Ezra mengusap wajahnya lalu melemaskan persendian. Ia duduk dipinggir tempat tidur, masih mengumpulkan kesadaran. Ezra baru saja bangun setelah tertidur sekitar 10 jam.
Jam sudah menunjukkan pukul tiga sore ketika ia bangun. Ezra merasakan pening yang cukup membuat sekitar kamarnya berputar saat ia membuka mata. Ini efek yang selalu ia rasakan ketika tertidur sehabis tidur di pagi buta.
“Ah, sial!” ucap Ezra.
Ia memutuskan untuk mandi air dingin agar lebih segar. Ezra berjalan ke arah dapur, berniat untuk membuat sarapan sekaligus makan siang, atau makan malam.
Ezra sudah memotong beberapa jenis bahan maasakan ketika ia menyadari jika ia tidak membeli penggorengan. Ezra menghembuskan napas pendek lalu merasa kecewa melihat bahan-bahan yang hanya tinggal digoreng dan dicampur.
Ia akhirnya memutuskan untuk keluar, mencari minimarket yang lengkap menjual prabot dapur dan menemukan salah satu minimarket yang berada di Itawon.
Beberapa menit kemudian, Ezra sudah berada di dalam perjalanan menuju minimarket itu. Perutnya keroncongan, tidak makan selama berjam-jam. Ezra memutuskan untuk singgah di pinggir jalan dan memakan sepuluh porsi Eomuk dan mememinum kopi hangat.
Ezra merasa kembali hidup setelah makan, ia segera membayar dan melanjutkan perjalanan. Ia bukanlah seperti pria kebanyakan yang suka makan di restoran ataupun makanan siap saji. Ezra lebih suka memasak makanannya sendiri, selain porsinya lebih banyak ia juga bisa membuatnya sesuai apa yang ia inginkan.
Hidup di keluarga yang menyayanginya membuatnya tumbuh seperti pria normal, seperti Ayahnya. Ia sangat mencontoh sikap Ayahnya yang begitu menyayangi Mamanya dan keluarganya.
Ezra terkejut begitu memasuki toko itu, ternyata kasir dan pegawainya merupakan orang asing. Berkat memegang dua buah penggorengan, Ezra kembali menjadi perhatian beberapa orang yang berbelanja di tempat itu.
Ia hanya berjalan cuek lalu melihat beberapa barang lain. Di sana banyak abrang yang berasal dari asia, terutama Indonesia. Ezra terkejut denganadanya barang-barang itu tetapi memutuskan untuk tidak membelinya. Ketika Ezra berjalan ke arah kasir, ia melihat seorang gadis yang semakin ia perhatikan sangat mirip dengan gadis yang menyenggolnya tahun lalu di Amerika.
Ezra memutuskan untuk menyapa gadis itu.
“Hai.” Sapa Ezra.
Gadis itu mengerutkan kening, tampak berpikir kemudian mengerjabkan mata. Tetapi, tidak kunjung membalas sapaannya.
“You don’t remember me?” tanya Ezra. “…we meet in Amerika last year. Kamu menyenggolku saat di kafe.”
Gadis itu ber-ah pelan, sepertinya mengingat Ezra.
“Hallo, Sir. Aku mengingat, anda.”
Ezra tertawa, “Kau mengingatku setelah kuingatkan. Ah, perkenalkan. Saya, Ezra.”
Ezra mengulurkan tangan yang seketika disambut ramah oleh gadis itu.
“Aisyah.” Ucap gadis itu pelan.
Aisyah memandang Ezra, pria itu sangat berubah ketika mereka pertama kali bertemu. Seingatnya, tahun lalu, pria itu tidak memiliki cambang tetapi kini pipi pria itu ditumbuhi rambut tipis yang mengelilingi hingga dagu.
Pantas saja ia lambat mengenali pria di depannya karena penampilannya cukup banyak berubah. Selain itu, pria itu tampak lebih berisi daripada tahun lalu. Ketika Aisyah melihat Ezra sedang memegang penggorengan, tawa kecil lolos dari bibirnya.
“Kenapa? Baru melihat seorang pria memegang penggorengan.” Tanya Ezra.
Aisyah tersenyum lalu menggeleng pelan, “Kesan saya saat pertama kali melihatmu, seperti orang yang punya pekerjaan penting tetapi sekarang sepertinya sudah berubah. Apa kau seorang chef?”
“Bukan.” Jawab Ezra.
Mereka sama-sama berjalan menuju kasir. Aisyah membeli beberapa mie instan yang ia bawa dengan keranjang yang berukuran kecil.
“Lalu?”
Ezra melihat penggorengan yang ia pegang, “Hanya, suka memasak.”
“Really?”
Ezra mengangguk, mereka selesai melakukan transaksi lalu keluar dari toko itu bersama-sama. Aisyah melihat mobil SUV terbaru terparkir di depan toko, ia melihat Ezra mengeluarkan kunci mobil dan tebakannya benar, itu adalah mobil pria itu.
Aisyah singgah di sebuah kursi yang berada tepat di depan toko itu. Ia membuka tas ranselnya dan memasukkan beberapa lembar uang kertas kembalian saat membeli mie instan. Sementara, Ezra memperhatikan gadis itu sejak tadi.
“Ada tempat yang ingin kamu kunjungi? Atau akan bepergian?” tanya Ezra.
Aisyah terkeget di kursinya, ia mengira pria itu sudah pergi. Tetapi, malah menemukan pria itu kini duduk di hadapannya.
Aisyah menggeleng, “Tidak ada.” Jawabnya masih sibuk dengan tasnya.
“Lalu? Kenapa kamu membeli mie instan sebanyak itu?”
“Ah, ini untuk cemilanku.” Jawab Aisyah. “Aku membelinya untuk stok, saat lapar tengah malam atau sedang tidak ingin makan nasi, aku bisa memasaknya.” Jawab Aisyah.
“Lalu, bagaimana denganmu? Apa sedang bekerja di sini? Kupikir anda orang Amerika.” Tanya Aisyah, berusaha mencari pembahasan agar tidak canggung.
Ezra mengalihkan tatapannya kepada Aisyah, “Saya sedang liburan.”
“Benarkah? Kalau begitu semoga anda bersenang-senang di negara ini.” Ucap Aisyah.
“Saya belum mencoba bersenang-senang karna baru saja datang beberapa hari yang lalu.”
“Kalau begitu anda harus mencarinya, di negara ini sangat banyak yang menarik. Tempat wisata ataupun kulinernya. Anda pasti sangat suka dengan makanan, karena anda suka memasak.” Aisyah menutup ranselnya.
Ezra mengangguk pelan, “Saya tinggal di Yongsan-Gu, Seoul. Apa anda bisa merekomendasikan tempat yang menarik?”
“Ah, pertama-tama. Kau bisa berbicara formal kepadaku.” Ucap Aisyah. “Lalu, jangan pernah memberitahu alamatmu kepada orang asing sepertiku. Ketiga, kenapa jauh-jauh ke Itawon? Di Seoul malah lebih banyak supermarket besar yang lebih lengkap.” Aisyah tertawa.
Tiba-tiba ponsel Aisyah berbunyi, ia segera melihat ponselnya dan terlihat nama GM sedang menelponnya, Aisyah segera menekan tombol terima.
“Halo,”
“Aisyah, cepat kembali ke kantor! Ada urusan mendesak.”
Suara GM itu terdengar sangat panik dan terburu-buru, Aisyah terkejut dan hanya mengatakan bahwa ia akan kembali ke kantor dengan cepat lalu mengakhiri panggilan.
“Sepertinya kita harus berpisah disini, aku harus kembali bekerja.” ucap Aisyah.
Ezra menghentikan langkahnya, “Sepertinya kau terburu-buru. Baiklah, sampai jumpa.”
Aisyah menganggukkan kepala. Ia berjalan mendahului Ezra lalu melambaikan tangan saat sudah berada di seberang jalan. Ezra melihat Aisyah hingga sosok gadis itu menghilang saat memasuki salah satu gedung.
Ezra kembali melihat gedung yang dimasuki gadis bernama Aisyah itu, lalu mengemudikan mobil kembali ke apartemennya. Sebenarnya ia masih ingin berbicara dengan gadis itu, tetapi sepertinya memang ada urusan yang mendesak yang Aisyah harus lakukan.
Ezra juga lupa menanyakan alamat atau tempat kerja gadis itu. Ia beruntung bisa memiliki seorang yang ia kenal di negara gingseng itu.
….
Aisyah menatap tangannya yang baru saja bersalaman dengan pria yang ditemuinya secara tidak sengaja di Amerika. Tepatnya tahun lalu, mereka bertemu karena sebuah insiden yang ia sebabkan. Aisyah menyenggol tangan pria itu ketika ia berusaha memakan kuenya.
Itu adalah insiden yang cukup memalukan karena ia tidak berhati-hati saat melangkah. Beruntung, pria itu tidak mempermasalahkannya. Kalau Aisyah mengingat-ngingat, tahun lalu itu saat ia beserta puluhan kru sedang melakukan tour konser.
Sebenarnya, Aisyah tidak diwajibkan ikut karena ia bisa bekerja dari jarak jauh. Tetapi, perusahaan menyuruhnya ikut untuk alasan jika ada keperluan mendadak yang harus dirilis segera tertangani dengan baik.
Beruntung, Rere juga ikut dan termasuk dalam kru inti. Jadi, Aisyah tidak begitu bosan saat menjalani tour karena perannya sangat-sangat tidak dibutuhkan di atas panggung. Terkadang, ia menghabiskan waktu dengan berjalan-jalan atau berbelanja.
Aisyah sekali lagi menatap tangannya, ia masih dapat merasakan bekas genggaman Ezra di sana. Tangan pria itu begitu besar dan ketika berjabat tangan tangan Ezra terasa melingkupi tangannya.
“Wow.” Gumam Aisyah pelan.
Entah kenapa, Aisyah merasa pertemuan mereka seperti memberi kesan yang bagus untuknya. Apalagi ketika ia melihat Ezra jauh-jauh ke toko ini hanya untuk sekedar membeli sebuah penggorengan yang mungkin bisa ditemukan di beberapa supermarket yang lebih dekat dari tempat tinggalnya.
Ia juga merasa cepat akrab dengan pria itu, padahal mereka tidak pernah mengobrol sebelumnya. Tadi adalah pertama kali mereka mengobrol setelah saling mengenal satu sama lain. Bahkan, Aisyah melupakan pria itu.
Aisyah memasukkan tangannya ke dalam saku, ia ingat dengan kata-kata Abimanyu jika ia harus menjaga agar tidak bersentuhan dengan lawan jenis, tetapi tadi ia tidak bisa menolaknya. Akan tidak sopan jika Aisyah menolak berjabat tangan dengan orang yang sudah sangat baik kepadanya.
“Hei! Apa kau baru saja menang undian? Kau sudah ditunggu GM di ruangannya dan malah tersenyum seperti orang gila di dalam lift.” Tegur Rere saat mendapati Aisyah sedang melamun sembari tersenyum-senyum saat pintu lift telah tebuka.
“Astaga!” Aisyah berlari pelan ke ruang kerja GM.
Ia segera masuk setelah mengetuk pintu, ternyata hal mendesak itu adalah terjadinya eror pada aplikasi pengatur waktu. Musik Video yang sudah dijadwalkan akan tayang pada jam 12 malam nanti malah tayang lima menit yang lalu akibat adanya kesalahan teknis.
Beberapa staf sudah mencoba mencegah hal itu terjadi tetapi tetap tidak bisa membatalkannya. Aisyah yang sedang tidak ada ditempat membuat mereka panik. Terpaksa, mereka membiarkan video itu dipublish lalu menarik videonya dalam waktu cepat.
“Lain kali, jika kalian menemukan kesalahan seperti itu lagi cepat restart perangkat yang digunakan. Setelah itu sambungkan dengan wifi selain yang kalian gunakan sebelumnya. Itu memang terkadang menjadi masalah tetapi ada cara untuk mengatasinya, hal ini sering terjadi karena buruknya koneksi internet.” Terang Aisyah.
Ia menatap beberapa orang staff pemula, mereka baru saja diterima perusahaan beberapa bulan yang lalu dan masih di training agar bisa dilihat apakah mereka benar-benar serius bekerja atau hanya ingin dekat dengan artis yang ada di agensi mereka.
GM yang berdiri mengawasi pekerjaan Aisyah hanya bisa tersenyum, ia takzim melihat pekerjaan gadis itu, Aisyah bisa mengatasi masalah dengan cepat dan tidak merasa panik sama sekali.
Pengaman kerja Aisyah sudah sangat bagus. Ia termasuk staf yang sudah dipercayai semua orang yang berkerja di perusahaan.
“Sudah selesai, Pak. Aku akan kembali ke ruanganku.” Ucap Aisyah.
…
Aisyah menoleh ke arah ponselnya, benda tipis itu bergetar pelan. Ia melemaskan otot tubuhnya karena telah duduk selama berjam-jam sembari bekerja. Aisyah berdiri lalu melakukan peregangan singkat, lalu menuju kamar mandi.
Aisyah kembali ke ruang kerja dengan pakaian sedikit basah. Ia mengambil mukenah dan juga sajadah kecil yang sudah ia bawa. Waktu sudah menunjukkan pukul delapan, masuk waktu magrib.
Ia terlebih dahulu mengunci ruang kerjanya, tidak ingin ada orang masuk saat ia sedang beribadah. Setelah selesai, Aisyah bersiap untuk pulang. Ia berjalan di koridor kantor menuju ruangan Rere, mengetuk pintu ruang kerjanya lalu masuk saat mendengar suara Rere.
“Sepertinya aku tidak bisa pulang bersamamu.” Ucap Rere pelan. “…aku masih punya banyak pekerjaan yang harus kuselesaikan. Mungkin aku akan pulang tengah malam.”
Aisyah menatap Rere, keadaan sahabatnya itu cukup kacau. Pakaiannya sudah tidak rapi dengan rambut yang sudah kusut akibat di pegang berkali-kali. Setelah memberikan semangat kepada Rere, Aisyah pulang seorang diri.
Di tengah perjalanan pulang Aisyah hanya mengendarai bus. Ia sedang menghemat pengeluaran karena baru pertengahan bulan tetapi gaji bulan lalu sudah menipis. Ia mengirim separuh gajinya kepada orangtuanya tiap bulan dan membayar cicilan ponsel yang sedang dipakaianya saat ini.
Ketika berada dekat dengan apartemennya. Aisyah seperti diikuti oleh seseorang, ia terus menerus menoleh kebelakang tetapi tidak menemukan siapapun. Aisyah merinding, firasatnya memburuk.
“Astagfirullah. Semoga ini hanya firasatku.” gumam Aisyah.
Ia melihat keadaan sekitar. Jalan yang ia lewati cukup ramai karena masih berada di jam sibuk, pulang kantor. Aisyah mempercepat langkahnya, ia buru-buru memencet pintu lift ketika berada di bangunan apartemennya.
Aisyah buru-buru berlari masuk ke apatemennya. Ia merinding begitu pintu tertutup beberapa saat kemudian ada yang mengetuk pintu apartemennya. Aisyah membeku di tempatnya.
Ketika melihat di wireless intercom, Aisyah menghela napas lega. Ia membuka pintu dan melihat seorang pengantar makanan berdiri di depan pintunya. Aisyah mengambil paket itu setelah menandatangi tanda terima.
“Tapi, aku tidak pernah memesan makanan.” Gumam Aisyah setelah meletakkan makanan itu di atas meja makan.
Aisyah akhirnya memeriksa makanan itu, takut jika isinya mungkin saja berisi kamera atau benda berbahaya lain tetapi bersyukur saat tidak menemukan hal yang mencurigakan.
Ia memutuskan menyimpan makanan itu di dalam kulkas lalu membersihkan diri dan beristirahat.
…
Ezra sedang berolahaga di sebuah taman dekat dengan kompleks apartemennya. Baru kali ini ia berolahraga saat malam hari. Ia singgah untuk beristirahat di bangku taman ketika melihat seorang pria memakai rompi yang tampak seperti pengantar paket sedang membuang topi dan juga rompinya ke dalam tempat sampah.
Penerangan taman itu tidak terlalu terang, sehingga Ezra tidak bisa melihat dengan jelas. Pria yang ia lihat lalu memakai topi berwarna hitam yang ia dapatkan dari sebuah kantong pelastik di dalam tempat sampah.
Ezra memperhatikan pria itu sampai hilang di setelah memasuki lorong di antara dua bangunan tinggi. Setelah tidak melihat pria itu kembali, Ezra berdiri dari tempat duduknya lalu kembali ke apartemen.
Ketika ingin memasuki lift, Ezra melihat seorang perempuan yang masuk ke dalam. Perempuan itu berambut ikal sebahu, tetapi yang menarik perhatian Ezra adalah perempuan ini adalah perempuan yang sama yang ia temui saat pertama kali sampai di apartemen yang sekarang ia tempati.
Bukan itu saja, Ezra sekilas melihat postur yang sama dengan orang yang ia lihat di tama tadi tetapi yang ia lihat tadi itu adalah pria, bukan seorang perempuan. Ketika lift sampai di lantai yang ia tuju, Ezra langsung melangkah keluar dari lift dan masuk ke apartemennya.
“Kenapa perasaanku jadi tidak enak?” Gumam Ezra.
Ezra berpikir sejenak lalu memutuskan untuk tidak mengingat-ingatnya lagi. Lagipula ia baru di sini, bisa jadi yang ia lihat bukan perempuan yang bersamanya di dalm lift.
Ezra membersihkan diri lalu membuka laptop, ia melihat perkembangan perusahaan. Memastikan jika perusahaan dalam keadaan baik, Ezra juga memantau perkembangan saham yang hanya berubah sedikit yang menandakan tidak ada kerugian yang akan dialami.
Malam ini, Ezra melihat laporan yang khusus diberikan oleh Robert. Laporan mengenai cabang baru yang akan segera dibuka di Seoul. Saat ini, gedung masih dalam tahap pembangunan dan baru rampung sebanyak 80%, itulah salah satu yang membuatnya lebih lama berada di Korea Selatan. Ezra hars meresmikan cabang baru.
Ezra menutup laptopnya setelah mempelajari beberapa laporan yang diberikan Robert. Ia memejamkan matanya singkat lalu beranjak ke tempat tidur. Malam ini, ia berharap jika apa yang ia cari akan segera ia temukan. Walaupun ia berharap setiap malam, Ezra merasa keajaiban itu akan datang kepadanya. Keajaiban yang membuatnya mengerti apa arti kehidupan dan tujuan hidup yang sebenarnya.