Bab 5 Lengan berotot yang menyilaukan.

1053 Kata
Ila yang merasa di tinggalkan Samudra disana hanya bisa segera turut masuk kedalam kamarnya sendiri. Nampak Ila pun sedikit kesal. Namun ia tidak punya pilihan lain selain segera memberi tahu orang rumahnya jika besok ia akan pulang dengan membawa calon suaminya. Akhirnya Ila memutuskan untuk memberi kabar pada mamanya. Gadis itu segera mengambil ponselnya untuk menghubungi ibunya di rumah. "Halo ibu... maaf Ila baru menelpon ibu." Ucap Ila saat panggilan teleponnya sudah diangkat ibunya. "Mau kamu apa sih La? hemz... kita disini sudah repot mengurus pernikahan kamunyang hanya tinggal hitingan hari. Kamu malah pergi ke Kota untuk masuk kerja. Di hubungi juga nggak bisa! mau kamu apa?" ucap ibu Ila yang saat itu sudah menahan amarah yang hampir meledak di dadanya. Dimana semua undangan sudah tersebar. Dan acara yang akan di selenggarakan pun sudah di persiapkan. Saat itu kedua mata Ila tengah berkaca-kaca. Ia menahan tangisannya sesaat disana. "Bu... besok Ila pulang dengan calon suami Ila... jadi... ibu dan bapak jangan khawatir ya!" ucap Ila yang hanya bisa mengatakan hal itu. "Kamu pukul berapa sampai rumahnya? apa Eric nggak keberatan pulang disela hari kerja? kamu nggak pulang sendiri aja nak?" tanya ibu Ila yang merasa lega atas ucapan anak gadisnya. "Emb... besok mungkin agak sorean kali bu... akh yaudah aku sudahi dulu panggilannya ya... mau kerja lagi buk... lemburan biasa... biar dapat tambahan uang gaji karena lembur." Ucap Ila yang ia paksa seriang mungkin agar ibunya tidak kgawatir. Karena Ila termasuk gadis yang periang dan menyembunyikan kesedihannya sendirian. Gadis itu lalu meneteskan air mata perlahan hingga menderas dan membanjiri kedua pipinya. Membekap mulutnya sendiri dengan salah satu telapak tangannya. Ia saat itu tengah meraung namun ia tutup dengan tangannya sendiri. Hingga raungan dari bibirnya seakan hanya tenggelam dan tersisa isakannya saja. "Eric bresngek! aku benci kamu! aku benci! sangat-sangat benci!" ucap umpatan dalam hati gadis itu. Hingga ia bisa menguasai situasinya kembali. "Tenang Ila... dulu kamu saat tidak punya kekasih sendiri bukannya rasa sakitnya berkali-kali lipat? hanya di tinggalkan Erix saja kamu menangis? lelaki macam itu memang tidak pantas mendapatkan dirimu La... sudah lupakan Eric." Ucap Ila yang menyemangati dirinya sendiri disana. Hingga mlam pun tiba. Saat itu Ila tengah mengerjakan kerjaan kantornya di atas ranjang. Sembari menyelonjorkan kedua kaki yang diatasnya ada bantal dan juga laptop disana. Dan saat ia mendengar pintu kamar Samudra yang terbuka lalu tertutup kembali. Ila segera bergegas untuk menutup layar laptopnya saat itu. Meletakkan laptop beserta bantal kesamping kakinya. Dan gadis itu lalu melonjak dari atas ranjang agar segera menuju ke pintu kamarnya. Rupanya ia ingin mengejar Samudra disana. Nampak lelaki itu tengah berdiri didepan lemari pendingin dan baru mengambil s**u kotak ia hangatkan. Ila pun segera menghampiri lelaki itu disana. "Emb... kak Mudra... mau minum s**u ya?" tanya Ila polos. Seakan di otak gadis itu tidak ada bahan pertanyaan lainnya. "Ya... memangnya kamu juga mau?" tanya Samudra balik. Namun Ila saat itu menggeleng sebagai jawabannya. Ila dengan setia menunggui lelaki itu menghangatkan s**u dan sekaligus meminum s**u itu sampai habis. Samudra tidak tahu jika Ila akan mengajaknya mengobrol. Lelaki itu sudah beranjak dari tempatnya dan pergi dari sana. Ila baru menyadarinya dan langsung menyusul mengikuti lelaki itu, sampai Samudra sudah masuk kedalam kamar kembali dan berbalik menghadap kearah pintu kamar. Ia terkejut karena Ila tengah berdiri disana. "Apa yang ingin kamu katakan?" tanya Samudra singkat. Dan Ila pun mengangguk sebagai jawabannya. "Masuk." Ucap Samudra lagi yang mengajak calon istrinya itu masuk kedalam kamar. "Emang nggak apa-apa ya kak? aku masih belum dewasa loh." Ucap gerutu Ila yang membuat Samudra sedikit tersenyum. "Nggak apa! belum dewasa tapi udah mau nikah." Ucap Samudra dengan timpalannya. Lalu Ila pun masuk kedalam kamar lelaki itu. Nampak Ila meneguk ludahnya sendiri karena ia merasa kalah jauh dari lelaki yang akan menjadi suaminya itu. "Wow... kamar ini bersih dan rapi banget. Masak iya kerjaannya supir taksi online sih?" gerutu Ila dalam hatinya. Hingga ia merasa kedua lemgan tangannya ada yang menariknya dari belakang. Rupanya Samudra tengah meraihnya dan membimbingnya untuk duduk di tepian ranjang di sampingnya. "Ada apa? mau bicara apa? cepat bilang!" ucap lelaki itu. Namun saat itu Ila begitu gugup. Degupan jantungnya yang menggila karena ia duduk terlaku dekat dengan lelaki itu. Rupanya Samudra yang lebih tua lima tahun darinya itu pun mengerti. "Tenang La... aku nggak akan makan kamu kok. Aku hanya tanya, kamu tadi katanya mau bilang sesuatu. Apa?" tanya Samudra pada gadis di sampingnya. "Ouh... anu kak... itu... emb... aku udah bilang sama ibu aku kalau besok mau ngajak calon suami pulang. Tapi..." ucap Ila tertahan karena tidak tahu lagi harus berkata apa. "Tapi apa?" tanya Samudra lagi. "Tapi... ibu aku tahunya aku pulang dengan Eric. Aku tidak sanggup menjabarkan lewat panggilan tadi. Aku..." ucap Ila tertahan karena lelaki itu sudah menarik tubuhnya kedalam pelukan. Samudra tiba-tiba memeluknya begitu saja. "Udah jangan khawatir... semua pasti akan baik-baik saja." Ucap Samudra sembari menepuk punggung serta pundak Ila beberapa kali saat itu. Hingga Samudra tersadar dan melepaskan pelukannya lagi. Rupanya lelaki itu tadi tanpa sengaja mendengar isakan dari dalam kamar Ila. Dan bahkan Samudra sempat membuka sedikit pintu kamar gadis itu. Ia melihat Ila terisak pilu disana. Namun Samudra kembali menutup pintu kamar gadis itu lagi agar tidak ketahuan. Karena menurut lelaki itu. Akan lebih baik jika Ila tidak tahu jika Samudra melihat tangisannya. "Akh... maaf ya... aku kelepasan." Ucap Samudra sembari menyunggingkan senyuman tampannya. Lalu gadis itu pun mengangguk senang. "Nggak apa-apa. Makasih kak... kalau begitu... aku pamit ke kamar dulu ya..." ucap Ila yang segera mendapat anggukan dari lelaki itu. Sampai akhirnya Ila beranjak pergi meninggalkan kamar Samudra dan kembali ke kamarnya lagi. Sedangkan di dalam kamar Samudra. Lelaki itu masih menatur irama jantungnya. Jantungnya berdegup kencang saat berpelukan dengan Ila tadi. "Sabar Mudra! apa kamu gila? hah... belum apa-apa sudah memeluknya! tahan!" ucap Samudra dalam hatinya sembari menghela nafasnya dalam-dalam lalu menghembuskannya perlahan lewat bibirnya. Malam itu keduanya tidur lelap. Hingga pagi menjelang. Nampak Ila keluar dari kamarnya karena akan mandi di kamar mandi yang ada di luar kamarnya. Karena kamar mandi dalam hanya ada di kamar Samudra. Ia terpana ketika menatap lelaki itu tengah berolahraga di depan jendela kaca lebar yang membentang sebagai dinding apartmen itu. Menatap langsung kearah caha matahari pagi. Nampak kedua lengan kekar nan berotot lelaki yang hanya memakai kaus oblong putih itu pun seakan mengkilat oleh timpaan cahaya sinar matahari pagi.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN