Suasana mencekam begitu terasa saat keluarga Taufan sedang melakukan makan malam bersama di meja makan besar itu.
Tak ada yang berani berbicara duluan, Kanaya hanya menundukkan kepalanya, begitu juga Camelia.
Sedangkan Evelyn terlihat sama sekali tak menyentuh makanan karena tidak berselera.
"Honey, makanlah sedikit saja, nanti kau sakit," ucap Alex.
Alex memang sangat romantis, meskipun usia mereka tak lagi muda, namun tak pernah sekalipun ia tak bersikap romantis pada istrinya itu.
Evelyn tetap saja bergeming, ia duduk bagaikan patung.
Alex hanya bisa mendesah melihat kebungkaman Istrinya yang masih sangat terpukul.
Sedangkan Antonio bersikap seperti biasa, ia makan dengan tenang.
Kanaya dan Camelia pun melakukan hal yang sama, keadaan saat ini sungguh sangat canggung.
Evelyn dan Alex belum mengetahui kalau Kanaya setuju dengan perjodohan yang di atur Antonio.
Setelah beberapa menit, Antonio tampak sudah selesai menikmati makan malamnya, ia meletak sendok lalu melihat ke arah Camelia.
"Lia, tolong besok bawa Kanaya ke salon, buat dia terlihat cantik, bila perlu sangat cantik!" titah Antonio.
Uhuk uhuk uhuk ...
Kanaya yang masih menikmati makan malamnya sampai tersedak.
Camelia buru-buru menyerahkan air putih kepada Kanaya yang tersedak.
"Ini Nak, minumlah,"
"A-ada apa ini Pa? kenapa Kanaya harus ke salon? tumben sekali Papa menyuruh para wanita di rumah ini ke salon, " tanya Alex penasaran.
Evelyn menatap datar ke arah Kanaya yang masih terbatuk-batuk.
"Hari minggu keluarga Hazardy akan kemari, kita akan membicarakan pernikahan Kanaya dan Ethan," tegas Antonio.
"A-apa?! "
Alex dan Evelyn sama-sama mendelik, terutama Evelyn.
Evelyn melihat ke arah Kanaya, namun Kanaya tak sanggup melihat Evelyn.
Evelyn yakin kalau Kanaya sudah setuju dengan perjodohan itu.
Evelyn menggeleng-gelengkan kepalanya melirik ke arah Camelia, dan Camelia pun melakukan hal yang sama seperti Kanaya.
Sudah sangat jelas kalau anak dan ibu itu setuju dengan perjodohan gila ini.
"Bagaimana mungkin Papa melakukan hal ini kepada kami! Papa tahukan Clarista putriku itu baru saja meninggal, bahkan aku masih merasakan kehadiran Clarista di rumah ini, kenapa Papa tega sekali, Papa ingin mengadakan pesta di rumah ini!" bentak Evelyn yang kini sudah berdiri dari tempat duduknya.
"Tenanglah Honey," ujar Alex berusaha menenangkan Istrinya itu. Alex sangat takut kalau Papanya sampai murka.
Namun tetap saja Antonio bersikap tenang.
Tidak seperti biasanya, Antonio akan marah bila ada orang yang menentang keputusannya.
"Clarista sudah tenang di sana, dan pernikahan ini sangat penting untuk kelangsungan hidup kita semua disini!" ucap Antonio datar.
Ekspresi wajahnya tak menunjukkan kalau ia marah pada Evelyn, meskipun Evelyn sudah berani berkata kasar dan membesarkan suaranya di hadapan Antonio.
"Aku kecewa pada Papa!" bentak Evelyn dan meninggalkan mereka semua.
"Tenangkan Istrimu itu!" titah Antonio melirik ke arah Alex.
Alex yang mengerti ucapan Papanya bergegas berdiri dan menyusul istrinya yang sedang berlarian di tangga.
"Pa, apa ini gak terlalu terburu-buru, aku gak enak sama Mbak Evelyn," ujar Camelia.
"Kita sudah tidak punya banyak waktu, Kanaya harus menikah dengan Ethan dan segera memiliki keturunan!" ujar Antonio.
"Ha ...keturunan Kek?"
"Iya Kanaya, Perusahaan kita sedang di ambang kehancuran, satu persatu pemegang saham mulai menarik saham mereka, itu sebabnya kamu harus segera melahirkan penerus keluarga Hazardy, karena hanya mereka yang bisa menyelamatkan Perusahaan kita," tegas Antonio.
"Itu artinya aku bakalan hamil dong," batin Kanaya.
"Ya Tuhan, kenapa aku gak berpikir sampai kesitu ya, wanita yang menikah pastilah akan hamil," gumamnya.
"Pa, apa tidak ada cara lain selain menikahkan Kanaya dengan Cucu Tuan Edward? aku merasa Kanaya masih terlalu muda untuk menikah dan memiliki anak," lirih Camelia.
Antonio berdiri setelah mengelap mulutnya dengan serbet.
"Tidak ada cara lain! lakukan saja sesuai perintah Papa," ucap Antonio dan berlalu meninggalkan anak dan ibu itu.
Kanaya merasa seperti ada sesuatu yang menghujam tubuhnya, kenapa semua begitu cepat. Namun tidak mungkin ia menunjukkan kepada sang Mama.
Kanaya tidak mau bila Mamanya bersedih, ia mencoba menguatkan dirinya sendiri.
"Mama tenang aja ya, semua pasti akan berjalan dengan baik," ucap Kanaya tersenyum ke arah sang Mama.
Camelia mengernyitkan keningnya, kenapa Putrinya ini sedikit pun tak merasa takut. Kanaya bahkan belum bertemu dengan Ethan, tapi gadis ini terlihat begitu santai.
"Kamu gak takut Nay, kamu pikir enak menjadi seorang Ibu?" tanya Camelia.
Kanaya menelan salivanya, ia bahkan tak pernah memikirkan hal itu, selama ini yang ada di pikirannya cuma belajar dan bermain.
Kanaya menggaruk keningnya "Kan ada Mama yang bakalan ada di samping aku," kekehnya.
Camelia menjitak kening putrinya itu "Kalau kamu menikah, tentu saja kita akan berpisah, kamu akan tinggal di rumah suamimu, kau bahkan belum bertemu dengan si Ethan itu, menurut Mama dia bukan pria yang baik,"
Kanaya sangat memahami ke khawatiran sang Mama, ia memeluk tubuh Mamanya itu.
"Mama jangan khawatir ya, Kanaya kan gadis yang kuat, pasti Kanaya bisa melalui ini semua Ma, ini kan demi keluarga kita juga,"
"Tapi hati Mama belum siap Nak,"
"Ma, kok Mama gak bahagia sih lihat putrinya mau menikah, apalagi aku mau nikah sama konglomerat loh," kekeh Kanaya berusaha menghibur diri sendiri.
"Kanaya, harta bukan segalanya untuk menjamin kebahagiaan Nak,"
"Gak Ma, harta segalanya Ma, Mama gak ingat apa yang Ayah lakukan pada Mama dan aku," lirih Kanaya.
Camelia terenyuh. Wanita paruh baya itu seketika terdiam.
Melihat perubahan wajah sang Mama membuat Kanaya merasa bersalah, ia tak sadar mengatakan hal menyakitkan itu pada Mamanya.
"Maafkan Kanaya Ma, Kanaya gak bermaksud mengingatkan Mama pada Ayah yang sudah meninggalkan kita begitu saja,"
Camelia mengerti maksud putrinya itu, ia paham kalau Kanaya berusaha untuk tegar meskipun hatinya juga belum menerima, tapi Kanaya bisa legowo menerima perintah dari Kakeknya dan sebagai Ibu, Camelia juga hanya bisa mendukung.
"Ya sudah Nak, kalau begitu besok kita ke salon ya, seperti kata Kakek kamu harus terlihat cantik, Mama mau si Ethan dan Kakeknya kagum melihat anak Mama,"
"Oke Ma," ucap Kanaya sambil menunjukkan ibu jempolnya.
Kanaya dan Camelia kembali berpelukan.
Kanaya yang sedang berada di kamarnya mengotak-atik ponselnya, ia ingin menghubungi Reins Sahabatnya itu, tapi Kanaya yakin kalau siang begini Reins pasti sangat sibuk bekerja.
"Uh ...aku merasa sangat bosan, aku ingin memberitahu Reins tentang pernikahanku, tapi sebaiknya aku katakan saja secara langsung," ucapnya pada diri sendiri.
Kanaya berdiri lalu mengambil beberapa buku, ia hanya bisa menghilangkan rasa bosannya dengan membaca buku.