29. Human World I

1002 Kata
Saki, Sanka, dan Randra kini tengah berjalan menyusuri pinggiran sungai. Mereka telah melihat permukiman tadi, Saki berinisiatif untuk mengeluarkan flying camera-nya. Dia lalu menerbangkan kamera kecil yang berbentuk tabung untuk mencari permukiman. Sekitar setengah jam mereka menunggu notifikasi dari kamera milik Saki, akhirnya mereka diberitahu bahwa ada permukiman yang bisa mereka lihat dan cari tahu. Dengan flying camera yang memimpin jalan mereka, ketiga kawan itu berjalan mengikuti dari belakangnya dengan berbaris satu baris memanjang ke belakang. Saki yang berjalan duluan tiba-tiba membalikkan tubuhnya, dia menggulirkan pandangannya ke arah samping. Sanka mengerti, dia melangkah cepat ke arah Saki disusul Randra yang bingung terlebih dulu. "Kau punya suara Saki, harusnya kau bicara saja. Jangan pakai kode-kode seperti itu, aku sering tidak paham." ucap Randra begitu telah menyusul kedua kawannya. "Kau nya yang bodoh." ujar Saki melirik ke arah sungai. "Sialan." Randra yang tidak terima malah mengumpat. "Sekali lagi kalian berdebat, aku tidak akan segan-segan untuk mendorong kalian ke sungai itu. Dilihat-lihat, sepertinya agak dalam, yaa ..." Sanka yang berada di tengah-tengah Saki dan Randra harus mengancam kedua kawannya itu agar tidak memperdebatkan hal kecil. "Sorry San. Kawanmu itu memang sedikit bodoh, 'kan?" Saki malah semakin memanas-manasi Randra. Mendengar hal itu kedua mata Randra memicing, dia lalu menatap Sanka seakan menunggu jawaban dari kawan satunya itu. "Hmm." Sanka bergumam. "Sialan, kalian sama saja ternyata." Kesal Randra. "Seberapa lama lagi kita harus berjalan?" tanya Saki kepada kamera terbangnya itu. Kamera terbang itu merespon, dengan badannya yang berbentuk tabung, keluar tulisan berupa angka disalah satu bagian sisinya. Tulisan itu menunjukkan angka '3 km' lagi. Kening Saki mengkerut, dia sadar, baterainya juga baterai kedua kawannya itu tinggal seperempat. Jika mereka terus melanjutkan perjalanan dengan berjalan kaki, maka baterai mereka akan semakin menipis. "Apa kita tidak boleh untuk menggunakan SWG?" Randra dari samping bertanya. Sanka menggeleng, dia lalu menatap Saki. "Sayangnya, tidak boleh Rand. Profesor Jula waktu itu pernah bilang, katanya jika kita menggunakan SWG di dunia manusia, maka kita akan ditangkap. Lebih parahnya Rand, kita bisa diburu oleh siapa pun!" Saki menjelaskan dengan pandangan yang menatap kedua kawannya bergantian. "Diburu? Untuk apa?" Sanka yang bertanya, dia tidak paham maksudnya. Sanka berpikir, kenapa juga mereka harus diburu, mereka kan hanya ingin tahu keadaan di dunia manusia itu seperti apa. "Apa lagi jika bukan untuk penelitian!" Sentak Saki meninggikan suaranya. "Hah? Penelitian?! Kau serius Saki? Itu ... menjijikan." Sanka mengkerut dengan badan yang bergidik tidak suka. "Manusia itu, mereka tidak punya kerjaan." Randra berceletuk di samping Saki. "Yah ... aku juga tidak paham dengan pola pikir mereka. Dari cerita yang Profesor Jula ceritakan kemarin, menurutku, manusia itu hanya mengikuti hawa nafsu. Aku tidak tahu, apakah semua manusia seperti itu, atau tidak ..." Saki bergumam menyedihkan. "Hawa nafsu ya? Hmm, mungkin saja itu hanya sebagian kecil dari seluruh manusia. Bisa saja, bahkan ada yang tidak punya nafsu sama sekali." Sanka berujar dengan pandangan yang lurus ke depan. "Itu tidak mungkin. Aku juga bertanya seperti itu kemarin pada Profesor Jula. Tapi Profesor Jula bilang, tidak ada manusia yang tidak mempunyai hawa nafsu. Yang ada itu, ada manusia yang bisa menahan dengan kuat hawa nafsu mereka, juga ada manusia yang sebaliknya. Itu yang Profesor Jula beritahukan." Saki menjelaskan dengan kedua tangan yang ia sengaja selipkan pada saku celana samping tubuhnya. "Benarkah? Aku jadi semakin penasaran dengan, 'bagaimana mereka hidup' selama ini." Randra yang sedari tadi menyimak, berujar dengan penuh semangat. "Kudengar juga, jika manusia itu bersekolah. Sebenarnya, aku tidak tahu apa itu 'bersekolah'. Tapi, Profesor Jula sama sekali tidak menjelaskan tentang itu." Saki terus berbicara perihal pembicaraan yang ia dan Profesor Jula sempat bicarakan. "Kenapa kau tidak mencari tahu dengan ME-mu? Mungkin asistenmu itu tahu." Usulan dari Randra menyadarkan Saki. Saki meringis kecil begitu merasa dirinya yang ternyata lebih bodoh dari kedua kawannya. "Kau benar." gumam Saki. "Tunggu apa lagi?" Sanka yang penasaran juga menginterupsi Saki yang masih meratapi kebodohannya. "0413." ucap Saki mengaktifkan ME-nya. "Selamat sore Tuan! Ada yang bisa ME bantu?" ME milik Saki menjawab begitu cepat. "Ya, untuk apa aku memanggil mu jika aku tidak butuh bantuanmu." "Maaf Tuan. Apa yang bisa ME bantu?" ME itu sekali lagi bertanya. "Ah, ya. Euu, kau tahu mengenai 'bersekolah'? Aku sudah bertanya itu kemarin pada Profesor Jula, tapi dia tidak memberikan ku jawaban." Saki bertanya dengan dengan sebelah mata yang berkedut, dia menahan kesal. "Bersekolah? Setahu ME, bersekolah itu mempunyai kata dasar, yaitu sekolah. Sekolah sendiri adalah lembaga untuk para siswa pengajaran siswa/murid di bawah pengawasan guru¹. Itu berarti, para siswa/murid itu belajar di suatu lembaga, lalu ada seseorang atau banyak orang yang mengawasi proses belajar mereka. Atau bisa dibilang, yang mengawasi itu disebut sebagai guru. Itu yang saya dapatkan Tuan." ME milik Saki menjelaskan dengan panjang. Kening Saki, Sanka, dan Randra kompak mengkerut. Mereka masih belum paham. "Untuk apa manusia belajar?" tanya Sanka yang bisa didengar oleh ME milik Saki. "Jawab saja ME." Saki berujar. "Untuk apa ME juga kurang tahu. Tapi, setahu ME, belajar bisa sangat menguntungkan manusia. Mereka jadi tahu banyak hal, sama seperti kalian. Hanya saja, caranya berbeda. Jika kalian ingin pengetahuan, maka kalian hanya harus membayar untuk memprogram. Tapi, jika itu manusia, mereka harus melewati suatu proses yang bisa memakan waktu. Yaitu belajar. Tapi sekali lagi, belajar itu adalah sesuatu yang sangat menguntungkan. Dengan belajar, manusia bisa menjadi salah satu dari sekian banyak umat manusia yang bisa dicap sebagai manusia beruntung. Itu yang ME tahu, Tuan." ME milik Saki menjelaskan dengan panjang kembali. Saki mengerjap, dia melirik kedua kawannya yang sama-sama sedang saling melirik satu sama lain juga. "Aku ... aku tidak begitu paham. Kalian?" Saki bertanya dengan ragu. "Itu sama." Dengan kepala yang mengangguk, Sanka membalas pertanyaan Saki. "Aku tidak sebodoh kalian." Randra dengan sombong menyugar rambut palsunya ke belakang. "Tch. Kau 'kan yang paling bodoh di antara kita, Rand." ujar Saki. "Sialan." "Sudah. Saki, nonaktifkan lagi ME milikmu. Kasihan dia, harus mendengar tingkah laku kalian yang menjijikan." Sanka berucap dengan kepala yang sengaja ia miringkan. "Thanks ME, kau bisa kembali sekarang. 0431." Saki menonaktifkan ME-nya. Dia lalu mengibaskan tangannya, menyuruh kedua kawannya untuk melanjutkan perjalan mereka.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN