Bab 3. Melvin Membuat Azura Takut

1909 Kata
Jantung Azura berdegup kencang, dia bahkan belum sempat makan siang dan Melvin sudah menyiksanya dengan hal yang tidak masuk akal seperti itu. Azura tidak percaya jika Melvin adalah suaminya, lelaki itu sangat kaya raya untuk apa menikah dengan karyawan biasa sepertinya? Azura bahkan orang biasa dan dia tidak memiliki latar belakang yang bisa membuat Melvin menikah dengan dirinya karena latar perjodohan. “Dipikir dari segi mana pun, semua hal yang dia katakan adalah hal yang tidak mungkin.” Azura mencoba menenangkan dirinya dan kembali fokus pada pekerjaan. Semua teman-teman satu divisi kini mulai berdatangan karena sudah selesai makan siang, Azura hanya bisa mendesah sembari mengusap perutnya yang lapar. Pagi tadi, Azura memang hanya sarapan roti dan kini dia juga melewatkan makan siang karena bosnya yang menyebalkan. “Azura, ada titipan.” Rita menyerahkan box lmakanan pada Azura. “Dari siapa, Mbak?” tanya Azura. “Tidak tahu, ada di meja depan ambil saja kamu belum makan siang, kan?” Azura mengangguk dan menerimanya dengan senang hati, dia membuka box itu, lalu melihat pesan yang tertulis. “Jadi, ini dari dia … menyebalkan!" Azura seakan ingin membuang makanan itu. Namun, kondisi perutnya yang lapar mampu mengalahkan amarahnya. "Tapi sayang kalau tidak dimakan ….” Azura pun akhirnya mengabaikan perasaannya dan mulai memakan makanan itu. “Azura jangan terlalu lelah, ya! Pokoknya kalau ada yang tidak kamu mengerti tanyakan saja padaku!" Tentu saja Rita tidak akan lupa semua pesan Melvin yang disampaikan Regi untuk memperlakukan Azura dengan baik. Selain itu, Melvin juga menegaskan akan memberi hukuman jika sampai aturannya itu dilanggar. "Aneh, kenapa semua di perusahaan ini memperlakukanku dengan sangat baik, padahal aku kan hanya karyawan baru di sini?" batin Azura setelah berterima kasih atas tawaran Rita. *** Azura merenggangkan ototnya. Saat ini, waktu menunjukkan pukul empat sore dan dia pun bersiap untuk pulang, Fernandes bahkan mengirimkan pesan jika dia sudah berada di perusahaan tempat Azura bekerja. Walaupun Azura sempat menolak. Namun, Fernandes tetap memaksa. “Aku sudah menunggu, cepatlah!" Azura bergumam, dia kesal karena Fernandes membuatnya terburu-buru untuk segera datang. Lelaki itu hanya membuat Azura semakin merasa kesal, untung saja dia tidak terlalu menyebalkan seperti Melvin. “Ibu!” teriak Alvin ketika pintu lift terbuka saat melihat sosok Azura tengah menunggu lift. "Ya Tuhan, anak ini lagi," batin Azura sejenak melihat Alvin, lalu beralih menatap Melvin yang berada tepat di samping anak itu. Azura pun tidak punya pilihan lain, dia langsung masuk dan kini berada di posisi paling sudut. Wanita itu hanya menundukkan kepalanya karena dia menahan diri. Azura tidak sanggup melihat tatapan tajam Melvin yang terus menatapnya sejak dia masuk dalam lift. “Ibu kita pulang bersama, kan?” tanya Alvin yang langsung menggenggam tangan Azura. “Enggak … Tante ada urusan, Vin. Lain kali aja, ya, Sayang!" Azura tersenyum. “Kenapa? Alvin sudah menunggu kedatangan Ibu sejak lama. Kenapa Ibu nggak mau pulang ke rumah?” Melvin yang mendengar itu jadi berdeham untuk menghentikan keduanya bicara. Pria itu masih terlihat kesal dengan Azura perihal siang tadi. “Datang dan perbaiki kesalahanmu!" Melvin berbisik pada Azura yang terpojok di sudut lift. Azura tidak bisa berkutik dia hanya mengangguk seolah terhipnotis dengan apa yang dikatakan Melvin, lelaki itu sungguh menyeramkan. Azura tidak tahu skenario apa yang sedang Melvin perankan, dia akan melihat sampai di mana Melvin menggunakan Alvin untuk menjebaknya dalam pernikahan palsu yang selalu dia sebutkan. Pintu lift terbuka, Azura merasa pasokan oksigennya habis ketika dia berada di sekitar Melvin. Lelaki itu seakan menyedot semua oksigen dan digantikan dengan racun yang membuatnya tercekik, Azura tidak tahu kenapa semua itu terjadi. “Azura!” Fernandes menghampiri Azura ketika dia sudah berada di lobi. Melvin menatap tajam Azura, wanita itu mengabaikan ucapannya dan menemui Fernandes di kantornya. Istrinya tidak ada takutnya, semua ancaman yang dia katakan bahkan dia anggap sebagai angin lalu yang tidak penting sama sekali. “Ibu, katanya mau pulang?” Alvin menggenggam tangan Azura dan menariknya mengikuti Melvin. “Apa yang terjadi?” tanya Fernandes heran. “Aku akan menceritakannya nanti, maaf.” Azura melambaikan tangannya dan mengikuti Melvin yang berjalan lebih dahulu masuk ke dalam mobil. Alvin kini segera duduk di car seat yang sudah dipasang di belakang dan Azura terpaksa duduk di samping Melvin. Suasana terasa mencekam ketika pintu tertutup lelaki itu, bahkan tidak berkata sepatah kata apa pun. “Alvin senang Ibu pulang,” ujar Alvin. Azura hanya tersenyum tipis, dia memikirkan cara untuk kabur. Azura tidak tahu dia akan dibawa ke mana. Saat ini, wanita itu hanya pasrah dan mengikuti alur, entah apa yang menjadi kesalahan Azura? Dia bahkan diminta oleh Melvin untuk memperbaiki kesalahannya. Azura tahu sikapnya sangat buruk, dia sudah mengusir Melvin dari rumahnya, tetapi bukankah itu hal yang wajar? Azura merasa bingung ketika ada orang yang mengaku sebagai suaminya dan anak itu mengatakan hal yang sama. Kehilangan ingatan begitu menyiksa batinnya, Azura bahkan tidak bisa bertanya pada orang tuanya karena dia tidak ingin mereka khawatir. “Apa yang akan kau lakukan bersama Fernandes? Kenapa dia menjemputmu? tanya Melvin, memecahkan keheningan di dalam mobil. “Makan malam, aku berjanji padanya jika aku akan mentraktir makan malam jika aku sudah bekerja.” Azura tidak bisa berbohong, tatapan tajam itu seakan siap menelannya jika dia mengatakan hal yang tidak benar. “Azura, apakah kau akan menemuinya lagi?” tanya Melvin serius. “Dia temanku, kenapa aku tidak boleh menemuinya?” “Apakah kau tidak bisa menurut sekali saja? Kenapa kau berubah menjadi wanita pembangkang seperti ini?” Melvin sangat kesal pada Azura. Azura dibuat bingung, sebelum bertemu Melvin hidupnya bahagia dan dia merasa tenang, semuanya berubah ketika dia bertemu Melvin. Azura sama sekali tidak mengingat masa lalunya, dia benar-benar tidak mengenal Melvin dan dia juga tidak tahu apa hubungan mereka di masa lalu, salahkah Azura jika melakukan perlawanan ketika ada orang asing yang mengaku sebagai suaminya? Azura bukan w************n yang bisa didapatkan begitu saja. “Aku kehilangan semua ingatan di masa lalu, jika kita memiliki hubungan apa buktinya? Aku baru dua hari berada di sini dan kau selalu mengatakan hal yang sama, apakah kau tidak pernah berpikir jika wajar saat ini aku bingung? Aku bahkan tidak tahu siapa diriku, kau dengan mudahnya marah dan mengatakan hal yang buruk padaku.” Azura menangis, dia bingung dengan semua hal yang terjadi di hidupnya. Azura tahu siapa pun yang ada di posisinya pasti akan melakukan hal yang sama, siapa yang akan percaya jika tanpa bukti? Terlebih semua itu menyangkut sebuah pernikahan dan Azura bukan wanita bodoh yang bisa dibodohi begitu saja. “Azura!” Melvin berteriak ketika Azura keluar dari mobil dengan tiba-tiba. Melvin ingin mengejarnya, tetapi mobil di belakang terus memberikan klakson meminta mereka segera melajukan mobilnya karena lampu sudah berubah menjadi hijau. "Maafkan aku, Azura. Seharusnya aku bisa lebih sabar lagi menghadapimu," batin Melvin menyesali apa yang terjadi. Pria itu hanya bisa melihat Azura yang kini sudah tak lagi terlihat. “Ayah, apakah ibu tidak akan kembali? Ibu menangis.” “Maafkan, Ayah, kamu pulang dengan Regi. Ayah akan berhenti dan mencari Ibumu,” ujar Melvin. Mobil pun menepi. Melvin segera mencari Azura setelah menghubungi beberapa anak buahnya yang lain untuk ikut membantunya mencari Azura. "Bagaimanapun caranya aku harus secepatnya menemukan Azura? Aku tidak ingin jika ada sesuatu yang buruk menimpanya, apalagi dia pasti lupa jalan pulang." Melvin terus mengamati sekitar. Pandangannya memindai dengan jeli setiap inci demi inci setiap sudut jalan saat ini terbilang cukup ramai karena jam pulang kantor. Sementara itu, Azura masih terlihat berlari sambil menangis. Dia seolah tidak peduli dengan orang lain yang terus melihatnya. Azura sedih karena dia kehilangan semua ingatan di masa lalu. Sekuat apa pun Azura mencoba, dia tidak pernah mendapatkan ingatannya kembali. Hidup tanpa ingatan membuat Azura tersiksa. “Apa yang harus aku lakukan? Aku juga tidak ingin seperti ini.” Azura mengusap air matanya yang terus jatuh, dia tidak tahu di mana saat ini dia berada. Hari sudah semakin malam dan dia tersesat di tanah kelahirannya sendiri, betapa menyedihkan Azura. Dia bahkan kehilangan semua kenangan yang dia miliki. “Aduh Neng, udah malam kok sendirian aja sih?” goda segerombolan preman yang tubuhnya dipenuhi berbagai tato. Melihat segerombolan preman itu, Azura merasa takut dan melupakan kesedihannya. Dia mengambil ponsel untuk meminta pertolongan, tetapi sayang ponselnya mati. Azura panik, dia berlari untuk menghindari preman yang mulai mengejarnya. “Tolong! Tolong!” Azura terus berteriak ketika para preman itu semakin mendekat. Azura berlari tanpa arah, dia tidak melihat dengan jelas hingga tersandung kayu yang berserakan di jalan gelap tersebut. Azura terjatuh sehingga membuat para preman itu berhasil mengejarnya. “Tolong! Aku tidak punya apa pun untuk kalian curi!” Azura memohon, dia melihat sekelilingnya dan tidak menemukan siapa pun yang bisa menolongnya. "Ya Tuhan tolong aku." Azura merapal doa dengan mata terpejam. Setelah beberapa lama kemudian, Azura pun akhirnya membuka mata saat mendengar suara keributan yang terjadi di depannya. “Azura, apakah kau baik-baik saja?” Melvin membopong Azura yang terdiam, dia merasa bersalah karena membuat Azura mengalami hal yang tidak menyenangkan. “Aku akan mengantarmu pulang.” Dari kejauhan sepasang mata melihat semua itu dengan jelas, dia mengepalkan tangannya. Lagi-lagi rencananya gagal, Melvin selalu saja menjadi penghalang untuk dirinya. Dari dulu sampai sekarang lelaki itu selalu membuatnya jengah. “Apa pun yang terjadi aku tidak akan membiarkan kalian bersatu.” Lelaki misterius itu pergi. *** “Memalukan, bagaimana bisa luka sekecil ini dibawa ke rumah sakit? Masih banyak orang yang membutuhkan bantuan dibandingkan aku.” Azura berjalan dengan tertatih ketika Melvin membawanya ke rumah sakit untuk berobat. Azura tahu Melvin hanya ingin bertanggung jawab dengan baik, meski sikapnya terlalu berlebihan. “Aku hanya tidak ingin kau terluka.” “Apakah kau lupa siapa yang menyebabkan semua ini?” tanya Azura sinis. “Baiklah aku bersalah, sekarang ijinkan aku mengantarkanmu!” Melvin kembali membopong Azura dengan paksa karena melihat Azura berjalan tertatih. Azura pun reflek melingkarkan tangannya di leher Melvin. Lelaki itu sangat suka memaksanya hingga Azura tidak bisa berkata-kata. “Aku angkat tangan, kenapa bos sepertimu menyukaiku, padahal aku ini hanya karyawan biasa?” Azura menghela napas dengan pasrah. Azura sudah tidak tahu cara untuk menghadapi makhluk seperti Melvin. Sekuat apa pun Azura menyangkal, lelaki itu terus mematahkan pernyataannya. Melvin adalah orang yang sulit untuk dihadapi, arogan dan sikap egoisnya sangat tinggi. Azura berpikir jika di masa lalu dia menjadi istrinya, dia pasti tidak sanggup menghadapi sikap Melvin setiap harinya. “Apa yang membuatmu yakin bahwa aku istrimu? Aku sudah berusaha mencari tahu hubungan kita di sosial media, tetapi aku tidak menemukan apa pun.” Melvin hanya diam. Lelaki itu hanya melihat luka di lutut Azura yang sudah diperban tanpa menjawab pertanyaan Azura hingga membuat wanita itu kesal. “Maaf, jika bukan karenaku kamu tidak akan mengalami hal ini.” Azura terkejut, dia tidak menyangka lelaki arogan seperti Melvin mampu mengatakan maaf kepada orang sepertinya. Azura pun terdiam, dia tidak percaya dengan apa yang didengarnya. “Kamu bilang apa tadi?” Melvin menatap Azura dengan mata yang berkaca-kaca. Terdapat rasa sakit dan kerinduan, tetapi Melvin tidak bisa melampiaskan, walau istrinya berada di sampingnya. “Azura, aku tahu kamu belum mempercayaiku, tapi kamu harus tahu bahwa aku dan Alvin adalah keluargamu. Coba tanyakan pada hati kecilmu, siapa orang yang benar-benar bisa kamu percaya!" Azura tersentak kaget. Entah kenapa hatinya bergetar saat mendengar apa yang Melvin katakan. Ada rasa yang sulit dia jelaskan. "Apa benar yang dikatakan pria ini? Apa aku memang istrinya dan Alvin adalah anakku …?" batin Azura masih sulit percaya sepenuhnya. Namun, dari kejadian saat ini, setidaknya Azura tahu bahwa Melvin adalah pria yang baik.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN