Dan setelah air putih rasa garam itu, Irgi kembali dingin. Maksudnya itu cowok main seenaknya saja. Pergi meninggalkanku begitu saja. Kayaknya yang sarap itu si Irginya deh, bukan istrinya yang lari ninggalin dia. Pantes aja lah ya mana mau cewek di cuekin kayak gitu. Owh astaga, my bag.... Aku menghela nafas kesal. Ini sudah hari ke tiga Meita kasih waktunya. Memangnya semudah membalikkan telapak tangan apa? Iya sih, harusnya buatku mudah. Dapatin cowok. Apalagi di sini. Kampusku tercinta di mana namaku sudah terkenal sampai ke seluruh fakultas.
"Nabila." Nah ini nih suara salah satu cowok yang dari tahun pertama juga udah getol deketin aku. Dan benar saja ketika aku menoleh, kudapati Rizky sudah duduk di bangku yang ada di sampingku.
"Hei."
Rizky itu cakep sih, dengan lesung pipi di wajahnya. Dan rambutnya yang jatuh lurus itu. Tpi aku gak suka sama pembawaannya yang terlalu licin mungkin. Rapilah. Kemeja di masukin ke dalam celananya. Dan rambut yang selalu tersisir rapi. Kayaknya ini cowok memang terlalu menjaga kerapiannya. Dan aku gak suka.
"Makan malam sama aku ya sabtu ini." Rizky mulai menatapku yang tengah mencoret-coret kertas di depanku. Harusnya ini kelasnya Pak Seto, dosen bahasa Inggris. Tapi sepertinya beliau tak datang. Alhasil kelas berubah menjadi rame. Dengan ocehan anak-anak yang sepertinya sebentar lagi juga akan bosan karena terlalu lama menunggu.
"Aku malam minggu ini pulang ke Jakarta. Udah di beliin tiket pesawat sama papa."
Nah biarlah bohong, padahal papa memang memaksaku untuk pulang, tapi minggu kemarin juga baru pulang. Jadi sebenarnya sabtu ini aku mau nginep di rumahnya Meita. Biasa nonton film yang di sewa Mei secara marathon. Selalu aku dan Meita menghabiskan waktu malam minggu begitu. Yah, cewek-cewek yang masih ngejomblo pasti gitu kan?
Rizky tampak kecewa menatapku, tapi kemudian tersenyum lagi.
"Ehm atau aku antar deh ke Jakarta. Tanteku juga ada di Jakarta,.." Tuh kan ini anak tidak pantang menyerah. Kugelengkan kepalaku saat tiba-tiba pintu kelas terbuka. Dan astaga, apa yang kulihat di depan sana membuat jantungku tiba-tiba berdegup kencang."Selamat siang. Saya di sini menggantikan Pak Seto yang berhalangan hadir. Dan seperti jadwal Pak Seto saya akan mengadakan quiz."
"Yaaaaaaaaahhhhhhhhh." Seisi kelas langsung berseru saat pria di depan kelas mengumumkan akan mengadakan quiz. Yah memang Pak Seto kemarin juga bilang begitu, tapi kenapa sekarang ada pria yang sebenarnya membuatku bingung.
"Dia memang siapa?" Refleks aku menoleh ke arah Rizky yang sudah duduk manis di kursinya. Dan sepertinya bingung dengan pertanyaanku.
"Loh dia kan dari minggu yang lalu jadi asisten dosennya Pak Seto. Irgi kan?"
"Hah?" Aku langsung berteriak dan tentu saja teriakanku itu sepertinya membuat seisi kelas berpaling kepadaku. Bayangkan betapa malunya aku di tatap lebih dari 100 anak yang ada di dalam kelas.
"Anda keberatan saya mengadakan quiz. Ok silakan anda boleh keluar sekarang juga."
Mati.
Aku melongo mendengar teriakan Irgi yang dingin itu. Sungguh, pria itu seperti singa yang siap melahap mangsanya. Aku bukan terkejut karena akan diadakan quiz tapi, kenapa Irgi bisa jadi asdosnya Pak Seto?
"Sekarang juga silakan anda angkat kaki!" Kembali aku terkesiap. Maksudnya dia mengusirku begitu? Waaahhh..
"Owh, maaf Pak eh mas. Bukan itu maksud saya, ehmmm.." Tapi Irgi sepertinya sudah menatapku dengan tajam dan mengusirku dari kelas. Tentu saja daripada malu, aku segera memberesi buku yang ada di atas meja, memasukkan ke dalam tas punggungku dengan asal,dan langsung angkat kaki dari kelas. Memangnya dia siapa? Dia gak tahu apa kalau aku itu mahasiswi kesayangannya Pak Seto. Dalam artian aku itu cerdas kalau dalam mata kuliah ini.
****
"Lo gila!" Itu semprotan dari Meita. Ini sepupunya Irgi kayaknya sama deh sifatnya ama si Singa dingin itu. Ku kunyah es batu lagi. Biarin juga gigi ngilu, biar sakit sekalian dan aku gak masuk kuliah. Abisnya dongkol, orang aku gak melakukan kesalahan apapun kok di usir dari kelas. Dan di sinilah kami berada, Meita yang baru saja keluar dari kelasnya langsung melihatku yang sedang terduduk di kantin menikmati es batu. Iya, kali ini aku pesen satu gelas es batu. Gak pake tehnya atau jeruknya, murni es batu.
"Lo kenapa kagak bilang kalau Irgi asdosnya Pak Seto? Gue kan kaget gitu Mei, eh dia ngiranya gue gak mau ikutin quiz. Nyebeliiiinnnnn."
Dan Meita langsung menatapku dengan terkekeh.
"Dari jaman dulu juga Irgi itu udah jadi asdos Bul, yah cuma kemarin kan sempet mandek gara-gara kawin larinya itu. Yang hanya bertahan gak ada satu tahun deh. Makanya saat dia kembali ke sini juga langsung di terima kembali dengan baik. Dia itu cerdas."
Aku mencibir dan merasakan gigiku kembali ngilu. Mau dia cerdas kek, atau pinternya selangit juga. Kalau dingin dan galak begitu siapa yang mau coba?
Aku segera beranjak bangun. Sia-sia juga ngomong ama Meita. Mending pulang deh ke kos dan bobok imut kalau kayak gini. Moodku sudah berantakan sepertinya.
"Eh Bul mau kemana lo?" Teriakan Meita tak kujawab, kalau begini aku mah mending balik ke Jakarta aja deh. Satu atau dua hari di sana juga bisa membuat moodku kembali baik. Aku melangkah dengan cepat, menyusuri koridor yang membawaku ke arah taman.
"Nabila Bulan Dirgantara." Aku langsung menghentikan langkahku saat mendengar suara itu. Siapa juga yang memanggilku dengan nama lengkap seperti itu. Dan ketika aku membalikkan tubuhku lagi. Irgi sudah berdiri menjulang di depanku. Alis pria itu sudah terangkat, dan wajah garangnya kembali terlihat.
"Kamu ikut aku."
"Hah?"
Irgi tampak berdecak sebal saat aku masih tak merespon perintahnya. Memangnya dia siapa coba?
"Cepat!" Lah kok jadi dia yang galak ya? Otomatis aku langsung berbalik dan kembali meneruskan langkahku. Tapi tiba-tiba tanganku di tarik olehnya.
"Heh yang sopan ya." Aku berteriak meski dia sudah menarikku untuk melangkah mengikuti langkahnya.
"Aku ini bukan anakmu jadi gak usah deh tarik-tarik gini. Pacar juga bukan kali..."
Aku benar-benar kesal sama pria yang bertindak seenaknya ini. Tapi kemudian dia menarikku lagi untuk melewati tempat parkir kampus yang luas. Menuju ke sebuah mobil, dan langsung membukanya.
"Masuk." Aku membalikan badanku dan siap akan memprotes tapi dia sudah menatapku galak lagi.
"Masuk sekarang juga." Tuh kan, dia mau ngapain coba sama aku? Kenapa aku jadi merinding disko begini ya? Jangan-jangan dia mau memperkosaku?
"Atau kamu mau mengerjakan quiz ini di sini?"
****
"Nih." Kusodorkan kertas yang sudah berisi jawabanku. Kertas soal itu tadi di berikan Irgi dan dia akhirnya mengajakku untuk duduk di sebuah café yang tak jauh dari kampus. Mengatakan kalau memberiku kesempatan untuk mengerjakan quiz ini. Meski kesal, tapi apalah artinya kalau aku menolak, toh itu memang buat menambah nilaiku. Jadi meskipun dongkol sama sikap Irgi yang semena-mena itu, yah aku akhirnya menurut. Sungguh Bulan kali ini memang labil. Aku merutuki diriku sendiri.
"Maaf, aku sudah mengusirmu tadi." Itu suara Irgi yang saat ini sedang duduk di depanku. Dia tak terlihat menyesal, jadi mengapa dia masih meminta maaf? Wajahnya aja songong begitu.
Aku hanya mengibaskan tanganku. " Maaf di terima." Tapi kemudian satu ide gila terlintas di benakku. Ah ideku ini sepertinya bagus juga.
"Owh tapi tak semudah itu meminta maaf kepadaku. Kamu sudah mempermalukanku di dalam kelas dan aku tak terima. Aku kan selama ini mahasiswi teladan. Pintar dan juga cantik."
Dia mengangkat alisnya ketika aku mengatakan itu. Tapi biarlah, narsis banyak juga sah-sah saja buat putrinya papa Langit ini.
"Dan aku ingin kamu melakukan sesuatu buatku biar aku bisa memaafkanmu."
Dan kali ini dua alisnya terangkat secara bersamaan. Hahahahah biarlah, dia juga terkejut kan? Memangnya Cuma dia yang bisa berbuat semena-mena.
Aku menyingkirkan gelas es teh yang di pesankan Irgi tadi. Lalu mengerjapkan mataku dengan genit kepada Irgi yang masih menatapku malas.
"Jadilah cowokku, maka aku akan memaafkanmu."