B.6 First Meet

1855 Kata
Sergy berdehem sebelum mengutarakan niatnya kemari untuk melapor perihal tugas yang bosnya berikan. Rasha masih diam menghadap batu marmer di hadapannya enggan berbalik untuk melihat Sergy. “Namanya Abelone Zakharov, biasa dipanggil Abi, orang terdekatnya memanggilnya Abisha,” ucap Sergy pertama kali membuat Rasha mengerutkan dahinya dan berbalik. “Itu adalah nama wanita yang Bos perintahkan untuk menerima benih milik Bos. Dari informasi yang saya temukan, ada bank penyimpanan sementara yang digunakan untuk menampung benih lelaki dan berlokasi di Denmark,” lanjut Sergy. “Kami sedang menyiapkan prosedurnya untuk hal ini Bos, termasuk soal bibit, bobot, dan bebet dari Nona Abi untuk melaksanakan hal ini. Semua akan berjalan dengan rapi seperti biasanya Bos,” tambah Digga. Rasha menaikkan sudut bibirnya mendengar hal ini dengan pandangan yang sulit diartikan. “Apa wanita itu bersedia melakukannya?” tanya Rasha penasaran membuat kedua orang kepercayaannya saling pandang. Sergy berdehem, “Apa kita perlu melakukan negosiasi dengannya Bos?” tanya Sergy ragu-ragu. Rasha malah bingung dengan pertanyaan Sergy. “Negosiasi apa maksudmu?” tanya Rasha tak mengerti. “Untuk tahu kesediaannya melakukan hal ini,” sahut Sergy. Rasha berjalan menjauhi batu marmer itu dan duduk di kursi yang ada di dekat sana. Tak ayal keduanya mengikuti pergerakan Rasha. “Memangnya kita tak perlu meminta persetujuannya?” selidik Rasha malah membuat keduanya makin bingung. Sejauh ini mereka bekerja dengan bosnya ini tak ada kata negosiasi jika menyangkut keinginan Rasha bahkan cenderung memaksa dan memerintah, tapi entah kenapa kali ini dia mendengar seola bosnya ragu soal ini. “Kita berencana membawanya langsung ke Denmark saat semua sudah siap, tapi jika memang Bos ingin kita bicara dulu dengan Nona Abi, akan kami lakukan,” kata Digga pelan. Rasha menggaruk pelipisnya bingung. “Entahlah, lakukan saja yang menurut kalian baik, yang penting semuanya beres dan lekas jadi anak,” kata Rasha datar. Lelaki itu berdiri dan pergi dari sana masih menyisakan kebingungan dari kedua orang kepercayaannya. Rasha masuk ruang kerjanya di lantai dua, dia masih bisa melihat batu marmer khusus yang dia pasang di taman belakang melalui jendela ruang kerjanya. Tatapannya lurus tapi memiliki banyak makna yang dia sendiri tak bisa memahami apa yang dia rasakan sekarang. Setelah bertahun-tahun sejak kehilangan wanita yang dia inginkan, hatinya seakan membatu terhadap wanita. Tapi pertemuannya tak sengaja dengan wanita kuncir kuda itu membuatnya merasa ada hal yang aneh pada dirinya, jauh dari kata sempurna seperti pilihan orang tuanya tapi entah kenapa dia malah ingin tahu banyak soal wanita itu. Rasha mengerutkan dahi memikirkannnya, “Siapa nama wanita itu tadi, Abelone Zakharov, sepertinya namanya tak asing tapi tak banyak wanita yang bernama Abelone di sini,” gumam Rasha. Lelaki itu menoleh ke meja kerjanya dan melihat tabletnya sudah siap di atas meja. Jika Sergy sudah melaporkan hal itu, seharusnya detil informasinya sudah masuk di database yang dia miliki. Rasha menyalakan tablet dan melihat ada file baru yang tersimpan di sana dan membukanya. File itu berisi data diri Abi, Rasha membacanya perlahan sampai dia berhenti di data kedua orang tuanya. “Anak dari Dimitry Zakharov pemilik tambang Zakh, bukankah tambang itu sudah lama bangkrut, apa karena itu dia jadi karyawan dan hidup sederhana seperti sekarang?” analisa Rasha. Tak ada yang istimewa menurut Rasha, jika memang keluarga Abi sebelumnya memiliki pertambangan, itu artinya dia sudah terbiasa dengan kehidupan bangsawan dan pengusaha. Jadi tak akan sulit baginya untuk masuk keluarga Aleksandr. Namun, tak lama Rasha menyadari satu hal. “Kenapa aku harus memikirkan soal status sosialnya kan dia bukan jadi istriku tapi cuma tempat tampungan benihku untuk sementara,” kilah Rasha dan mematikan tabletnya lalu fokus untuk bekerja. *** Ketukan jari di meja kaca berwarna hitam membuat suasana terasa mencekam. Pria dengan perawakan tegap yangusinya ditaksir 30 tahun lebih duduk bersandar di kursinya dengan rambut pirang pendek terlihat sedang berpikir. Sedangkan di sisi yang lain berdiri seorang pria yang sama kekarnya tapi usianya lebih tua darinya berdiri sedang menunggu perintah tuannya yang sedang duduk tenang di seberangnya. “Jadi maksudmu tidak ada orang yang mau berada di pihak kita setelah tahu jika Rasha akan jadi pemilik Sandr Company,” ujar pria pirang yang duduk di kursi kerjanya. Pria yang lain mengangguk yakin membuat pria pirang itu langsung memukul meja keras hingga pria itu sedikit terkejut. Pria pirang itu berdiri seketika dan menatap pria yang sedari tadi berdiri di dekatnya. “Dia kira aku akan menyerah hanya karena aku tidak memiliki pendukung, aku masih mengamati sampai hari ini apa saja yang telah kau lakukan dan kita akan menyerang di saat yang tepat,” kekeh lelaki pirang itu. Dia berjalan mengitari meja kaca itu dan bersandar di tepinya sambil memandang pria yang ada di hadapannya. “Cedric, apa yang kamu dapatkan selain soal pengikut itu?” tanya lelaki pirang itu. Lelaki yang dipanggil Cedric tak lain adalah asistennya mulai menjelaskan apa yang dia ketahui dari beberapa mata-mata yang dia sebar untuk mengawasi pergerakan Rasha. “Beberapa hari ini Tuan Rasha tidak menunjukkan aktivitas yang mencurigakan selain mengurusi pekerjaannya di dua tempat Kogens dan Sandr. Tapi beberapa waktu lalu dia mengadakan meeting besar di Sandr bahakan mengundang beberapa tim ahli dalam meeting tersebut,” lapor Cedric. Lelaki pirang itu menatap asistennya penasaran. “Tim ahli apa? Kenapa aku tidak dilibatkan jika meeting itu dilakukan di Sandr,” keluh lelaki itu sambil menghampiri Cedric. Asistennya itu hanya diam dan meliriknya sekilas, firasatnya mulai tak enak soal ini tapi dia diam saja. Tangan kekar bosnya mencengkram pundaknya kuat. “Kamu tahu kan jika aku Deputi di Sandr, lalu kenapa aku tidak dilibatkan jika meeting ini dilakukan di Sandr,” desisnya membuat Cedric menelan ludahnya. Seketika cengkraman itu berganti dengan dorongan yang sangat keras sampai Cedric jatuh tersungkur dan dia lekas bangun lalu berlutut di hadapan bosnya itu. “Tidak ada informasi yang bocor soal meeting itu Tuan, bahkan notulen meeting pun hanya tertulis masalah evaluasi lapangan di pertambangan Sandr, tidak ada hal yang istimewa,” jawab Cedric terbata. “Apa kegiatan itu juga tidak dicurigai oleh dyadya Zhen?” selidik lelaki pirang itu dan Cedric hanya menggeleng. Lelaki pirang itu merasa ada yang aneh dengan kelakuan sepupunya. Meskipun dia mendapat akses yang tidak terbatas dari keluarganya yaitu Zhen Aleksandr tapi tak mungkin dia melakukan meeting kecil itu dengan menghadirkan tim ahli hanya untuk evaluasi. “Cari tahu sampai dapat apa yagn mereka bahas, meskipun harus membunuh semua orang yang hadir dalam meeting itu. Mengerti!” perintah lelaki pirang itu dan Cedric mengangguk paham. “Adrian Vasiliev tidak akan berhenti begitu saja, Yevara Aleksandr,” sumpah Adrian dengan amarah yang tertahan. *** Abi kembali ke coffee shop tempat dia berkumpul dengan teman-temannya sebelumnya untuk meredakan lelahnya setelah bekerja. Akhir-akhir ini banyak pekerjaan analisis data yang membuat kinerja otaknya bekerja lebih keras dari biasanya. Wanita itu duduk di bangku yang sama membuat memorinya waktu itu kembali dan dia teringat pembicaraan soal anak dan pernikahan yang dijadikan topic diskusi bersama temannya.   Sebenarnya dia bukan tak suka menikah atau punya anak, tapi banyak lelaki mendekatinya hanya memanfaatkan dirinya membuatnya kesal dan memutuskan untuk tidak menikah meskipun usianya sudah 30 tahun. Abi yang masih diliputi penasaran mencari di internet mengenai memiliki anak tanpa menikah dan dia terkejut mengetahui jika sekarang banyak wanita yang memiliki pemikiran yang sama seperti dirinya. “Ah, jadi aku tidak sendiri, aku pikir aku wanita paling buruk,” ucap Abi lega setelah tahu banyak wanita yang memutuskan untuk tidak menikah. Dia melanjutkan berselancar di dunia maya dan membaca ada cara untuk bisa mendapatkan anak tanpa menikah. Wanita itu membaca dengan seksama sampai mulutnya komat kamit karena kaget dengan informasi yang dia dapatkan. “Jadi ada yang namanya proses inseminasi dan itu bisa dilakukan tanpa melakukan hubungan dengan pasangan, terdengar menarik tapi itu artinya anak yang dikandung nanti bisa dari berbagai macam ras dan kondisi karena kita tak tahu ayahnya yang mana,” gumam Abi tapi tak lama dia bergidik ngeri. Abi menutup aplikasi itu dan lebih memilih mengamati keadaan sekitar. Tapi pikirannya tak bisa bohong jika dia masih membayangkan jika dia mengikuti cara itu, bukan tidak mungkin anak yang lahir terlihat sangat berbeda dengan dirinya. Perbedaan itu pasti akan menimbulkan gunjingan juga dari orang-orang sekitar dan pastinya anaknya akan merasa terintimidasi jika itu terjadi. “Hai, apa kursi ini kosong,” sapa seorang pria membuat lamunan Abi buyar dan mendongak melihat pria yang terlihat menggemaskan di matanya. Abi hanya diam saja tapi pria itu malah duduk di hadapannya tanpa menunggu jawabannya. Abis memasang ekspresi kesal tpi dia tak pergi dari sana, karena menurutnya dia lebih berhak duduk di sini daripada pria itu. “Aku sering melihatmu di sini, apa kamu bekerja di sini?” tanya pria itu membuat Abi mulai merasa jengah dengan lelaki model begini yang sok kenal. Abi hanya meliriknya tajam dan meminum es kopinya enggan menjawab pertanyaan itu. Lelaki itu tersenyum dan kembali bertanya banyak hal meskipun Abi tak menjawabnya satu pun. Abi yang kesal berdiri dan langsung berbalik dari sana tak melihat orang yang ada di belakangnya membuat kopinya tumpah begitu saja. “Kopiku,” pekik Abi tapi pria yang ditabraknya mendengkus kesal sambil mengepalkan tangan. Dia tak menyangka jika wanita itu lebih peduli kopinya daripada dirinya yang basah karena tumpahan kopi. Seorang pria yang berdiri di belakangnya berusaha membantu mengeringkan tapi dihalangi oleh lelaki itu. Abi mendongak dan melihat wajah menyeramkan di sana membuatnya ciut tapi dia tak bisa bohong jika lelaki itu tampan meskipun wajahnya dingin. “Kenapa kamu tiba-tiba muncul, seharusnya kamu bisa menghindar saat aku berdiri tadi,” keluh Abi pelan tapi membuat pria itu menghunuskan tatapan tajam kepadanya. Abi menelan ludahnya melihat aura menyeramkan pria itu. “Nona, Anda yang tiba-tiba –“ ucapan pria di belakang lelaki itu terputus karena ayunan tangan dari lelaki yang bajunya basah karena tumpahan kopi. “Tuan Yevara Aleksandr, tolong maafkan dia, dia kekasihku dalam mood yang buruk jadi sedikit sensitif hari ini,” jelas pria yang sedari tadi menggoda Abi. Abi membulatkan matanya menatap pria di hadapannya membuat pandangan mereka beradu. Rasha yang tak pernah diabaikan oleh wanita seperti ini merasa terhina dan dia kesal karena kejadian ini. Abi tak tahu harus bersyukur atau berduka karena dia diselamatkan oleh pria di sampingnya atau karena hidupnya sudah tak lama lagi karena membuat masalah dengan bos mafia Kogens yang terkenal itu. Rasha ingat jika wanita ini adalah wanita yang akan menerima benihnya tapi baru saja dia mendengar jika lelaki di sampingnya ini adalah kekasihnya. Dari informasi yang dia terima seharusnya wanita ini tak memiliki kekasih tapi kenapa pria ini mengaku kekasihnya. Rasha ganti menatap pria itu sengit membuat pria itu jadi bergidik ngeri dengan tatapan itu. “Sejak kapan dia jadi kekasihmu?” tanya Rasha tiba-tiba membuat semua orang di sana kaget termasuk pria di belakangnya yang tak lain adalah Sergy. Abi refleks menggeleng. “Jadi dia bukan kekasihmu?” tanya Rasha sekali lagi. Kembali Abi menggeleng. “Good,” komentar Rasha singkat membuat Abi bingung. Rasha menaikkan satu sudut bibirnya dan mendekati pria itu dan memberikan tatapan membunuh. Tubuh pria itu menegang seketika. “Lepaskan tanganmu atau aku membuatmu lupa jika pernah punya tangan,” desis Rasha tapi pria itu masih diam dan tangannya tetap berada di pundak Abi. Rasha memegang pundak pria itu dan mencengkramnya erat. "Sekarang!" *****
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN