"Tuan, emm Altran, eh apa yah?" Naura semakin ragu berbicara pada pria di sampingnya.
"Hmmm," balas Altran acuh memainkan gelas jus di tangannya.
"Aku harus pulang, juga ini bajuku basah gini, aku harus ganti," ucap Naura sembari sedikit menggigil kedinginan.
"Kau pikir kamu saja yang kehujanan tadi!" Altran memperhatikan Naura yang kedinginan. "Sana ganti pakaianmu di kamar atas!" seru Altran.
"Hah, kenapa di atas? Saya hanya perlu pulang saja," balas Naura.
"Kau pikir aku bodoh membiarkan kamu pergi begitu saja!" cetus Altran.
"Cih, tampan tapi perhitungan begitu! Makanya ponsel tuh jangan mahal-mahal menyusahkan orang kan jadinya! Terutama aku," balas Naura menggerutu sembari turun dari kursi dan berjalan menaiki tangga.
"Aku mendengarmu!" seru Altran.
"Memang masalah buatku jika kau mendengarnya!" cetus Naura tidak menghiraukan Altran.
Naura berjalan dengan gerutuannya sembari menaiki tangga, ia tidak memperdulikan ucapan Altran. Saat ia memasuki sebuah kamar yang luas dan indah, membuatnya nyaman ketika ruangan tersebut begitu rapih dan bersih.
"Ini kamar pria? Kenapa begitu nyaman, aaaah ... lelahnya," ucap Naura melempar tubuhnya di atas matras luas dan elegan.
"Eh, aku lupa aku belum ganti baju!" seru Naura bangun dari tidurnya dan berjalan memasuki kamar mandi.
"Waaah, kamar mandi saja kenapa seluas ini? Memang apa yang mau di lakukan dengan kamar mandi sebesar ini," ucap Naura memperhatikan luas kamar mandi dengan manik indahnya, kamar mandi dengan nuansa serba putih bersih dan dinding kaca yang besar.
Setelah membersihkan tubuhnya, Naura kebingungan ketika dia melihat hanya ada handuk di dalam kamar mandi itu, yang khusus pria. Naura memutuskan untuk mengenakannya, handuk yang hanya menutupi sebagian tubuhnya, handuk yang melilit di tubuhnya di atas pahanya melingkar di tubuhnya. Dengan ragu, Naura membuka pintu kamar mandi dengan perlahan.
Naura berjalan keluar dari kamar mandi, ia memperhatikan dan mengedarkan pandangannya ke seluruh kamar, hingga ia menghampiri sebuah lemari dan membukanya. Mengingat pakaiannya basah dan tidak bisa digunakan lagi, Naura mengenakan kemeja yang berwarna putih dan mengenakannya, tubuhnya yang kecil mungil membuatnya seolah-olah tertelan oleh kemeja pria itu.
Lengan yang besar dan bawahan hingga memperlihatkan sedikit pahanya. Setelah menggulung lengan kemejanya, Naura berjalan keluar dari kamar ya sembari membenarkan rambutnya yang sedikit basah, ia berjalan menuruni tangga menghampiri Altran yang masih dengan posisinya duduk di depan meja dapur.
"Sekarang, apa bolehkah aku pulang?" tanya Naura.
"Aku tidak mengizinkan kamu pulang" balas Altran tanpa mengalihkan pandangannya melihat ke arah Naura.
"Ya ya ya, sudah kuduga, kau akan berbicara seperti itu. Pria perhitungan seperti dirimu pastinya tidak akan melepaskan aku begitu saja!" gerutu Naura.
Mendengar gerutuan Naura, Altran beralih melihat ke arah Naura, dia membulatkan kedua matanya ketika melihat sesosok gadis yang bahkan tidak ia sangka, jika itu adalah gadis yang sempat ia tabrak tadi. Gadis cupu dengan pakaian formal yang terlihat sangat berantakan saat pertama mereka bertemu.
Namun untuk kali ini Altran melihat sesosok gadis yang terlihat sangat cantik dengan rambut sedikit basah, wajah alami tanpa goresan make up mengenakan kemeja yang kebesaran dengan tubuhnya, yang mungil memberikan kesan sangat manis ketika Altran melihatnya. Pria itu menelan salivanya ketika melihat paha yang sedikit terlihat di bawahannya. Apalagi saat melihat d**a Naura sedikit transparan ketika mengenakan kemejanya.
"Apakah tidak ada pakaian lain?" tanya Altran memalingkan wajahnya.
"Heh, ini bukan rumahku! Lagi pula memangnya kamu perempuan bisa memiliki pakaian perempuan di sini?" balas Naura.
Altran hanya mendengus kesal ketika mendapati gadis itu selalu ada saja untuk memutar balikan perkataannya, dan membenarkan ucapannya. Mengingat selama ini tidak pernah ada yang berani membantah setiap ucapannya selama ini, meski mereka adalah keluarganya. Namun gadis yang berada di sampingnya itu, seringkali menggerutu kepadanya bahkan merutuki nya setiap kali berada disampingnya.
Pria itu tidak menanggapi Naura lagi, mereka hanya terdiam tanpa pembicaraan. Sampai terdengar suara gemuruh membiarkan keheningan keduanya. Naura berpura-pura tidak menyadari akan hal itu mengingat dirinya memang saat pulang melamar pekerjaan sama sekali belum makan.
"Kau carilah bahan di kulkas sana! Apakah ada yang bisa dimakan!" seru Altran.
"Hah? Ada makanankah? Hmm aku kira pria sepertimu gak perlu makan!" cetus Naura berjalan menghampiri lemari es.
Altran tidak menghiraukan ucapan Naura, ia sibuk memainkan ponselnya dengan ponsel yang rusak di hadapannya. Sedari tadi keluarganya meminta anak buahnya untuk membuatnya agar kembali. Dan Altran memutuskan untuk tidak kembali ke kediaman Anggara untuk beberapa hari kedepan dan hanya anak buahnya yang akan meng cancel setiap pekerjaan di perusahaannya.
Cukup lama Naura berada ada di depan lemari es namun sama sekali tidak terdengar suaranya lagi. Altran terkejut ketika melihat gadud itu dengan lahapnya memakan buah-buahan yang ada di lemari. Saat melihat hal itu tanpa ia sadari, Altran tersenyum tipis merasa gadis yang ada di hadapannya itu terlihat lucu ketika Naura terburu-buru memakan makanannya.
Altran berjalan menghampiri Naura dengan wajah datarnya.
"Kau seperti kelaparan."
Suara Altran mengejutkan Naura, hingga membuatnya tersedak. Altran panik khawatir ketika mendapati Naura tersedak makanannya. Ia mengambilkan segelas air putih dan memberikannya pada Naura.
Gadis itu terlihat kesulitan saat tersedak tadi. Altran terlihat panik menatap gadis itu meminum airnya hingga tetesan air minum itu jatuh ke baju Naura hingga kemeja yang tipis itu terlihat menerawang menunjukan gundukan dan belahan yang sedikit terbuka tanpa dalaman itu.
Setelah merasa baikan, Naura menyimpan gelas minumannya dan melihat Altran yang menatapnya tanpa berkedip.
"Kemana kau melihat Altran!?" cetus Naura menatap tajam.
"Apa? Kau pikir aku akan tertarik dengan d**a rata begitu?" balas Altran.
"Apa!?" Naura membulatkan kedua matanya menatap tajam pria yang ada di hadapannya itu.
"Cepat kau masak! Aku juga lapar!" Altran mengalihkan pembicaraannya.
"Hei, aku belum selesai!" protes Naura.
Altran berjalan meninggalkan Naura yang menggerutu, dengan senyum di wajahnya. Pria yang menghabiskan waktunya hanya bergelut di meja kerja saja. Kini tertawa dan merasa senang ketika membuat seorang gadis menggerutu dengan kesalnya karena ulahnya.
Naura memasak makanan dengan mulutnya tiada henti menggerutu, dia tidak menyangka jika dia akan terjebak dengan seorang pria yang bahkan tingkat kewaspadaannya di luar nalarnya. Saat dia hendak menyiapkan makanan, pria itu masih tanpa menghiraukan Naura yang menekuk wajahnya memasang wajah cemberut setiap kali melihat Altran.
"Heh, manis sekali! Dia menggerutu sepanjang kegiatan memasaknya? Tingkat kekesalannya sangat tinggi," ucap Altran tersenyum tipis melihat Naura yang sudah berjalan lagi ke dapur menyiapkan makanan untuk mereka.
Gadis itu masih dengan wajah cemberutnya, duduk di depan Altran di kursi dengan makanan di atas meja makan yang cukup banyak jika hanya untuk berdua saja.
"Ini ... Habiskah?" tanya Altran.
"Aku membuatnya bukan hanya buatmu! Tapi untukku sendiri!" cetus Naura mengunyah makanannya.
Altran mengangkat sebelah alisnya mendengar penuturan Naura. Namun untuk kali ini, Naura masih terlihat manis ketika memakan makanan dan berbicara dengan makanan di mulutnya.