1. Barat Dhanandjaya

1214 Kata
"Barat Dhanandjaya. Mulai hari ini, dia akan ngikutin ke mana pun kamu pergi, kecuali kalau selamanya kamu mau Papi kurung di sini." Teruntuk Nirwana, dia menatap sosok yang telah berkontribusi besar dalam kelahirannya di dunia, tetapi kenapa papi setega itu? Hanya karena perasaan cinta terhadap Topan--ponakannya--di hati Nirwana. Well, cinta itu sudah ada sejak lama, tersemai apik hingga pernah terjalin hubungan asmara, tak peduli ditentang oleh keluarga, meski pada akhirnya ... Nirwana diasingkan setelah ini. Namun, mengapa hanya dia? Kenapa Topan tidak? Yang mana kini tubuhnya dipeluk erat oleh mami. Tahu? Baru saja terjadi, konon rumah tangga Topan kacau gara-gara Nirwana, alasan kenapa papi menamparnya, kemudian mengurung Nirwana di kediaman Semesta, dengan tanpa sedikit pun izin walau hanya untuk mengurus bisnis kecil-kecilannya yang telah Nirwana bangun hingga membuatnya mampu hidup tanpa sokongan biaya dari orang tua. Ngomong-ngomong, ini sakit ... padahal dia tidak berusaha merebut Topan dari istrinya, kan? Nirwana cuma minta--untuk yang terakhir kali--oh, oke, dia salah. Nirwana terdiam, tak sepatutnya dia mengambil secuil pun kesempatan, meski sekadar untuk pelukan, terlebih ciuman. Mau dikata yang terakhir pun tetap saja buruk. Seolah-olah di sini Nirwana adalah antagonisnya. Tapi ... semua itu tidak terjadi, kan? Tak ada peluk, cium, atau salam perpisahan mesra dengan pria yang namanya mengakar kuat di hati Nirwana. Satu hal yang pasti, dia tersiksa, tetapi tidak ada seorang pun yang memahaminya. Hanya saja, telanjur hancur ... mereka, dan Nirwana dianggap sebagai pusat masalahnya. Selepas diasingkan, seakan tidak cukup dengan itu, papi menamparnya di depan keluarga besar, lalu mengurungnya di kediaman ini, dan sekarang .... "Minggir," desis Nirwana kepada manusia satu-satunya di kamar ini selain dia dan barusan mami menyusul papi selepas memberinya semangat. Barat. Oh, itu namanya. Dia menunduk menatap sumber uangnya, Nirwana, manusia yang menjadi objek tugasnya dari Bapak Alam Semesta. Barat harus menjaga, mengawasi, dan melaporkan sesuatu hal apa pun kepada beliau terkait anak gadis ini, baru setelahnya Barat akan dibayar. Di sana ... tatapan Nirwana berkobar penuh permusuhan, meski tahu bahwa sosok yang papi sebut Barat Dhanandjaya itu sama sekali tidak ada urusan, apalagi masalah dengannya. Di sini Barat cuma .... "Saya mau keluar, bisa tolong jangan menghalangi pintunya?" tekan Nirwana, kesal. Meski demikian, dia mencoba untuk tetap sopan. Tubuh tinggi Barat yang juga tampak kekar seolah papi memang seserius ini mencarikan orang untuk mengawalnya--oh, iya, itulah Barat ... dia cuma seseorang yang papi sewa untuk jadi pengawal pribadinya. Mengawal agar Nirwana tidak lagi bertemu Topan, huh? "Minggir." Sekali lagi, Nirwana bilang begitu sebab Barat hanya bergeming, menghalangi jalan yang hendak Nirwana lalui. Dia ingin negosiasi dengan papi. Fine. Barat bergeser satu langkah ke kiri, lalu Nirwana melenggang dan Barat lantas mengikuti. Satu demi satu, dua sampai kemudian tiga, lama-lama langkah Nirwana berhenti, pun saat itu Barat juga berhenti. Detik di mana Nirwana menoleh, tatapan Barat menyambut sorot matanya. Nirwana berdecak. Apa di dalam rumah juga dia harus sedikawal ini? Ya, maka dari itu Nirwana perlu bicara dengan papi. Nggak bisa begini. "Papi!" Di mana gerangan? Yang Wana lihat justru Bang Wala, tampak menatapnya prihatin, lalu melirik sosok tinggi besar di belakang adiknya. "Wah ... khodam kamu serem juga, ya, Wana?" Berdecak sebal, Nirwana tak mengindahkan kalimat penuh ledekan itu. Apa tadi? Khodam? Maksudnya, jin penjaga, gitu? Ya, dia memang penjaga, sih. "Papi!" Barat diam saja, dalam artian tidak bicara, kecuali kalau ditempatkan pada situasi yang memang mengharuskannya bersuara. Di sini Barat hanya perlu bekerja dengan baik, di mana jenis pekerjaannya itu tidak memerlukan banyak ucapan darinya, kecuali nanti saat melaporkan temuan dari diri Nirwana--anak majikannya--kepada beliau. "Papi, Wana--" "Mau selamanya terus diem di dalam rumah, hm?" Oh, Alam Semesta memangkasnya. Dia senyum menatap putri satu-satunya itu. Telah menyusulnya yang sedang ada di teras belakang. Papi bilang, "Kalau begitu, bagus. Papi jadi nggak perlu keluar banyak uang buat mantau kamu." Karena saat penjagaan mulai mengendur, rupanya menjadi kesempatan untuk Nirwana dan Topan, demikian di mata Papi Alam. Lokasi pengasingannya untuk Nirwana bahkan sudah tidak menjadi asing lagi, ternyata selama ini Topan suka datang ke sana, dengan pertahanan diri Nirwana yang setipis tisu dibagi dua, lalu ... beginilah jadinya. "Barat, tolong terus pantau putri saya." Sesaat setelah Nirwana menekan geraham. Oh, oke. Fine ... jika memang harus begini. "Baik, Pak." Mendengarnya, tatapan Nirwana pun beralih. Agaknya dia mendongak menatap wajah lelaki yang papi sewa untuknya, sorot mata dari Barat tampak lurus ke depan, bukan kepada Nirwana. Sumpah demi apa pun .... "Pantau Wana dari jauh aja, Pi. Plis! Jangan seterang-terangan ini ...," protesnya, memberanikan diri berdiskusi dengan papi. Namun, Wana lupa atau tidak mengenal papinya? Alam Semesta adalah si Raja Tega. "Udah pernah, kamu juga tau sendiri hasilnya." Sarkasme yang dibubuhi senyum kemenangan. "Jadi, sekarang kalau mau dinego, pilihannya cuma dua, Wana. Diam di rumah selamanya atau bebas ke mana pun kamu mau melangkah, tapi dengan Barat di sebelah kamu tentunya." Lengan papi tampak dielus mami saat ini, yang sedari tadi diam, sepertinya mami khawatir emosi papi akan meluap lagi seperti sebelumnya ketika menghadapi Nirwana. Sungguh, sepertinya sekali pun Nirwana bersumpah kesalahan itu tidak akan terulang lagi, papi tetap teguh dengan pendiriannya, yakni menjadikan seorang Barat Dhanandjaya berkeliaran di sisi Nirwana. "Tapi nggak sampai Papi izinin Barat masuk-masuk kamar Wana juga, kan?" *** Gila kalau iya. Yang Wana buka sedikit pintu kamarnya, tadi pembicaraannya dengan papi ada yang mengatakan bahwa Barat hanya akan berdiri di depan pintu kamar Nirwana, pun tidur di sekitar sana, menjaganya 24 jam, betul-betul gila kalau Barat mau melakukan pekerjaan tidak manusiawi ini. Namun, lihatlah .... Punggung tegap Barat yang kini Nirwana lihat, lelaki itu amat patuh dengan perintah papi ternyata. So, Wana bersedekap d**a, telah dia buka pintunya, di mana kini Barat berbalik, tepat menghadap Nirwana yang terbalut gaun tidur berbahan satin sebatas lutut. "Dibayar berapa sama papi?" celetuk Wana, pelan dan tajam. Oh, tatapan mereka bertemu sejak beberapa detik lalu. Tak ada jawaban dari pria yang usianya Nirwana taksir sekitar tiga puluhan? Dari atas sampai bawah, Nirwana baru saat itu menilai sosok di depannya ini. Well, rumah sepi. Ini pukul sebelas malam, makanya Nirwana sebut gila kelakuan Barat ini. Jadi penasaran, berapa uang yang dia terima sampai-sampai mau bekerja dalam jenis pekerjaan di luar akal sehat macam sekarang. Oh, bagaimana jika Nirwana kerjai? Bertingkah agar Barat tak betah. Astagaaa .... Kamu cerdas sekali, Nirwana! Mendadak senyum-senyum sendiri. "Sudah larut. Anda mau ke mana, Nona?" E-eh? Apa tadi? "Nona?" Kening Nirwana mengernyit. "Apaan, sih. Geli banget sebutannya!" Seraya berbalik, lalu tutup pintu dan meninggalkan Barat yang setia berdiri di sana, meski kata papi ... Barat boleh, kok, duduk. Asal matanya tetap tertuju kepada tempat di mana Nirwana berada. Barat juga disediakan kasur, tentu yang masih di sekitar kamar Nirwana agar bila gadis itu keluar, Barat bisa langsung mengawasinya. Jadi, cerita macam apa ini? Yang esok paginya, Nirwana tidak melihat manusia suruhan papi ketika sarapan sedang berlangsung, dan yang membuatnya kesal adalah celetukan papi. Beliau bilang, "Barat lagi mandi." Membuat kunyahan di mulut Nirwana sejenak berhenti. Dia nggak nanya, tuh. Mau mandi, kek. Apa, kek. Bodoh amat! Tadi itu cuma memastikan, kalau ternyata Barat tidak ada, kan, Wana bisa-- "Nah, itu dia." Muncul orangnya, dalam artian Wana tidak bisa kabur dari situasi yang mulai tidak masuk akal ini. "Bar, makan. Sarapan sini! Bareng." Demikian kata papi, yang Wana lirikkan matanya kepada sosok itu .... Satu hal yang pasti, bagaimana caranya Nirwana menghadapi situasi macam ini?
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN