Sejak kunjungan terakhir Kyna ke rumah Elysia, mereka menjadi semakin dekat. Tidak jarang Elysia mengajak Kyna menghabiskan waktu bersama sepulang kerja.
Sama seperti hari-hari sebelumnya, Elysia dengan sabar menunggu Kyna menyelesaikan pekerjaannya. Ia langsung tersenyum lebar saat menemukan sosok Kyna yang tengah berjalan keluar dari lift.
"Kynaaa!" seru Elysia, riang seraya memeluk Kyna dari samping. Kyna yang terkejut langsung memberinya pelototan, tapi bukan Elysia namanya jika begitu saja takut. Bukannya melepaskan pelukannya, Elysia malah nyengir.
"Ayo ke bioskop," Ajak Elysia, mengabaikan rekan-rekan kerja Kyna yang menatap kedekatan mereka yang sedikit aneh.
"Nggak ah Ely, aku capek. Mau pulang saja," tolak Kyna. Namun dia tidak menolak tangan Elysia yang sudah menempel di pinggangnya.
Elysia merenggut kesal. "Ya sudah." Pasrahnya mencoba memahami Kyna. Walaupun nada bicara agak merajuk itu, tetap terlihat jelas oleh Kyna.
"Padahal besok Sabtu," sambung Elysia pelan. Namun, terdengar cukup jelas oleh Kyna.
Mereka kemudian berjalan dalam diam menuju ke mobil Elysia. Sebab, sejak beberapa minggu belakangan ini, Kyna selalu diantar jemput.
Selama dalam perjalanan, Kyna mengamati ekspresi wajah Elysia yang masih cemberut. Walaupun sahabatnya itu tidak terlihat marah, tapi tetap saja Kyna merasa tidak enak.
Akhirnya Kyna memutuskan untuk sedikit bernegosiasi. "Ke bioskopnya besok saja ya Ely?" bujuk Kyna.
"Hmm, " balas Elysia sekenanya, tampak tidak terlalu bersemangat.
Kyna langsung menghela napasnya. Diberanikannya diri mengusap punggung tangan Elysia. "Hari ini aku menginap di rumah kamu boleh?" Elysia langsung tersenyum lebar. "Boleh!" jawabnya cepat. Mendadak tidak lagi ngambek, malahan wanita itu bersenandung riang sambil menyetir. Terlihat sangat manis di mata Kyna.
Kyna tertawa. "Nah gitu dong, jangan ngambekan." Kemudian mengusap rambut halus Elysia.
"Ehehe ... sudah tidak ngambek kok." Elysia menyengir, tertawa dengan manisnya.
Setibanya mereka di rumah Elysia, seperti biasanya Kyna akan langsung bermalas-malasan, baring-baring tidak jelas di lantai berkarpet ruang tamu, sambil membaca komik milik Elysia. Tanpa melepaskan stocking dan mengganti seragam kerjanya. Tasnya pun dilemparkan ke sembarang tempat.
Elysia geleng-geleng kepala melihat kelakuan Kyna yang seperti anak kecil di usia Kyna yang ke-24 tahun ini, tapi Elysia sama sekali tidak ada niat untuk menegur Kyna. Baginya sikap manja Kyna padanya ini sangat imut.
Sangat berbeda dengan sikap sok dewasa yang biasanya Kyna tunjukkan di lingkungan kantor. Elysia sungguh suka ketika Kyna bermanja-manja dan bergantung padanya. Ia merasa bagai dipercaya oleh wanita itu.
"Kyna, mandi dulu gih. Aku masakkan makan malam, habis itu baru malas-malasan lagi," ucap Elysia seraya mengusap kepala Kyna. Dengan hati-hati, Elysia melepaskan tataan sanggul rambut Kyna yang memang merupakan tuntutan di tempat ia bekerja.
Kyna berguling, membiarkan blazernya mengerut. "Malas ah Ely, nanti saja." Ia kembali sibuk meraih komik kedua.
"Jangan malas Kyna, bau tahu!" tegur Elysia main-main, sambil mengecup kening Kyna. Wajah Kyna langsung memerah, diletakkannya kembali komik itu dan segera berlari ke kamar mandi tanpa membalas kata-kata Elysia lagi.
Kyna tidak pernah merasa terbiasa mendapati sikap spontan Elysia, tiap kali bersikap manis padanya. Padahal Kyna bukanlah pribadi yang pemalu, tetapi tiap kali Elysia mendadak mengecupnya, jantung Kyna selalu tidak kuat.
Melihat kelakuan Kyna, Elysia tertawa. Lalu membereskan ruang tamu yang diberantakan oleh Kyna. Barulah wanita kelahiran Solo itu pergi memasak.
Mereka makan sambil bercerita, apa saja yang terjadi selama satu hari ini. Dengan antusias Elysia bercerita, sementara Kyna mendengarkan sambil sesekali menimpali atau sesekali mencomot potongan cumi dari piring Elysia.
"Eh, jadi besok kamu kerja dong. Padahal aku mau ajak kamu joging Ely." Kyna merengut sebal saat Elysia mengatakan kalau ada anak buahnya yang melakukan kesalahan, sehingga mereka harus bekerja lembur di hari Sabtu dan Minggu.
"Aku bakal temani kamu joging kok, habis itu baru ke kantor. Setengah hari saja kok, sorenya kita bisa nonton di bioskop dan Minggu seharian, waktu aku buat kamu. Setuju?" bujuk Elysia.
Kyna kembali mencomot di piring Elysia. Ia berpikir cukup lama. "Hmm ... ya sudah, tapi benaran ya! Minggu kamu tidak lembur?" Barulah ia menjawab.
"Iya, aku janji," balas Elysia. Selanjutnya mereka mulai membahas rencana jalan-jalan di hari Minggu.
Setelah selesai makan, Elysia pergi mandi. Sedangkan Kyna mencuci piring dan peralatan masak. Walaupun pada dasarnya Kyna pemalas, ia tetap tahu diri untuk tidak membiarkan Elysia mengerjakan semuanya sendirian.
Setelah selesai mencuci, Kyna langsung melanjutkan acara bermalas-malasannya, mumpung besok dia libur. Tak lama Elysia yang sudah selesai mandi, datang membawa bantal dan selimut. Ikutan bermalas-malasan di samping Kyna.
"Nih bantalnya, Kyna. Jangan tidur kayak gitu," ucap Elysia, seraya menyerahkan sebuah bantal. Kyna membalas dengan cengiran.
"Ehehe ... taruhkan," pintanya manja. Sambil menunjukkan kedua tangannya, yang sibuk memegang komik dan cokelat.
"Ya sudah." Elysia menurut tanpa protes, ia mengangkat kepala Kyna dan meletakkan bantal itu, barulah Elysia meletakkan bantalnya sendiri dan berbaring di samping Kyna.
"Remote TV-nya mana Kyna?" tanya Elysia saat tidak bisa menemukan remote di tempat penyimpanannya. Ulah siapa lagi, kalau bukan Kyna yang selalu meletakkan barang di sembarangan tempat?
"Nggak tahu. Tidak usah nonton saja deh Ely, kita baca komik saja," sahut Kyna. Malas mencari remote yang dia lupakan, simpan di mana.
"Dasar malas. Pasti kamu yang hilangkan!" balas Elysia sambil menggelitiki Kyna.
"Aduh ... ampun! Ampun, Ely! Aku benaran lupa simpan di mana." Kyna yang kegelian berguling-guling tidak jelas, hingga tidak sengaja kepalanya menabrak d**a Elysia.njp
Seketika itu juga Elysia menahan napasnya, berhenti menggelitiki Kyna. "Mi- minggir dong, Kyna." Elysia susah payah menyembunyikan kegugupannya, tapi suaranya yang terbata ... telah menunjukkan segalanya.
Bukannya menyingkir, Kyna malah melingkarkan tangannya di pinggang Elysia. Ia memeluk Elysia erat, mengabaikan protesan dari Elysia. Akhirnya Elysia berhenti memprotes dan membalas pelukan Kyna. Mereka terdiam dengan kikuknya, sekaligus merasa amat nyaman dengan posisi seperti ini.
"Ely, aku mau ngomong sesuatu," ucap Kyna pelan. Untuk sesaat Kyna seperti tergoda untuk mengutarakan isi hatinya, tapi rasa ragu, takut perasaannya ditolak membuat nyalinya ciut.
"Apa Kyna?"
"Nggak jadi."
Kyna kembali mengelak, ketika Elysia menanyakan apa yang ingin dibicarakan oleh Kyna. Diluar dugaan, hal itu malah membuat Elysia gemas. Dicubitnya kedua pipi Kyna. "Kalau mau ngomong jangan setengah-setengah." Mata Elysia menatap lurus ke arah pandangan Kyna.
Untuk ke sekian kalinya, Kyna terpesona. Mata tajam Elysia selalu berhasil membuat darahnya berdesis, rasa gugup mulai menguasai isi kepala Kyna.
"Aku takut kamu membenciku, setelah mendengarkan apa yang akan aku katakan," lirih Kyna. Dengan suara sedikit bergetar. Buru-buru ia membalikkan badan hingga membelakangi Elysia, berusaha menyembunyikan emosinya.
Siapa yang sangka, jika Elysia malah memeluk Kyna dari belakang. Wanita itu bahkan mencium puncak kepala Kyna dengan sayang. "Kalau begitu, kamu diam saja. Biar aku yang katakan. Aku sayang kamu, Kyna. Aku tahu ini terdengar aneh dan tidak pantas, tapi aku ingin jadi pacar kamu. Kamu mau jadi pacar aku, Kyna?" Akhirnya wanita itu memberanikan diri menyampaikan perasaannya juga. Setelah cukup lama menahan diri dan cukup yakin bahwa pelukan Kyna tadi berarti bahwa Kyna juga memendam rasa yang sama.
Kyna terdiam, terkejut bukan main hingga suaranya terkunci di tenggorokkan. Ia menutup mulutnya tidak percaya, rasa hangat mulai mengisi hatinya, begitu juga rasa panas yang membakar di pelupuk matanya.
"A-aku – " Kyna menangis, tak sanggup melanjutkan kata-katanya. Reflek Elysia mempererat pelukannya. "Semua akan baik-baik saja Kyna, aku akan menunggu jawabanmu dengan sabar."