LOL - BAB 7

3204 Kata
“Setelah ini lo mau kemana?” Tanya Galen pada Amanda. “Anterin gue ya nanti, gue mau ketemu sama Mamanya Arven. Biasa ngurus pernikahan, gue udah izin sih tadi. Gapapakan?” Galen menganggukkan kepalanya mengiyakan. Kali ini mereka makan siang berdua saja. Karena memang kebetulan keduanya satu kantor, maka tidak selamanya mereka bisa makan bersama dengan Fara. Tapi Galen dan Amanda selalu makan bersama karena satu kantor. Kalaupun tidak maakn bersama, palingan karena kerjaan yang belum beres. Maka keduanya akan membelikan makan siang satu dengan yang lain. “Gimana persiapan pernikahan udah pada beres?” Amanda menghela napasnya kasar. “Selesai satu bakalan pikirian yang lain, banyak banget ternyata yang mau di pikirin. Untung aja udah gue list jadi nggak ada yang kelewat. Bersyukur juga sih ada Mamanya Arven sama Bunda yang bantuin, Arven terlalu sibuk buat bantuin. Dia bantuin nemenin aja kalau bisa.” Galen menganggukkan kepalanya paham. Keduanya ngobrol sambil makan, karena memang makanan mereka sudah datang dari tadi. “Menjelang hari pernikahan nggak ada masalahkan? Manatau makin kesini ada keraguan atau apa gitu?” Amanda menatap Galen sehingga pandangan keduanya bertemu. “Kayaknya emang biasa deh kalau lagi persiapan pernikahan bakalan ada masalah. Makin kesini gue sering berantem sama Arven. Sebenernya kadang masalahnya nggak berat-berat banget, tapi pasti ada aja. Kalau untuk permasalahan perbedaan pendapat sih enggak ya, karena syukurnya dia serahin konsep pernikahan sama gue. Ya lo tahu sendiri dia emang mau wujudin pernikahan impian guekan. Tapi ya kadang gue kangen aja masa-masa kita berdua jalan itu bukan karena ngurus pernikahan, kangen jalan bareng, ngelakuin hal-hal sederhana gitu aja. Gue kangen masa-masa itu, gue juga salah sih karena kecapekan ngurus pernikahan asli mood gue buruk banget Len. Lo tahu sendiri sampai bulanan gue aja terpengaruhkan, makanya asli nyiapin pernikahan nggak mudah banget deh banyak lika-liku banget. Karena gue sadar hal-hal sederhana yang kita sering lakuin dulu sampai terlupa, tadi gue coba sih buat masakin dia lagi. Masa karena itu gue berubah, nggak asyik bangetkan? Jadi selagi gue emang bener-bener bisa gue mau masakin Arven lagi kayak dulu. Hal-hal kecil kayak gitu penting sih menurut gue.” “Syukurlah kalau lo emang sadar hal kecil itu penting. Mudah-mudahan persiapannya lancar ya sampai akhirnya kalian nikah. Kalau Arven nggak bisa nemenin, lo bisa manfaatin gue kok. Guekan udah bilang sama lo kalau gue bakalan bantuin lo, jadi kalau ada apa-apa bilang aja sama gue. Jangan ngerasa sendirilah, jangan di bawa stress. Jangan sampai sakit aja, kemarin katanya kalau lo bulan ini masih aja nggak datang bulan harus kontrol lagikan?” Amanda menganggukkan kepalanya dengan malas. “Jadi beban juga sama gue kalau kayak gini.” “Di mulai dari lo dululah, jangan terlalu banyak beban pikiran Manda.” Amanda tersenyum dan menganggukkan kepalanya pelan. “Thank’s ya. Lo emang sahabat gue yang terbaik deh.” Ucap Amanda sambil menggenggam tangan Galen, pria itu membalas Amanda dengan senyuman juga. “Amanda awas!” Galen menarik Amanda hingga wanita itu duduk di atas pangkuan Galen. Namun selain itu ada Jessica juga yang menolong Amanda dengan menarik pelayan yang tidak hati-hati itu. “Mbak lain kali hati-hati dong, kalau kerja itu fokus. Gimana kalau sopnya tadi itu jatuh kena sama Mbak yang ini. Badannya melepuh atau gimana Mbak mau tanggungjawab?” Kata Jessica dengan suara yang meninggi pada pelayan tersebut. Jessica memang baru saja selesai membeli makanan di restaurant tersebut, makanan tersebut di bungkus. “Maaf Mbak, saya bener-bener salah. Saya minta maaf.” Kata pelayan tersebut sambil memohon meminta maaf, beberapa yang makan di sana memperhatikan mereka. Sampai akhirnya manager tersebut keluar dari ruangannya menghampiri mereka. “Maaf Mbak, Mas ini ada apa ya?” “Ini tolong di bilang sama pelayannya lain kali hati-hati. Karena nggak fokus, dia hampir aja mau jatuhin sop yang di bawa kena Mbak ini. Kalau aja saya nggak tarik Mbaknya dan Masnya nggak langsung sigap, mungkin ini sop panas udah kena mereka.” Kata Jessica dengan marah. “Baik Mbak, saya akan menegurnya. Sekali minta maaf ya atas keteledoran karyawan kami.” “Iya Mbak saya minta maaf ya.” Pelayan tersebut masih saja meminta maaf. “Iya Mbak, gapapa lain kali hati-hati ya.” Ucap Galen, pelayan serta manager tersebut pergi meninggalkan mereka. “Gapapakan? Kena nggak? Kaget ya?” Tanya Galen pada Amanda yang masih saja diam duduk di atas pangkuannya, Amanda menganggukkan kepalanya. “Mbaknya gapapakan?” Tanya Jessica pada Amanda. Galen akhirnya mendudukkan Amanda kembali ke tempat duduknya sambil mengelus kepala Amanda dengan pelan. “Minum dulu.” Kata Galaen pada Amanda sambil memberikan minuman wanita itu. “Cuma kagetkan? Untung aja ada Mbaknya juga yang nolongin.” Setelah Amanda minum, wanita itu menatap Jessica. “Makasih banyak ya Mbak udah mau nolongin, mungkin kalau Mbak nggak ada saya udah kena sop panas.” Jessica tersenyum lalu menganggukkan kepalanya. “Iya Mbak sama-sama, tapi emang nggak ada kenakan Mbak? Nggak ada kena kakikan atau apa gitu?” Amanda menggelengkan kepalanya, kalau sudah kena mungkin ia sudah merintih kesakitan sekarang. Tapi syukurnya memang tidak ada. “Iya nggak ada Mbak, sekali lagi makasih banyak ya.” Ucap Amanda tulus. “Okey deh, kalau gitu saya permisi mari.” Jessica tersenyum lalu meninggalkan restaurant tersebut dan segera menuju parkiran. Ada Arven yang sudah menunggunya di parkiran. Ia memang datang beli makanan dengan Arven, karena mereka sempat bertemu dengan klien baru. Jadi karena belum makan siang mereka memilih untuk membungkusnya saja dan makan di kantor, karena kalau mau makan di luar mereka akan telat kembali ke kantor. “Kenapa lama Jes?” Tanya Arven saat wanita itu sudah masuk ke dalam mobil. “Iya tadi ada insiden pelayannya nggak fokus hampir aja ada mbak-mbak mau kena siram sop panas. Untung aja aku lihat jadinya pelayannya aku tarik, syukurnya pacarnya juga sigap buat tolongin. Jadinya nggak sampai kena, kalau kena sop panas perih banget pasti. Sweet banget sih tadi pacarnya, cocok mereka. Cowoknya kelihatan banget khawatir, malah mesra banget lagi.” Arven tertawa mendengarnya. “Kamu kayak apa aja kayak gitu, udah selesaikan? Kita balik ya.” Arven akhirnya mulai menjalankan mobilnya. “Beneren gapapakan?” Tanya Galen lagi memastikan. “Iya aman. Udah selesai? Mamanya Arven baru ngabarin nih kalau udah jalan, nggak enak kalau Mamanya Arven yang duluan di sana nungguin gue.” “Yaudah ayo, duluan aja gih.” Galen memberikan kunci mobilnya pada Amanda. “Gue bayar dulu, bentar ya.” Amanda mengambil kunci tersebut dan mengikuti perkataan sahabatnya itu untuk duluan ke parkiran. ***** “Thank’s ya udah mau anterin gue.” Kata Amanda sambil membuka seatbeltnya. “Sama-sama entar mau gue jemput?” Amanda menggelengkan kepalanya. “Aman gue, nanti mau ke apartement Arven juga udah janjian tadi. Kalau gitu gue duluan ya, bye. Semangat kerjanya.” Amanda menepuk bahu Galen lalu turun dari mobil. Saat Amanda hendak masuk Mama Arven yang bernama Nella. “Baru datang juga ternyata.” Amanda langsung saja berbalik dan kaget melihat Nella. “Mama,” Pekik Amanda, ia langsung menicum tangan calon Mama mertuanya itu. “Mama naik apa?” Tanya Amanda sambil melihat ke belakang. “Ohh sama supir ya.” “Iya, kamu tadi sama siapa? Tadi Mama lihat kamu turun.” “Sama temen Ma, tadi kita habis makan siang bareng. Jadi sebelum balik ke kantor sempetin nganter Manda dulu. Oh iya Arven bilang nggak bisa temenin kita Ma, gapapakan?” Nella tersenyum dan menganggukkan kepalanya. “Gapapa, Mama lebih senang berdua sama kamu. Lagian kalau ada Arven dia juga nggak bisa banyak bantukan?” Amanda tertawa kecil dan menggandeng calon Mama mertuanya itu. “Masuk yuk Ma.” Ajak Amanda akhirnya. Setelah beres dengan beberapa yang harus di siapkan, calon mertua dan calon menantu itu memilih duduk di salah satu café untuk beristirahat sejenak. Mereka juga sudah memesan minuman dan cemilan menemani waktu keduanya sore itu. “Kamu capek?” Tanya Nella pada calon menantunya itu. “Lumayan Ma,” Jawab Amanda seadanya. “Hubungan kamu sama Arven baikkan?” Amanda kaget di tanya seperti itu. “Biasanya kalau orang mau nikah ada aja yang di ributkan.” Amanda tertawa kecil mendengar hal itu. Apa ini saatnya ia mendekatkan diri dengan Mama Arven pikirnya. Selama ini Nella tidak pernah macem-macem padanya, Mama dari Arven ini sangat baik dan menerimanya. Terkadang Amanda merasa nggak enak karena sangkin baiknya. Padahal teman-teman kantornya cerita kalau mereka selalu bermasalah dengan mertua. Namun tidak dengan dirinya. “Baik Ma, ya walaupun sering ribut akhir-akhir ini. Kita lagi sama-sama capek, banyak kerjaan. Waktu berdua juga jarang ada, lagi masa sensitifnya jadi ya gitu deh Ma. Tapi masih bisa di atasi kok.” Ucap Amanda dengan jujur. “Mama dengar dari Arven kamu sampai stress gitu ya? Sampai bulanan kamu terganggu?” Amanda tersenyum simpul. “Iya Ma, tapi udah di kasih resep juga sama dokternya. Mudah-mudahan bulan ini udah bisa normal ya Ma.” Nella menggenggam tangan Amanda yang ada di atas meja itu. Wanita itu tersenyum sambil melihat tangannya di genggam oleh mertuanya itu. “Mama seneng Arven bisa dapat wanita baik kayak kamu. Tahukan kalau Arven jauh lebih baik semenjak sama kamu. Jangan stress-stress ya? Kalau ada apa-apa cerita sama Mama, termasuk tentang Arven. Kalau dia nakal, bilang aja sama Mama, biar Mama yang bakalan marahin dia. Mama tahu kamu orang baik dan Mama bersyukur punya menantu cantik dan baik kayak kamu.” Ucap Nella dengan tulus membuat Amanda akhirnya ikut tersenyum sama seperti Nella. “Makasih banyak Ma, Amanda juga sennag bisa punya Mama lagi kayak Mama. Jujur ya Ma, sebenernya Amanda takut awalnya sama Mama.” Nella tertawa mendengar hal itu. “Kenapa?” Amanda menghembuskan napasnya kasar. “Temen Manda semuanya cerita kalau mereka nggak pernah bisa akur sama mertuanya. Jadi Manda itu takut awalnya ketemu sama Mama, takut kalau Mama bakalan bersikap kayak yang temen-temen Manda ceritain. Apa aja yang mereka buat salah gitu, jadi Manda takut untuk terlalu dekat sama Mama. Takut kalau apa yang Manda lakukan selalu salah di mata Mama. Sebenernya tadi Manda aja minta Arven buat temenin ketemu sama Mama. Karena takut aja sama Mama, tapi semenjak kenal Mama nggak ada yang aneh-aneh sama Manda. Mama itu sempurna banget buat Manda dan justru jadi buat Manda semakin takut. Kalau Manda nggak akan bisa kayak Mama, gimana kalau Manda gagal? Terus ngelakuin kesalahan, gimana kalau Manda juga nggak bisa istri yang baik untuk Arven? Mama pasti marah, terus gimana kalau nanti Manda nggak bisa kontrol emosi Mama lihat. Nggak bisa jadi menantu yang baik juga, pokoknya semuanya deh. Tapi tadi Arven juga sih kuatin akhirnya Manda berani ketemu sama Mama.” Ucap Amanda dengan jujur. “Mama malah yang kepikiran kalau kamu nggak nyaman sama Mama. Jangan sungkan ya? Anggap Mama ini kayak Bunda kamu. Gimanapun kamu kelak akan jadi istri Arven dan akan jadi anak Mama jugakan? Kamu akan ninggalin keluarga kamu, kenyamanan kamu untuk menjadi seorang istri. Mama paham rasa itu, karena Mama juga alamikan. Jadi nggak mungkin Mama kayak gitu.” “Iya Ma, makasih ya. Nanti kalau ada apa-apa pasti Manda cerita deh sama Mama. Ini salah paham ajakan.” “Iya harus jujur ya, harus terbuka juga. Jangan apa-apa di pendam, okay?” Amanda menganggukkan kepalanya mengiyakan. Amanda melihat alroji di tangannya. “Ma, balik yuk.” “Boleh ayo, Mama anter aja. Mamakan sama supir biar sekalian.” “Manda belum mau langsung pulang ke rumah sih, tadi Arven minta di masakin makanya mau ke apartement Arven Ma. Tapi sebelum itu mau belanja bahannya dulu ke supermarket.” Nella tersenyum dan kembali menggenggam tangan Amanda. “Arven sekarang manjanya sama kamu, Mama senang itu berarti Arven ke kamu emang sayang banget. Dia kayak gitu hanya ke orang-orang tertentu aja, dia nyaman sama kamu. Oh iya nanti kalau kalian udah nikah, bisa diskusikan mau panggil Arven apa. Kalau udah punya anak kan nggak mungkin panggil suaminya dengan namakan?” “Iya Ma, nanti Manda diskusikan sama Arven ya.” “Yaudah ayo Mama temenin belanja sekalian Mama antar ke apartement Arven.” “Seriusan Ma?” Nella menganggukkan kepalanya mengiyakan. Akhirnya kedua perempuan berbeda usia itu berbelanja bersama, tidak banyak yang di beli karena takutnya Amanda juga tidak punya banyak waktu untuk masak di apartement Arven. Ia beli secukupnya saja dan beberapa keperluan yang biasa ia beli juga untuk apartement Arven. Untuk berbelanja kebutuhan pria itu di aprtement biasanya mereka akan belanja bersama. Tapi kali ini Amanda berinisiatif untuk membelinya sendiri. Bahkan Nella tahu kalau itu untuk di apartement Arven, ia senang karena putranya kini benar-benar sudah ada yang memperhatikan. ***** “Hai,” Sapa Amanda ketika Arven baru saja pulang. “Hai sayang, waaahhh wangi banget nih. Kamu masak apa?” Tanya Arven sambil membuka sepatunya. “Masak soto ayam makanan kesukaan kamu.” Wajah Arven seketika berubah cerah dan membuka kemeja kerjanya. “Wahhhh enak pasti, tapi kayaknya buat aku gendut deh. Yang ada baju pernikahan kita nanti nggak muat.” Amanda tertawa kecil, Arven menghampiri Amanda lalu mencium pelipis wanita itu dan memeluknya. “Ar, kamu habis dari luar belum mandi. Gih sana mandi dulu.” Amanda melepaskan pelukannya dari Arven. Amanda termasuk orang yang pembersih, tadi saja saat tiba di apartement Arven ia langsung mandi sebelum masak. Kebetulan barang Amanda termasuk pakaian memang ada di apartement pria itu. “Iya-iya, aku mandi dulu ya.” Sebelum Arven pergi pria itu masih saja mencuri ciuman di pipi wanita itu membuat Amanda berdecak. Begitu semuanya selesai, Amanda langsung saja menyajikan masakannya itu ke atas meja. Sambil menunggu Arven selesai mandi, Amanda mencuci bekas masakannya itu agar bersih. Tak lama Arven keluar dari kamar dan memeluk Amanda dari belakang membuat Amanda kaget. Karena Arven memang sengaja keluar diam-diam tanpa bersuara. “Sekarang aku udah mandi, jadi nggak ada alasan untuk kamu nolak aku.” Kata Arven dengan gemas sambil menciumi pipi Amanda dari belakang. Tidak hanya pipi tapi juga leher jenjang Amanda, karena memang rambutnya di cepol ke atas. “Geli,” Protes Amanda, namun pria itu tak peduli dan masih saja menciumi Amanda. “Kamu pakai baju dulu dong, rambut kamu juga masih basah aku jadi kena.” Protes Amanda lagi. Namun Arven masih saja tak mendengarkan, ia tetap memeluk Amanda dan meletakkan dagunya di atas bahu sang kekasih. “Aku kangen banget bisa kayak gini lagi sama kamu.” Kata Arven dengan manja, Amanda tersenyum kecil membiarkan Arven memeluknya masih dengan mencuci peralatan yang masih kotor. Ia juga rindu masa-masa mereka seperti ini. “Aku nggak sabar bisa peluk kamu kayak gini setiap hari. Lagi masak aku bisa peluk, lagi tidur juga aku bisa peluk. Pulang kerja udah ada yang nungguin aku pulang, terus ada yang masakin aku. Waahh udah nggak sabar banget aku.” Amanda mengeringkan tangannya dengan kain yang ada di sampingnya karena memang sudah selesai. “Iya sabar, bentar lagi ya. Nggak bakalan terasa pasti.” Jawab Amanda sambil mengusap tangan Arven yang ada di perutnya. Arven membalikkan Amanda begitu ia tahu sang tunangan sudah selesai mencuci piring. Arven memeluk pinggang Amanda dan tubuh keduanya saling menempel. “Lihat nih kamu nggak bener ngeringin rambutnya, sampai netes ke d**a kamu.” Protes Amanda sambil menyentuh tetesan air yang ada di d**a pria itu. Arven suka dengan keadaan mereka saat ini. Dengan Amanda yang memperhatikannya dan menyentuh tubuhnya, baginya ini jelas intim walaupun sebenernya biasa saja. “Kayak anak-anak.” Sindir Amanda lagi membuat Arven tersenyum nakal. “Gapapa biar di manjain terus sama kamu.” Goda Arven sambil mencuri ciuman di hidung wanita itu. “Kamu kenapa cantik banget sih kayak gini.” “Kayak gini gimana maksudnya? Emang selama ini aku nggak cantik? Padahal aku hanya pake kaos tanpa make up loh. Kamu ada maunya ya makanya muji kayak gini?” Tanya Amanda penuh dengan selidik. Amanda memang hanya menggunakan kaos dan celana pendek saja, bahkan ia hanya tidak memakai apa-apa di wajah sama sekali. “Yaampun kotor banget sih pikiran kamu.” Arven menjawil hidung Amanda. “Aku suka aja sama kamu yang kayak gini, apa adanya. Kita percepat aja yuk pernikahannya, minggu depan aja gitu.” Amanda tertawa dan mencubit perut Arven. “Apaan deh kamu mana mungkin, nggak akan keburu kalau minggu depan. Jangan aneh-aneh deh.” Arven ikut tertawa dan menuri ciuman kembali di bibir Amanda. “Habisnya aku nggak sabar ngelihat kamu setiap hari dan kita kayak gini. Aku nggak rela nganter kamu pulang nanti, mau kamu disini aja.” Amanda tertawa. “Nanti yang ada kamu di marahin sama Ayah kalau nahan aku di sini.” Arven tertawa. “Iya kamu bener, satpam kamu ngeri soalnya aku nggak berani deh kalau gitu.” Amanda ikut tertawa kecil, ia senang dengan hal-hal sederhana yang mereka lakukan saat ini. Arven menatap Amanda dengan mesra dan mengelus pipi wanita itu. “I love you.” Ucap Arven di depan wajah Amanda, jarak diantara keduanya sangat tipis. “I love you too.” Balas Amanda, Arven semakin mendekatkan wajahnya dan berakhir dengan mencium bibir wanita itu. Amanda ikut membalas ciuman Arven, lama keduanya saling berpagut. Tangan Arven memegang tengkuk Amanda guna memperdalam ciuman mereka. Arven membalik posisi keduanya lalu mendorong Amanda sampai akhirnya wanita itu bersandar pada meja bar yang lumayan tinggi. Arven mengelus bahu belakang Amanda dan tangannya hendak masuk ke dalam kaos Amanda. Wanita itu langsung sadar dan melepaskan pagutan keduanya dengan napas yang terengah-engah. Amanda juga menahan tangan Arven yang hendak masuk itu. “Jangan, tunggu sampai kita nikah ya?” Ucap Amanda dengan pelan sambil tersenyum. Arven tersenyum dan berakhir mencium pelipis wanita itu. “I’m sorry.” Ucap Arven pelan. “It’s okay, no problem. Thank you sayang,” Kata Amanda pelan dan mencium bibir Arven sejenak lalu menarik pria itu untuk duduk agar mereka makan. “Aku nggak ada mikir kamu bakalan gendut sih kalau makan soto malam-malam. Lagian kamu masih olahragakan?” Tanya Amanda sambil menyendokkan nasi ke dalam piring Arven. “Udah jarang banget, kamu tahu sendiri aku sibuk. Mana sempat buat kayak gitu, kalau ada waktu weekend kita sibuk ngurusin pernikahan.” Arven memakan perkedel yang juga sudah di buat oleh Amanda. Wanita itu mulai membuatkan soto ayam tersebut ke dalam mangkuk dan menyerahkannya pada Arven. “Kamu nggak makan?” Tanya Arven saat melihat Amanda tidak menyendokkan apa-apa untuknya. “Enggak kamu aja, aku jaga makan. Nanti kamu ngomel lagi kalau aku gendut, nanti kamu kamu nggak suka lagi.” Ledek Amanda membuat Arven terkesiap. “Kok kamu mikirnya gitu? Aku nggak masalah sayang, makan aja yuk.” Amanda menggelengkan kepalanya. “Yang ada nanti baju aku yang nggak muat. Udah kamu aja gapapa, tadi aku udah ngemil juga sama Mama tadi sore.” “Oh iya? Gimana sama Mama tadi?” Tanya Arven penasaran sambil makan. Akhirnya Amanda cerita bagaimana pandnagan Amanda yang berubah ketika mendengar perkataan Arven dan ketika ia sadar dan merasakannya langsung. Amanda cerita bagaimana hasil persiapan pernikahan mereka tadi pada Arven. “Oh iya, Mama tadi juga nyuruh aku untu ubah panggilan aku ke kamu. Masa katanya nanti kalau udah nikah panggil nama, apalagi kalau udah punya anak kan aneh. Jadi menurut kamu aku harus panggil apa?” Tanya Amanda jadi bingung sendiri di minta begitu. “Nyamannya kamu aja gimana sayang, kamu maunya apa?” Tanyanya balik, Amanda menggelengkan kepalanya karena memang ia juga bingung ingin memanggil apa.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN