B.2 Agreement

1975 Kata
“Rasha!” teriak seorang pria paruh baya dengan suara berat khas lelaki. Teriakan itu menghentikan langkah Rasha. Dia melihat lurus ke depan dan berdiri tegap Zhen Aleksandr yang tak lain adalah ayahnya sendiri. Meskipun ayahnya sudah berumur lebih dari setengah abad tapi badannya masih tegap dan auranya masih menyeramkan. “Papah tidak pernah mengajarkan kamu untuk menyakiti seorang wanita, dimana nuranimu!” bentak Zhen di hadapan semua orang tanpa malu. Rasha hanya diam dan tenang menghadapi semuanya. Bukan karena malu tapi dia memang tidak perlu berdebat dengan ayahnya soal ini. Lelaki muda itu memiliki alasan tersendiri kenapa dia tidak ingin menikah dan hidup bersama dengan wanita. “Aku benci wanita serakah,” jawab Rasha dan berlalu meninggalkan ayahnya begitu saja yang masih menahan amarah. Kepergian Rasha yang tiba-tiba membuat banyak pertanyaan bagi wartawan apalagi mereka menyaksikan kejadian langsung bagaimana tidak kompaknya ayah dan anak dalam hal ini. Cecaran pertanyaan dari wartawan tak digubris oleh Zhen, dia meninggalkan wartawan begitu saja dengan banyak teka-teki. “Bos, Tuan Besar meminta Anda untuk ke rumah utama malam ini,” ucap Sera dari tempat duduk yang ada di samping kemudi. “Besok,” jawab Rasha singkat yang asyik memainkan ponselnya karena beritanya yang sedang viral karena kejadian di restoran tadi. Belum sempat Sera mengungkapkan alasannya kenapa Tuan Zhen meminta datang ke rumah mereka, telepon Rasha sudah berbunyi. Pria itu melihat ada nama ibunya di sana. Rasha memang tak memiliki belas kasihan, tapi satu-satunya wanita yang membuatnya tak bisa berbuat kasar adalah ibunya. Sedingin apapun Rasha, dia tak pernah bisa mengabaikan ibunya begitu saja. “Iya Mamah,” sapa Rasha kepada ibunya. “Pulang sekarang ke rumah utama, Mamah ingin bicara,” pinta Mama Carryn. Rasha hanya diam dan hembusan napasnya terdengar di pengeras telepon. “Rasha tahu apa yang akan Mamah bicarakan, besok Rasha akan pulang, tidak malam ini,” bantah Rasha. Mama Carryn diam sebentar. “Haruskah Mama memanggilmu Rashenka agar kamu mau pulang, hemmm,” ucap Mama Carryn langsung menutup panggilannya. Rasha yang mendengar ancaman mamanya itu memijat keningnya. Bukan tanpa alasan, Rasha benci jika mamanya memanggilnya dengan nama kecilnya itu dan baginya itu terdengar memalukan. Imbuhan –enka di belakang namanya itu sebenarnya panggilan positif karena itu artinya panggilan sayang orang tua kepada anaknya. Namun, bagi Rasha yang sudah berusia 33 tahun, panggilan itu terdengar menjijikkan. “Putar arah ke rumah utama, sekarang!” perintah Rasha dan Sergy mengangguk sambil melirik ke arah supir. Rasha melempar ponselnya dan memandang keluar. Tak sampai satu jam Rasha sampai di kediaman utama milik kedua orang tuanya. Pagar tinggi menjulang menunjukkan seberapa besar kuasa orang yang tinggal di dalamnya. Penjaga langsung membuka gerbang begitu melihat mobil yang ditumpangi Rasha. Air mancur dengan patung Zeus memegang petir berada di tengah halaman begitu mobil memasuki kediaman keluarga Aleksandr. Sesuai dengan mitologi Yunani, Zeus terkenal sebagai dewa terkuat dan ayahnya memasang patung Zeus di sana selain sebagai pencinta karya seni dia menganggap dirinya orang terkuat di kalangannya. Mobil berhenti di lobby rumah Zhen, ukiran khas Rusia tergambar di tepian pintu dan jendela yang ada di dekatnya. Sera membuka pintu dan Rasha turun dari mobil dengan wajah yang tak bisa diartikan. Pintu utama terbuka dan Rasha disambut oleh dua pelayan yang ada di sana. “Dimana Mamah?” tanya Rasha kepada salah satu pelayan yang menyambutnya. “Nyonya ada di lantai dua bersama dengan Tuan,” ucap salah satu pelayan dan Rasha langsung melenggang ke lantai dua. Dia meyakini kedua orang tuanya ada di ruang keluarga. Pintu ruang keluarga di lantai dua terbuka, badan tegap dan atletis Rasha langsung memancarkan aura dingin dan tak bersahabat membuat kedua orang tuanya menoleh. “Mamah kira kamu masih menyukai panggilan Rashenka,” sambut Mama Carryn yang hanya menatap Rasha tajam. Ibu satu anak yang sudah menginjak usia lebih dari lima puluh tahun ini masih terlihat cantik bahkan kerutan di wajahnya juga tersamarkan. “Rasha lelah Mamah, cepat katakan saja, tidak perlu basa basi,” ucap Rasha langsung menghempaskan tubuhnya di sofa besar yang ada di ruangan itu. Papa Zhen hanya diam memperhatikan sambil menghisap cerutunya dan Rasha sama sekali tak ingin memandang papanya kali ini. Pria itu masih santai menyandarkan kepalanya sambil menunggu apa yang akan ibunya katakan. “Satu tahun,” ucap Mama Carryn tegas. Rasha menegakkan tubuhnya dan menatap bingung ibunya. “Untuk?” tanya Rasha tak mengerti. “Satu tahun untuk mendapatkan istri dan keturunan terutama anak laki-laki,” kata Mama Carryn. Rasha hanya menghela napas, dia sudah menduga pembicaraan soal jodoh ini akan berlanjut. “Kenapa Mamah dan Papah peduli soal keturunanku dan pendamping, ada saatnya nanti Rasha akan mendapatkan apa yang kalian inginkan tapi tidak sekarang,” seru Rasha dan berdiri dari sana hendak pergi meninggalkan mereka. “Sandr akan Papah sumbangkan ke yayasan amal jika dalam waktu satu tahun tidak bisa kamu penuhi keinginan kami,” timpal Papa Zhen. Rasha menghentikan langkahnya, menatap tajam kepada ayahnya. “Aku tak peduli,” jawab Rasha tegas dan melangkah keluar. “Kamu akan kehilangan segalanya Rasha!" Teriak Mama Carryn. Rasha berhenti sebelum mencapai pintu keluar, dia menoleh dan menatap mamanya dengan tatapan tak percaya. “Kogens masih bisa menghidupiku nanti,” jeda Rasha seakan ingat ada yang belum selesai dia melanjutkan perkataannya, “Dan bisa memberikan Mamah uang untuk pergi ke Ulska,” jawab Rasha enteng. “Sandr yang membuatmu hidup hingga memiliki Kogens sampai hari ini, Anak Tak Tahu Terima Kasih!” bentak ayahnya tepat ketika Rasha berdiri di ambang pintu. Rasha sadar jika dia sudah tak bisa bersabar lagi menghadapi kemauan kedua orang tuanya. Dia berbalik dan menatap tajam kedua orang tuanya. “Apa yang sebenarnya kalian inginkan?” tanya Rasha dengan penuh penekanan. “Jika kamu tidak memiliki keturunan siapa yang akan meneruskan Sandr dan menghidupi banyak orang yang bernaung di dalamnya,” jelas Papa Zhen mulai melunak. “Sepertinya aku salah dengar, seingatku tadi Papah mengatakan jika Sandr akan diberikan oleh yayasan amal. Itu artinya Sandr masih bisa berjalan sebagaimana mestinya kan? Hanya masalah manajemen saja yang berbeda,” sindir Rasha. “Apa sulit bagimu mencari seorang wanita dan melahirkan seorang keturunan? Kami tak memintamu untuk jatuh cinta dengan wanita,” ucap Mamah Carryn yang malah mendapat dengkusan dari Rasha. “Karena wanita itu merepotkan dan serakah,” ujar Rasha yang berbalik dari sana dan melihat orang yang dia kenali dengan baik dan dia benci. “Sedang apa kau di sini, Adya?” tanya Rasha tak suka. Adya, panggilan Adrian, hanya tersenyum, “Tentu saja aku menjenguk Paman Zhen, setelah tayangan siaran langsung yang melibatkan dirimu pasti membuat Dyadya dan Tetya dalam kondisi tidak baik,” kata Adya tenang. “Dasar penjilat,” desis Rasha dan dia melanjutkan langkahnya. “Waktumu tetap satu tahun untuk menikah dan punya anak lelaki, jika tidak kami tidak akan memberikan Sandr kepadamu,” teriak Zhen tapi Rasha bersikap masa bodoh soal itu. Mereka lupa jika Adya ada di sana dan mendengar semuanya. Adrian Vasiliev, sepupunya dari pihak ayah, tepatnya ayah Adrian adalah adik ayahnya. Semenjak kakeknya berbagi warisan antara ayahnya dan ayah Adya, keduanya saling bersaing. “Aku akan urus yayasan yang cocok untuk menerima dana dari Sandr,” jawab Rasha sebelum dia meninggalkan ruangan itu. “Dasar anak itu, kenapa memintanya menikah seperti kita akan membunuhnya,” gumam Zhen kesal dengan kelakuan anak semata wayangnya. “Selamat malam Dyadya dan Tetya,” sapa Adrian dan kedua orang tua Rasha hanya diam saja karena masih kesal dengan kelakuan anaknya yang susah diatur. “Apa Dyadya dan Tetya baik-baik saja dengan pemberitaan ini?” tanya Adrian basa basi yang membuat Zhen menatapnya tajam. “Ada apa kamu kemari?” ketus Zhen. “Saya hanya ingin memastikan Dyadya dan Tetya tidak terpengaruh mengenai kondisi ini. Ada kemungkinan besok dan seterusnya wartawan akan meminta klarifikasi karena Maria tidak sadarkan diri saat ini di rumah sakit,” jelas Adrian. Zhen menghembuskan napas kasar, dia tak menyangka jika anaknya bisa frontal menyakiti seorang wanita di depan publik seperti sekarang. “Papah apa yang harus kita lakukan sekarang?” tanya Carryn cemas. Zhen diam menopang kepalanya dan memijat keningnya pelan. Dia memikirkan bagaimana cara membuat anaknya itu jera. “Maafkan Adya, Dyadya, bukan maksud memperkeruh suasana, tapi jika Rasha tidak ingin mengelola Sandr kenapa tidak memberikan hak pengelolaan itu kepada orang lain yang bersedia,” ucap Adya pelan tapi penuh trik. Zhen yang mendengar hal itu seakan menemukan satu ide. Dia menatap Adya lama dan tersenyum. “Kau benar, Rasha orangnya sangat kompetitif, dia tidak akan peduli jika tidak ada orang yang mengalahkannya,” kekeh Zhen. Carryn yang melihat suaminya memiliki ide untuk membuat anaknya menyerah langsung semangat. “Apa yang akan Papah lakukan?” tanya Carryn tak sabar. “Ayo kita istirahat Mamah, besok aku akan bicara lagi dengan anak susah diatur itu,” kata Zhen yang membuat Carryn sedikit kecewa tapi dia tak membantah ucapan suaminya itu. “Pulanglah, besok jam 10 datang ke ruanganku,” pesan Zhen dan Adrian mengangguk. Sebelum Zhen memejamkan mata untuk istirahat, dia mengirimkan pesan kepada anaknya. Sesampainya di mansionnya dengan kemegahan yang sama dengan kediaman kedua orang tuanya tapi desainnya lebih modern. Mansion ini dibangun berkat jerih payahnya merintis Kogens dan tentu saja penjagaan di sini lebih ketat daripada di kediaman kedua orang tuanya. Rasha membasuh tubuhnya dalam kucuran air shower hangat dan kembali memikirkan apa yang diucapkan oleh ayahnya. Satu hal yang perlu dia pikirkan, jika Sandr diberikan kepada yayasan bagaimana dengan Kogens, sepertinya dia memang harus mencari orang untuk mewarisi semuanya. *** Pagi harinya terpaksa Rasha baru membuka ponselnya dan membaca pesan semalam dari ayahnya. Tangannya langsung mengepal dan rahangnya mengeras membaca pesan itu. Zhen [Datang jam 10 di ruangan Papah, atau Sandr akan Papah berikan kepada Adrian.] “Ke Sandr sekarang!” perintah Rasha kepada Sergy dan pengawalnya itu langsung mengangguk. Mobil berputar arah yang seharusnya ke kantor Kogens tapi melaju ke Sandr. Rasha melihat masih ada waktu 30 menit sebelum ancaman ayahnya akan jadi kenyataan. Braaak… Rasha membuka pintu dengan kasar dan napas terengah. Dia melihat ayahnya dan Adrian sudah ada di sana. Dia mengatur napasnya sejenak sebelum memulai pertarungan ini. “Kamu tepat waktu sekali Nak,” sindir ayahnya Zhen karena waktu tepat menunjukkan pukul 10. Rasha tak peduli dengan sindiran itu, dia berjalan ke meja kerja ayahnya. “Sejak kapan penjilat ini harus terlibat dalam urusan keluarga kita,” protes Rasha karena dia melihat Adya sudah berdiri bangga di sana. “Sejak kamu tidak mau menuruti keinginanku, mungkin 25% saham Sandr tidak terlalu buruk, lagipula kamu sudah tak peduli lagi dengan Sandr bukan?” kata Zhen santai. Bunyi gebrakan meja membuat semuanya menegang. Rasha menatap tajam ayahnya dengan penuh amarah dan rasa tak percaya jika ayahnya bisa semudah itu percaya kepada pria macam Adrian. Zhen tidak menyangka jika anaknya akan semarah ini setelah tahu Adrian akan mendapatkan bagian Sandr. Jika tahu seperti ini dia sudah melakukannya dari dulu. “Kenapa kamu begitu peduli dengan Sandr, bukankah kamu bilang kamu yang akan mencarikan yayasan untuk Sandr,” tantang ayahnya. “Setidaknya Sandr lebih baik dikelola yayasan dan jadi sejarah daripada harus diberikan kepada lelaki penjilat dan serakah macam dia!” bentak Rasha. Adya mengepalkan tangan dan mengeraskan rahangnya mendengar hinaan Rasha. Tapi dia mengendalikan perasaannya demi tujuannya untuk menguasai Sandr. “Setidaknya aku tahu balas budi dengan mengelola perusahaan yang membuatku lepas dari masa lalu kelam,” ucap Adya tanpa dosa. Rasha tertawa sumbang mendengarnya, “Dasar Pria Tak Tahu Malu!” sarkas Rasha. “Sampai kapanpun aku tidak akan membiarkan Sandr jadi milikmu. Zhadnyy!” teriak Rasha. Zhen melihat perdebatan keduanya merasa menang, untuk kali ini dia bisa mengendalikan anaknya. Baginya 25% saham untuk Adrian itu tak ada artinya karena Rasha akan memiliki 50% yang tentu saja hasilnya akan jadi lebih banyak karena dia tahu anaknya itu cerdas dan tak mungkin berpangku tangan dalam mengelola sebuah bisnis. “Anak lelaki pertama atau 25% saham jadi milik Adrian. Pilihlah dengan bijak.” ******
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN