Wiliam seketika panik. Telapak tangannya mulai berkeringat saat Selly mendenguskan hidungnya mencoba untuk membaui pakaian yang ia kenakan. Pria itu sontak memundurkan langkahnya dengan perasaan gugup.
"Jangan ngaco, Selly. Mana mungkin baju Mas bau parfum cewek?" decaknya lalu membaui jas hitamnya sendiri. "Nggak, akh. Baju Mas bau parfum yang biasa Mas pake."
"Jangan bohong kamu, Mas. Kamu habis pergi sama cewek lain, 'kan?" tuduh Selly, meskipun merasa agak ragu, tapi firasatnya sebagai seorang istri tidak pernah salah.
"Oke, Mas ngaku," seru William.
"Kamu beneran habis pergi sama cewek lain?" bentak Selly, kedua matanya seketika membulat sempurna. Hatinya mulai panas seakan terbakar.
"Iya, Mas emang habis pergi sama cewek lain," jawab William. "Orang klien Mas cewek, ya jelas aja baju Mas bau parfum cewek. Kayaknya, minyak wangi yang di pake sama klien Mas itu mahal lho, Sayang. Baunya aja sampe nempel di bajunya Mas."
Selly menghela napas lega, ia pikir suaminya akan mengatakan hal yang akan membuat hatinya semakin panas membara. Ternyata, klien yang baru ditemui oleh William seorang perempuan. Pantas saja pakaian yang ia kenakan baunya berbeda dari parfum yang biasa digunakan oleh suaminya itu. Selly berjalan ke arah sofa lalu duduk dengan bersilang kaki.
William seketika mengusap dadanya sendiri seraya menarik napas panjang. Untung saja istrinya itu tidak memperpanjang masalah ini. Jika dilihat dari sikap Selly yang sudah terlihat tenang, sepertinya wanita itu percaya dengan kebohongan yang baru saja ia ucapkan.
William berjalan ke arah yang sama seperti Selly lalu duduk tepat disampingnya. "Sayang, kita udah 10 tahun menikah. Gimana kalau kita memulai program."
Selly mengerutkan kening. "Program? Program apa?"
"Ya program bayi, Sayang. Mas pengen punya keturunan. Hidup Mas udah mulai kesepian lho."
Selly memejamkan kedua matanya seraya mendengus kesal. "Mas Willi, aku 'kan udah bilang berkali-kali bahkan berpuluh-puluh kali kalau aku gak mau punya anak," tegas Selly penuh penekanan. "Kita 'kan udah sepakat buat program Child Free."
"Tapi Mas mulai kesepian, Sayang. Hidup Mas terasa hampa, Mas pengen punya anak," sahut William. "Emangnya apa salahnya sih punya anak? Bukankah seorang anak itu akan menjadi penerus keturunan kita. Kalau kita tua nanti, siapa yang akan ngurusin kamu dan Mas?"
"Hamil itu ribet, Mas. Tubuh langsing aku bakalan melar, belum lagi melahirkannya yang sakit banget. Terus harus menyusui juga, berat badanku bakalan naik banyak," jelas Selly. "Nggak, pokoknya aku gak mau. Aku gak mau jadi gendut gara-gara habis melahirkan."
"Astaga, Sayangku! Hamil dan melahirkan itu udah menjadi kodratnya wanita. Kamu gak boleh ngomong kayak gitu," tegur William mencoba untuk mengingatkan.
"Ya udah, kamu aja yang hamil kalau gitu. Aku gak mau," decak Selly dengan wajah masam.
William mengusap wajahnya kasar dengan kedua mata terpejam. Inilah yang membuat ia mencari kesenangan di luar hingga bertemu dengan wanita bernama Nova. Pria itu benar-benar merasa kesepian, rumah mewahnya yang besar terasa hampa, harta yang ia miliki pun serasa tidak ada artinya tanpa adanya buah hati yang akan meneruskan kerajaan bisnisnya kelak.
10 tahun mengarungi rumah tangga, William begitu mendambakan keturunan. Namun, keinginannya tidak seiring dan sejalan dengan prinsip hidup istrinya. Selly lebih mementingkan dirinya sendiri, wanita itu lebih mengutamakan kecantikan dan bentuk tubuh idealnya dibandingkan dengan harapan suaminya sendiri. Jadi, apa salah jika kemudian William mencari kebahagiaannya dari wanita lain?
"Dengerin aku ya, Mas. Kalau aku udah gak cantik lagi, apa kamu yakin masih mau sama aku?" tanya Selly. "Kalau badan aku udah gak selangsing ini lagi, apa kamu masih cinta sama aku? Pasti nggak, 'kan?"
"Siapa bilang?" sahut William.
"Bohong banget, udah banyak contoh di luaran sana, suami yang selingkuh di saat istrinya sedang hamil. Bahkan nih, ya. Ada seorang laki-laki yang selingkuh di saat istrinya baru 12 hari melahirkan. Hiiih! Aku gak mau kayak gitu."
"Jadi, kamu menyamakan Mas sama laki-laki yang ada di luaran sana?" tanya William mulai merasa kesal. "Perselingkuhan itu bisa terjadi karena beberapa faktor, Sayang. Pertama, si suami udah gak nyaman sama istrinya, kedua si istri gak bisa memuaskan suaminya di atas ranjang dan ketiga--"
"Tunggu," sela Selly membuat William sontak menahan ucapannya. "Ko kamu tau persis sebab-sebab laki-laki bisa selingkuh? Jangan-jangan kamu selingkuh juga dari aku?"
"Hah? Ya nggaklah, Sayang. Mana berani Mas selingkuh dari kamu," bantah William, wajahnya ketika memerah. "Mas cuma pengen punya anak, udah itu aja."
"Mohon maaf, aku gak bisa memenuhi keinginan kamu, Mas. Ya ... kalau kamu mau selingkuh dari aku gara-gara itu, silahkan aja."
"Hati-hati, ucapan adalah doa, Sayang. Kalau Mas beneran selingkuh, gimana?"
"Gak mungkin, kamu gak bakalan bisa selingkuh dari wanita secantik dan seseksi aku. Iya, 'kan?"
William hanya tersenyum hambar seraya menatap wajah sang istri.
"Maafin Mas, Sayang. Mas udah bohongin kamu, Mas selingkuh dari kamu, Selly. Mas udah gak tahan hidup kesepian kayak gini," batin William seraya mengusap punggung tangan sang istri.
***
Sementara itu dikediamannya, Nova tengah duduk santai seraya berselancar di dunia maya. Ia mendadak kepo dengan kehidupan pribadi William. Wanita itu mencari sendiri tentang siapa dan apa pekerjaan pria itu hingga William tidak segan menggelontorkan uang yang lumayan besar untuk sebuah kesenangan. Hari ini saja, William memberinya uang sebesar 15 juta.
Akhirnya, Nova berhasil menemukan akun media sosial William. Wajah Willi yang sedang berpose bersama seorang wanita cantik pun nampak menghiasi propil media sosial tersebut. Nova menghela napas panjang lalu membuka bio pribadinya.
"What? Tuan William punya perusahaan Ekspor Impor, nama perusahaannya Nusantara Wijaya?" decak Nova membulatnya bola matanya merasa terkejut tentu saja. "Pantesan duitnya si William itu banyak banget, ternyata dia beneran horang kaya."
Nova menjatuhkan tubuhnya di atas sofa. Tatapan matanya nampak lurus menatap langit-langit ruang tamu. Andai saja pria bernama William itu masih single, mungkin dirinya akan dengan senang hati menerima perasaanya dan berhenti bekerja sebagai kupu-kupu malam.
"Sayangnya kamu punya istri, Tuan William. Coba kalau kamu single, minimal duda kek," decaknya seraya menghela napas panjang.
Suara ketukan di pintu seketika mengejutkannya, wanita itu sontak bangkit lalu berjalan ke arah pintu dengan perasaan malas. Nova memutar kenop lalu membuka pintu tersebut.
"Selamat sore, Mbak," sapa seorang pria berpakaian rapi. "Apa benar ini rumah mbak Novariyanti?"
Nova mengerutkan kening seraya menatap pria tersebut dari ujung kaki hingga ujung rambut, ia merasa tidak memiliki janji dengan pria manapun malam ini. "Ia bener, Pak. Eu ... maaf, Anda siapa ya?"
"Silahkan Anda tanda tangani surat penerimaan barang ini, Mbak!"
"Maksud Anda? Eu ... saya gak ngerasa pesan barang apapun."
"Tuan William memesan barang-barang rumah tangga untuk Anda, barangnya masih ada di mobil itu." Pria tersebut menunjuk mobil bak terbuka di mana sofa mewah sudah siap untuk diturunkan. Bukan hanya itu saja, satu set perlengkapan kamar pun nampak bertengger di sana membuat Nova benar-benar merasa bingung.
"Itu semua buat saya, Pak? Anda pasti salah kirim, Pak!" decak Nova seraya tersenyum cengengesan.
Bersambung