Ketiga pria itu terhenyak dengan ucapan rasional seorang Abi, wanita yang notabene baru mereka kenal dalam beberapa hari.
Rasha bungkam tak bisa membalas semua ucapan wanita itu, lidahnya kelu, tubuhnya kaku. Kata-kata itu bagai hipnotis dan setiap kata terus berputar dalam kepalanya.
Lelaki itu menatap Abi dengan perasaan campur aduk, dia melihat wajah memerah menahan amarah dan tangis. Abi menunduk dan memegang tubuh bagian depannya yang terasa sesak.
Abi menatap Rasha dengan pandangan yang mulai buram.
“Pergilah,” usir Abi singkat dan dia berbalik ke kamar dan menutup pintunya keras.
Rasha masih diam menatap kepergian Abi dari sana, entah apa yang sebenarnya dia rasakan, tapi setelah sekian lama dia terlibat banyak pembicaraan dengan wanita baru kali ini muncul rasa bersalah dalam dirinya dengan apa yang dia ucapkan.
“Berikan apa yang dia minta,” perintah Rasha dan lelaki itu berdiri meninggalkan ruangan itu begitu saja tanpa bertanya untuk siapa uang sebanyak itu.
***
Rasha kembali ke Rusia untuk menyelesaikan proyek Burskya yang sempat dia tunda selama dia mengurus masalah IUI dengan Abi.
Pertemuannya terakhir dengan Abi yang menyisakan konflik diantara mereka sempat membuat Rasha bimbang dan berniat memperbaiki semuanya. Namun, rasa gengsinya kembali muncul dan memmbuatnya mengabaikan apa yang terjadi dan memutskan untuk fokus dengan Burskya.
“Uang yang diminta oleh Nona Abi sudah siap, apa kita perlu mentransfernya sekarang?” tanya Sergy saat memasuki ruangan Rasha membuat pria itu kembali teringat dengan wanita itu.
Bagaimana kabar Abi sekarang? Apa dia baik-baik saja di sana sendirian? Sebenarnya dia tak sendirian begitu saja, karena sebelum Rasha kembali ke Rusia, dia mengutus Maria untuk 24 jam tinggal bersama dengannya dan hanya Maria yang boleh keluar masuk untuk memenuhi kebutuhan Abi.
Rasha menghela napas sejenak untuk mengontrol perasaannya. Wanita itu tidak akan mati atau gila karena mendapat perlakuan semaca itu, apalagi dia bersama Maria orang yang dia percaya selain Digga dan Sergy sejak dia masih kecil.
“Berikan saja kepadanya, lagipula bonus yang dia terima bisa puluhan kali dari yang dia minta sekarang,” ucap Rasha dan mengabaikan Sergy begitu saja.
Beberapa menit setelah Sergy keluar dari ruangannya, Rasha masih fokus memeriksa kelengkapan dokumen untuk proyek Burskya, tapi gelitik penasaran soal keadaan Abi membuatnya tak bisa fokus bekerja.
Rasha sudah meninggalkan Abi di Ddenmark hampir satu bulan ini. Sejauh ini dia hanya menerima laporan kesehatan Abi karena Varrel rutin memeriksanya seminggu sekali. Lelaki itu mengambil tablet dan mengakses cctv yang ada di apartemen yang Abi tinggali.
Rasha melihat Abi duduk di tepi jendela memeluk kedua kakinya seperti orang yang lagi memikirkan sesuatu. Lelaki itu mencoba mengaktifkan mode suara dan mendengar apa yang wanita itu bicarakan. Dia kembali mengakses cctv yang lain mencari Maria tapi tak menemukannya, pikirannya kala itu Maria keluar untuk membeli apa yang Abi inginkan.
Rasha mengamati tindakan Abi selama beberapa menit tapi tak ada yang berubah. Lelaki itu mulai bingung dan mencoba mengirim pesan kepada Maria soal ini. Beberapa menit Rasha menunggu tak ada balasan dari Maria membuatnya curiga dan dia melihat cctv di depan pintu dengan penjagaan yang masih ketat.
Dering ponsel Rasha mengganggu konsentrasinya melihat Abi dan dia melihat nama Digga di layar ponselnya. “Ada apa?” tanya Rasha.
“Dokter Varrel meminta komunikasi langsung dengan Anda Bos, sepuluh menit lagi,” ucap Digga membuat Rasha kesal.
“Buatkan jalurnya seperti biasa. Kalian datang ke ruanganku juga,” perintah Rasha menutup panggilan teleponnya.
Sepuluh menit kemudian Digga dan Sergy datang ke ruangannya dan ponsel Digga berbunyi. Dia menatap Rasha untuk meminta persetujuan dan Rasha mengangguk. Digga mengangkat panggilan itu dan meminta Varrel untuk menunggu.
Diga menyambunkan panggilan itu ke ponsel Rasha melalui jalur khusus yang selama ini Kogens buat, jadi Rasha bisa menggunakan ponselnya sendiri untuk bicara dengan penelpon tanpa tahu nomor pribadi miliknya.
“Tuan Yevara, senang bisa mendengar suara Anda kembali,” sapa Varrel ramah.
“Aku tidak dalma mode ingin basa basi dokter Varrel,” ucap Rasha pedas.
Varrel tertawa pelan, “Aku ingin memberitahu kabar baik, Nona Abi minggu ini dalam periode masa subur dan itu bisa dipastikan karena tiga hari sebelumnya ada bakal telur yang akan lepas dan siap untuk dibuahi,” jelas Varrel.
Rasha diam.
“Saangnya, aku beum menma sample benih darimu sehingga aku tidak tahu kualitas benih yang Anda miliki akan sesuai dengan milik Nona Abi atau tidak,” sesal Varrel.
Rasha baru sadar jika dia belum melakukn pemeriksaan apapun untuk program IUI ini. Sorot matanya melirik ke arah tablet yang ada di sampingnya melihat sosok wanita yang nantinya akan terlibat dalam kehidupannya.
“Kapan aku bisa melakukan tes?” tanya Rasha cepat.
“Kamu bisa memberikan sampel benih milikmu kepada Ileanor dan untuk proses inseminasinya, jika memang tak masalah lakukan maksimal 5 hari setelah hari ini,” jelas Varrel.
“Kenapa harus 5 hari?” tanya Rasha karena dia yakin jadwalnya penuh sampai dua minggu mendatang.
“Sebenarnya bisa saja sampai minggu depan, tapi kemungkinan besar mendapat anak laki-laki lima hari dari sekarang,” jawab Varrel santai.
Rasha tak berkomentar dan tatapannya melihat Digga dan Sergy yang terlihat terkejut. Rasha kembali dari lamunannya setelah mendengar deheman dari dokter Varrel.
“Nona Abi saat ini dalam mood ingin diberi kasih saynag, menurutku jika memang ingin mencobanya, Tuan bisa melakukan sekarang, mungkin Anda bisa mengabaikan program IUI ini dengan datang langsung kepada Nona Abi dan kedengarannya itu lebih baik,” kekeh Varrel menutup panggilannya tanpa sungkan.
Rasha merasa kesal dan sampai mengeraskan rahangnya mendengar ucapan Varrel. Dia paam maksud ucapan Varrel soal mendatangi Abi langsung. Bagaimana bisa dia mengusulkan hal menjijikkan semacam itu kepada pasiennya. Matanya kembali pada tablet di sampingnya dan dia mulai sadar jika ada yang aneh di sana.
“Sergy,” panggil Rasha cepat tapi matanya tak lepas dari tablet di sampingnya.
Sergy menghampiri Rasha cepat dan wajahnya sudah terlihat panik.
“Dimana Maria?” tanya Rasha membuat Sergy makin pucat mendengar nama pelayan kepercayaan bosnya itu. Rasha menatap pengawalnya tajam menuntut jawaban.
“Maria hilang sejak dua hari lalu, Bos,” ucap Sergy terbata.
Buugghhh..
Pukulan Rasha mendarat di perut Sergy membuatnya menahan sakit. Setidaknya kekesalan sebelumnya sudah terlampiaskan karena usulan Varrel gila itu, ditambah lagi ada masalah seperti ini.
“Dan kamu baru melaporkannya kepadaku,” desis Rasha mencengkram pundak Sergy.
Pengawalnya itu hanya mengangguk, “Penjaga tidak curiga karena Maria masih sering keluar masuk, sehingga tidak ada laporan soal ini, tapi mereka menyadari keanehan sejak Maria tak kembali setelah diminta membeli cake oleh Nona Abi,” jawab Sergy pelan.
Rasha mendorong Sergy begitu saja dan memikirkan kenapa Maria tiba-tiba hilang tanpa kabar seperti ini. Dia mengenal Maria lebih dari tiga puluh tahun dan dia yakin Maria tidak akan mengkhianatinya.
“Adrian,” gumam Rasha dengan tatapan tajam kepada Sergy.
***
Cedric menyalakan cerutu yang sudah ada di tangan Adrian. Pria itu mendiamkannya sebentar sebelum menghisapnya. Dia menatap seorang pria di hadapannya dengan perasaan penasaran.
“Jadi maksudmu Rasha akan melakukan program inseminasi agar dia bisa memiliki anak tanpa menikah?” tanya Adrian kepada pria itu.
Pria itu mengangguk yakin. “Wanita itu sekarang ada di Denmark dan dijaga oleh pengawal di apartemen milik Rasha,” jawabnya.
“Namanya?” tanya Adrian dan pria itu langsung menjawab.
“Abelone Zakharov,” kata Pria itu cepat.
Adrian menoleh kepada Cedric dan asistennya itu mengangguk. “Jadi benar dia wanita yang kita temui di kantor saat itu,” gumam Adrian merasa tertipu dengan tingkah Rasha.
Tak berapa lama muncul seorang wanita yang sudah paruh baya dalam keadaan terikat dan lusuh. Adrian pura-pura iba melihatnya dan menghampirinya begitu saja.
“Maria, kenapa kamu seperti ini? Siapa yang berani menyakitimu?” tanya Adrian lembut tapi dengan nada dibuat-buat.
Maria melihat Adrian dengan tatapan datar, dia bukannya tidak hormat dengan Adrian tapi dia tahu bagaimana kelakuan Adrian selama ini terutama dengan Rasha karena dia menyaksikan pertumbuhan keduanya. Namun, jika kejadina ini bukan Adrian pelakunya dia juga sudah tahu resiko yang dihadapinya jika menjadi pelayan Rasha.
“Seharusnya dari awal aku sudah curiga dengan keberadaanmu yang tidak pernah terlihat di mansion keluarga Aleksandr,” kekeh Adrian.
Maria tak berkomentar karena dia tahu ini hanya pancingan untuk tujuan yang lebih besar.
“Baiklah, aku tak mau basa basi lagi, katakan apa yang Rasha rencanakan bersama wanita itu?” tanya Adrian to the point.
Maria hanya meliriknya tak menjawab.
“Jadi kamu mau menguji kesetiaanmu dengan bungkam seperti ini, apa kamu pikir Rasha akan menyelamatkanmu yang hanya seorang pelayan,” cela Adrian.
Maria tak terpengaruh dengan ucapan Adrian. Wanita paruh baya itu hanya tersenyum dan cukup memberikan satu nasehat kepada Adrian.
“Meskipun aku kehilangan nyawaku, membunuh Digga dan Sergy, kamu juga tidak akan bisa mengalahkan Rasha. Jika kamu berpikir Rasha memiliki massa seperti sekarang karena rasa takut mereka atau kekeaman Rasha, kamu salah besar, Adrian Vasiliev,” cela Maria.
Ppllaaakk..
Tamparan keras dari tangan Adrian membuat Maria pening sesaat dan dia merasakan anyir darah di sudut bibirnya, tapi wanita itu tidak kapok dan tetap santai.
“Apa pelayan sepertimu tidak punya sopan santun, haaahh!” bentak Adrian.
“Kita memang pelayan Rasha tapi apa yang kita lakukan bukan karena kami takut kepadanya, tapi karena balas budi dan kebaikan yang sudah Rasha lakukan selama ini kepada orang-orang yang mengabdi kepadanya,” jelas Maria.
“Sebaiknya kamu berhenti sekarang atau kamu akan menyesal kemudian,” saran Maria.
Adrian mengepalkan tangannya kesal mendengar ucapan Maria itu. Pria itu menjambak Maria begitu saja membuat wanita itu menahan sakit tapi Maria masih bisa menghujat Adrian.
“Kogens besar bukan hanya karena Tuan Rumanov mewariskannya tapi memang Rasha yang membuat semua orang bergerak untuk membantunya. Jadi sampai kapanpun kamu tidak akan bisa menyaingi kemampuannya bahkan Tuan Zhen sekalipun,” tutup Maria.
Adrian mendorong tubuh Maria dan menendangnya keras sampai wanita itu tersungkur. Tak lama muncul anak buahnya dan membisikkan informasi kepada Cedric.
“Pengawal kita sudah siaga di tempat Nona Abi tinggal, mereka tinggal menunggu perintah Anda untuk eksekusi,” lapor Cedric.
Adrian tersenyum puas dan Maria menatapnya penuh amarah.
“Apa yang akan kamu lakukan kepadanya?” jerit Maria tak terima.
Adrian tertawa melihat Maria yang berekasi berlebihan begitu mendengar nama Abi diantara mereka.
“Kita lihat saja nanti, Rasha masih dengan kemampuannya atau dia mulai lemah karena wanita yang menolong masa depannya,” tawa Adrian meledak.
Maria histeris bahkan berani mengeluarkan sumpah serapahnya kepada Adrian karena dia khawatir dengan keselamatan Abi.
“Bawa dia kembali, wanita tua ini sama sekali tak berguna,” kata Adrian dan kedua pengawalnya menyeret Maria keluar dari sana.
Reaksi Maria membuatnya berpikir sehebat apa wanita itu sampai pelayan seperti dirinya harus mengeluarkan reaksi yang berlebihan. Pria itu sadar jika ada satu orang lagi yang belum dia bereskan. Adrian mendekatinya dan menatap orang itu.
“Buat dirimu berguna dengan menggagalkan semua rencana Rasha soal program kehamilan itu. Kalo perlu bunuh wanita itu dan bawa kepalanya kepadaku,” perintah Adrian dan orang itu mengangguk paham.
Adrian kembali ke tempat duduk dan kembali menghisap cerutunya. Aroma kemenangan bisa dia rasakan untuk melawan Rasha kali ini.
“Dia selalu rapi melakukan apapun yang dia inginkan, tapi kali ini kau tidak akan melakukannya dengan mudah, Yevara Aleksandr,” kekeh Adrian puas.
*****