11. Found Answer

1087 Kata
Saki kini sedang mengisi baterainya. Dia berbaring dengan kabel pengisi baterai yang menyambung di lengan dan stop kontak di dinding samping ranjangnya. Saki tengah berpikir, menjelajah memorinya mencari sesuatu yang mungkin bisa menuntaskan rasa penasaran Saki terhadap buku usang menyebalkan itu. "Saki, teman! Ayo kita lanjutkan misi mu!!" Saki terkejut, teriakan membahana dan bantingan pintu yang menabrak dinding yang disebabkan kedua temannya itu, membuat Saki harus mengernyit merasa sakit di area dadanya. "Kalian!!" geram Saki ketika rasa sakitnya mulai mereda. "Ayo! Tapi, lain kali jangan pernah mengangetkan ku lagi, paham?!" tanya Saki menaikkan nada suaranya sembari menyabut kabel pengisi baterai itu. "Iya Tuan Saki. Tapi, ayo, kita lanjutkan misi penasaran mu itu!" ucap Randra menarik lengan Saki agar bangkit dari baringnya. "Hmm." Mereka semua mulai berjalan, melangkah menuju ayah Saki yang seperti biasa, menyeruput brown oil nya. "Ayah." panggil Saki. "Ya," ayah Saki menengok, melihat anaknya sudah rapi bersama kedua temannya, membuat dirinya yakin kalau mereka akan melanjutkan pencarian mengenai buku itu. "Ya, sana berangkat. Ingat, bawa nama Ayah jika kau ingin bertanya pada Profesor Jula lagi. Paham?" "Iya Ayah, Saki masih ingat hal itu." Setelah itu, mereka berjalan keluar rumah Saki. "Kita akan bertanya pada profesor itu lagi?" tanya Randra mengernyit tidak suka. "Ya. Seperti yang kau dengar tadi, aku akan membawa nama Ayah ku kali ini. Ayah kata, itu akan berhasil." ujar Saki menjelaskan. "Semoga cara ini berhasil." sahut Sanka. *** Mereka-Saki, Sanka, dan Randra- sudah berada di gerbang rumah sang profesor. Tak seperti biasanya, gerbang besar itu tidak terbuka kala mereka datang. "Profesor!! Ini Saki, ijinkan aku dan teman-teman ku untuk masuk!!" teriak Saki. Gerbang tetap tidak terbuka. "Profesor! Aku disuruh oleh Ayahku untuk bertanya kembali padamu!!" teriak Saki lagi, kali ini dengan suara yang lebih kencang dari sebelumnya. Pertanda gerbang akan dibuka masih belum kelihatan. Saki melirik kedua temannya, mereka masing-masing mengangkat bahunya. "Lihat." ucap Randra tiba-tiba menunjuk gerbang yang mulai terbuka. "Haha, ini sungguh berhasil ternyata." Saki tertawa bahagia. Ketika gerbang sudah terbuka-walau muat untuk satu orang saja-, merekapun masuk satu persatu dengan Saki yang pertama masuk. "Profesor itu benar-benar mengijinkan kita untuk masuk 'kan?" tanya Sanka kepada kedua kawannya. "Ya. Tentu." jawab Saki di depan. "Huh, lalu kenapa dia terlihat tidak berniat untuk membukakan gerbangnya dengan benar?" "Itu ... Aku tidak tahu. Mungkin, ada sesuatu yang terjadi." Saki menjawab dengan mengedikkan kedua bahunya. Mereka bertiga melangkah menuju pintu rumah profesor. Hingga beberapa meter lagi, pintu besar itu terbuka lebar. Seakan mempersilakan mereka untuk masuk saat itu juga. "See? Dia berniat untuk menyambut kita." ucap Saki. "Hmm, yah." Saki yang pertama masuk, dia melihat Profesor Jula sedang memakan entah makanan apa itu. "Profesor." panggil Saki. Profesor Jula yang dipanggil tentu saja menyahut. Dia terlihat menaruh piring nya sebelum meminum air yang tidak berwarna. "Silahkan duduk, anak-anak." ucap Profesor Jula. Mereka bertiga mengangguk, berjalan ke arah bangku panjang yang berada di depan sofa empuk milik Profesor. "Jadi?" tanya Profesor Jula begitu Saki sudah terlihat ingin bertanya. "Aku ingin bertanya lagi." "Ya, kali ini bertanya mengenai apa?" "Masih dengan buku ini Prof." ucap Saki menaruh buku usang menyebalkan itu di meja hadapan profesor. "O-hoh, masih buku ini ternyata. Dan, Saki, jawabannya masih sama. Aku tidak akan memberitahu mu tentang semua mengenai buku ini." ujar Profesor Jula menimbulkan kernyitan tak suka dari Saki. "Tapi Prof, kali ini, Ayahku yang menyuruh. Dia mengatakan, untuk bertanya kembali kepada Anda Prof." ujar Saki meyakinkan. "Apa itu benar?" tanya Profesor Jula kepada Saki. "Tentu Prof. Untuk apa aku berbohong." ucap Saki yakin. Profesor Jula terlihat menarik napas lalu dihembuskannya dengan pelan. Saki dan kedua temannya masih penasaran, terutama Saki, mereka berkali-kali mencoba melakukan hal seperti profesor itu lakukan. Tapi, mereka samasekali tidak bisa. "Baik. Jika Ayahmu yang berkata seperti itu, aku akan memberitahu, sesuatu mengenai buku ini." ucap Profesor Jula membuat Saki dan kedua temannya terlihat antusias. "Dengar dan cerna baik-baik. Aku tahu kalian hanya robot, tapi kalian diprogram memiliki kecerdasan seperti manusia. Jadi, cerna ini baik-baik. Paham?!" tanya sang profesor dengan tegas. "Baik Prof." Sebelum mulai menjelaskan, Profesor Jula menghela napas terlebih dahulu. Entah kenapa, dirinya merasa khawatir. Setelah mulai merasa rileks, Profesor Jula memandang tiga remaja yang ada dihadapannya. "Jadi, buku ini adalah buku yang menjelaskan tentang cara atau langkah-langkah untuk menghidupkan robot." Profesor Jula mulai menjelaskan. "Kita, robot bukan?" tanya Sanka menunjuk dirinya dan kedua kawannya. Profesor Jula mengangguk, "Ya, kalian lah robotnya." "Dulu, kami harus membeli robot seperti kalian dengan harga yang sangat mahal. Bisa dibilang, hanya orang-orang yang sangat kaya raya yang mampu membeli kalian." Mereka bertiga mengernyit, "Membeli? Orang-orang? Apa itu?" kali ini, Randra yang bertanya. "Ya, membeli." balas Profesor Jula dengan mata yang menerawang ke atas sebelah kiri. "Kalian itu, maksudku para robot, kalian diciptakan oleh kami." "Maksud Anda Prof? Tolong Prof, jelaskan secara rinci mengenai semua yang Profesor tadi jelaskan." pinta Saki dengan raut wajah yang serius. "Maaf Saki, ini bukan waktunya. Lagi pula, Ayahmu hanya menyuruhku untuk memberitahu mengenai buku itu 'kan?" Saki bergerak gusar. Dirinya tidak suka akan hal ini. Hei, baru saja rasa penasaran tentang buku itu menghilang, sekarang, dirinya malah penasaran terhadap sesuatu yang profesor itu ucapkan. Apa-apaan, pikir Saki. "Tapi Prof. Tidak bisakah Anda memberitahu mengenai hal tadi juga?" tanya Saki yang dibalas gelengan oleh Profesor Jula. "Tidak bisa Saki. Sekarang, waktunya kalian keluar dari rumah saya." ucap Profesor Jula mengulurkan lengannya menyuruh mereka untuk keluar lewat pintu besar rumahnya itu. Saki dan kedua kawannya saling pandang. Mereka mencibir, padahal, mereka juga ingin tahu mengenai hal yang tadi Profesor Jula katakan. "Lebih baik Prof, jika ingin bercerita, jangan hanya separuh. Tapi, ceritakanlah dengan lengkap. Oke?" ujar Saki dengan matanya yang menyipit. "Haha, ya-ya. Oke Saki. Tapi itu lain kali. Hahaha." Profesor Jula dengan tak sungkan tertawa terbahak-bahak. Dirinya merasa senang sudah membuat Saki dan kedua kawannya memiliki rasa penasaran lainnya. "Shut up Prof! Jangan tertawa meledek seperti itu." Randra mencibir, dirinya merasa tak tahan akan suara tawa tak mengenakkan milik profesor itu. "Ekhem-ekhem." Profesor Jula berdehem untuk menormalkan mimik wajahnya. "Bagaimana melakukan hal itu?" Saki bertanya, dia melirik kedua kawannya. Sanka dan Randra pun merasa asing dan tak bisa melakukan hal yang profesor tadi lakukan. "Ternyata banyak ya, yang kalian tidak bisa lakukan. Hmm, nanti ku beritahu lebih lanjut. Sekarang, kalian keluar dari rumahku, aku ingin mengerjakan sesuatu." pinta Profesor Jula sekali lagi. "Oke, baik. Kita keluar." Setelah itu, mereka bertiga melangkah keluar dari ruangan tersebut. Tepat setelah selangkah mereka mengeluarkan rumah Profesor Jula, pintu besar itu menutup kembali dengan sendirinya. Saki mencibir, mengajak kedua kawannya untuk cepat-cepat keluar dari rumah besar milik profesor tua tersebut.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN