leonel dan Evano. “Karena Leon sudah datang, ayo kita sarapan,” kata Paula. Semuanya mengangguk, tatapan Leonel terus teralih, Leonel memandang wajah Tami, Tami sengaja tidak membalas tatapan Leonel, namun ketika ia menoleh melihat suaminya, Tami tak sengaja melirik ke arah Leonel, dan Leonel mengedipkan satu matanya. Nakal sekali. Seperti itu kah sifat yang harus Leonel tunjukkan? Pertemuan pertama mereka setelah 8 tahun, harus menegangkan seperti ini. Tami tidak mau hubungan lamanya dengan Leonel terekspos pada hubungannya saat ini, Evano adalah pria yang ia cintai walaupun berat memberikan tubuhnya kepada suaminya, Evano adalah pria yang berjuang untuknya. Leonel terus menatap Tami dengan tatapan nakal, sementara tatapan itu disadari oleh Bianca yang sejak tadi berganti melihat mereka. “Ada apa dengan kalian berdua?” tanya Bianca. Pandangan semua keluarga mengarah pada Bianca. “Apa maksudmu, Bi?” tanya Evano. “Sejak tadi ku lihat Kak Leon menatap Kak Tami.” Bianca menjawab. “Kenapa kamu menatap istriku?” tanya Evano. “Apa dia menawan?” “Dia cantik dan menarik,” jawab Leonel. “Tapi tidak usah khawatir, aku hanya memujinya, tidak lebih.” “Oh.” Evano mengangguk. “Dia memang wanita tercantik yang pernah aku kenal dan temui. Dan, dia idola,” seru Evano. “Oh idola? Idola ranjang?” tanya Leonel membuat Tami membulatkan mata, apa maksud dari pertanyaan Leonel barusan. Tami jadi semakin takut untuk memulai hari ini. Semuanya menoleh melihat Tami dan Evano. Keduanya pura-pura bingung saja. “Apa maksudnya, Bro?” tanya Evano tersenyum. Leonel tertawa terbahak-bahak dan berkata, “Aku hanya bercanda. Kamu ini, kenapa terlihat tegang?” tanya Leonel menggelengkan kepala. Semua keluarga Massimo ikut tersenyum karena candaan Leonel yang tadi sempat membuat tegang. Setelah selesai sarapan, semua keluarga menikmati hidangan penutup yang sudah disediakan koki untuk mereka. Tami terus menerus menghindari tatapan Leonel seolah tatapan Leonel menakutkan. “Jadi, yang mau kami bahas di sini adalah kamu dan Tami harus tinggal di sini,” kata Edward. “Apa? Kami harus tinggal di sini?”
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN