15. Popularity II

1002 Kata
"s**t!!" Saki dengan kencang mengeluarkan umpatannya. Dirinya mau turun kemari bukan karena ingin menjadi selebriti dadakan. Tetapi, tentu untuk menghilangkan kejenuhannya sebentar. Sebab, pencarian yang tak kunjung ada akhirnya ini. Tapi apa sekarang, dirinya dan kedua kawannya malah menjadi banyak sorotan. Bahkan, sekarang, banyak para robot yang memfoto ataupun memvidio mereka bertiga tanpa sungkan-sungkan. Saki benar-benar tak suka dengan hal ini. Dirinya sama sekali tidak mau menjadi terkenal seperti ini. Ayah Saki juga sering bilang, kalau dirinya harus menghindari kerumunan. Itu menjadi salah satu penyebab Saki tak mau menjadi sorotan. "Stop it!!" teriak Saki kesal. Tapi, seperti yang ia duga, semuanya masih tidak--bahkan terlihat tidak ada niatan-- untuk menghentikan perbuatan menjengkelkan itu. "Saki, bagaimana?" Randra bersuara, dirinya juga merasa sangat tak nyaman dengan perlakuan mereka. "Kita pergi dari sini!" sentak Saki kepada kedua kawannya. Sanka dan Randra sontak mengangguk kencang. Mereka sudah bersiap untuk mengaktifkan SWG-nya. Saki melirik Sanka, dia berdesis kala melihat sisi sebelah Sanka. Di sana, terlihat banyak kerumunan para robot muda yang terlihat baru datang berlari menuju mereka. Sekarang, Saki benar-benar muak. Dia langsung saja mengaktifkan SWG-nya. Lalu, menepuk kedua bahu kawannya sebelum ia melesat terbang meninggalkan Sanka dan Randra yang sekarang sedang melongo melihat tingkah kawannya itu. "Saki!! Apa-apaan kau?!!" teriak Randra menyusul Saki. Rahang Sanka tambah merosot, dirinya tak sadar telah ditinggalkan kedua kawan sialnya itu. "Sialan!!" umpat Sanka kesal. Dengan bergegas, Sanka melesat menyusul kedua kawannya yang sudah tak terlihat itu. "Awas kalian berdua!!" *** "Aku tidak akan pernah mau untuk sekedar mengobrol dengan kelas bawah. Mereka semua bren*sek!!" Bukan Saki yang mengucapkan itu, tetapi, Sanka. Saki terperangah sendiri, merasa terkejut dengan keadaan kedua kawannya ini. "Hahaha, calm down. Kita sudah jauh dari mereka sekarang." ucap Randra dengan tertawa pelan. "Kenapa kau malah tertawa, baji**an?!!" tanya Sanka terlihat sekali tidak suka akan suara tawa salah satu kawannya itu. Saki mengerlingkan matanya geli. Sisi Sanka yang ini, itu jarang sekali terlihat. Sanka itu, adalah salah satu robot penyabar dan bersifat tenang selama Sanka hidup. Randra pun jarang sekali melihat sisi Sanka yang seperti ini. Mengumpat dan menunjukkan raut wajah kesalnya. Itu sebabnya, tadi Randra tertawa. Randra pikir, tadi itu harusnya ia foto. Atau lebih baik, ia vidiokan. Memikirkan hal itu, Randra tertawa kembali. Kali ini dengan lebih kencang. "Sialan! Berhenti menertawakan aku!!" sentak Sanka merasa jengah akan tingkah Randra. "Haha, oke ... Aku akan berhenti, hahahaha." Bukannya berhenti, Randra malah tertawa dengan lebih kencang dari yang sebelumnya. Dirinya benar-benar tidak ingin kehilangan momen ketika Sanka Sang Penyabar terlihat sangat kesal. "Cukup." Saki yang lama-kelamaan merasa jengah juga, menginterupsi Randra. Dia ingin cepat-cepat pergi ke rumah Profesor Jula untuk segera menuntaskan rasa penasaran ini. "Lebih baik, kita bergegas pergi ke rumah profesor. Aku tidak yakin, tentang mereka yang tidak mengejar kita." ucap Saki. Randra melirik Sanka, Sanka mengerti maksud Saki. Saki hanya tidak ingin para kelas bawah menemukan persembunyian mereka sekarang. Jika itu terjadi, Saki tak yakin akan lolos dengan mudah. Tidak seperti tadi. "Ayo kita berangkat!" ajak Sanka yang di-iyakan oleh kedua kawannya itu. Mereka kembali mengaktifkan SWG-nya masing-masing, lalu dengan kecepatan yang tinggi, mereka melesat dengan cepat. Saki berdecih, dia melihat pemandangan yang ada di bawahnya. Terlihat di sana, para robot muda tadi masih berkerumun. Bahkan, mereka bersorak ketika ketiga kawan itu melesat di atasnya. "Sungguh, kalian sangat tidak punya pekerjaan." ucap Saki dengan nada remehnya. "Aku yakin, jika mereka punya SWG, mereka tak akan segan-segan melayang di atas rumah kita. Hahaha." sahut Randra. "Lalu, menunggu kita untuk keluar dari rumah." lanjut Randra membayangkan. "Sialan! Jika hal itu benar-benar terjadi, aku akan menyewa banyak pengawal untuk mengusir mereka. Mereka tak akan ku biarkan, walau hanya lima puluh meter dari rumahku." ujar Sanka. Saki yang sedari tadi menyimak, langsung tertawa kencang ketika mendengar ucapan Sanka. "Sudah, kalian tidak lihat? Rumah Profesor Jula sudah ada di depan. Sebaiknya, kalian hentikan cercaan kalian terlebih dahulu." ucap Saki menyarankan. Sanka yang ingin mencerca para kelas bawah lagi, lantas mengatupkan bibirnya langsung. Mereka melambatkan laju SWG, lalu mendarat dengan mulus di depan gerbang rumah profesor. Ketiga kawan itu terperangah, tepat mereka mendaratkan kaki mereka di atas tanah. Saat itu juga, gerbang besar itu terbuka. Biasanya, mereka harus menekan bel beberapa kali terlebih dulu, baru gerbang yang terlihat besar itu mau terbuka. Tanpa basa-basi, Saki, Sanka, dan Randra melangkah masuk ke dalam halaman luas itu. Ketika pintu gerbang tertutup kembali, pintu rumah Profesor Jula sudah terbuka lebar. Saki berpikir, ada apa memangnya, sampai terlihat terburu-buru seperti ini. Mereka bertiga sudah berada di ruangan seperti biasanya. Sudah ada Profesor Jula di sana. Dia terlihat sedang memakan sesuatu. Menurut pandangan Saki, makanan itu berbentuk seperti cacing. Panjang berliuk dan sedikit tebal. Saki bergidik jijik, dirinya membayangkan kalau harus memakan makanan seperti itu. "Apakah profesor itu memakan cacing?" tanya Randra dengan raut wajah jijiknya. "Kita berpikiran yang sama, kawan." sahut Sanka menepuk pundak Randra. "Ini bukan cacing anak-anak. Ini Mie." dari mejanya, Profesor Jula menyahut. Mendengarkan para remaja di hadapannya ini sedang membicarakan cacing, membuatnya tidak berselera untuk memakan Mie yang berada di hadapannya lagi. "Mie?" tanya Saki mendekat ke arah Profesor Jula. "Ya, Mie. Ini salah satu makanan yang banyak disukai oleh para manusia." jawab Profesor Jula membuat ketiga kawan itu tertarik. "Manusia?" tanya Saki akhirnya. "Profesor, Saki bilang, kau adalah manusia. Benar?" tanya Sanka mewakili rasa penasaran Saki dan Randra. "Itu benar." jawab Profesor Jula sembari bangkit dari duduknya. Ketiga kawan itu terus melihat Profesor Jula yang sekarang sedang berjalan ke arah dapur rumahnya. Saki menatap lekat ruangan dapur itu, menunggu kedatangan profesor yang menyatakan bahwa dirinya adalah sebuah manusia. Saki berdecak, profesor itu, entah sedang melakukan apa di sana. Ini sudah beberapa menit, tapi Profesor Jula tak kunjung kembali ke ruangannya. "Aku seorang manusia. Dan kalian adalah salah satu karya ciptaan kami." ucap Profesor Jula tiba-tiba. Dia terlihat telah mengganti pakaiannya. Celana panjang training berwarna hitam, juga kaos polos berwarna biru gelap. "Apa maksudnya itu? Dan, 'kami'? Itu berarti, manusia bukan hanya Profesor. Tapi ada yang lain lagi, begitu?" tanya Saki dengan dahi yang mengerut. Profesor Jula menjentikkan jarinya, "Yup. Begitu," balasnya.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN