Berseteru

1000 Kata
Altran tertegun ketika ia memasukan sesuap makanan ke dalam mulutnya dan melihat Naura yang duduk di hadapannya tengah memakan makanannya. "Kenapa?" tanya Naura malas melihat Altran. "Ini ...." "Iya kenapa makanannya?" sela Naura. "Biasa saja!" ucap Altran memakan kembali makanannya. "Cih, kau masaklah sendiri! Memang aku masak buatmu apa!" gerutu Naura. Altran tidak menanggapi gerutuan Naura, namun dia tetap memakan makanan yang ada di hadapannya, bahkan ia mencicipi sampai habis setiap masakan yang tertera di atas meja. Altran semakin ingin menggoda gadis itu, dengan segala kekesalannya yang menurutnya gadis yang ada di hadapannya itu semakin manis ketika dia terlihat kesal. Sempat dia mau memuji masakannya, namun mendengar Naura begitu kesal padanya, dia mengatakan hal yang tidak ia duga dan mengurungkan niatnya memuji masakannya. Naura tertegun dalam diam ia melihat Altran yang dengan lahap memakan makanan yang ada tanpa ragu-ragu seperti pertama kali dia mencoba masakannya. *"Apaan coba dia ini! Katanya biasa saja! Tapi dia cicipi semuanya dan memakannya melebihi aku," gerutu batin Naura menatap Altran.* Setelah puas dengan makanannya, dengan perut kenyang, Naura terdiam duduk di sofa ruang tamu sembari menonton acara televisi. "Apaan coba! Masa acara televisi saja membosankan, percis seperti pemilik rumah!" gerutu Naura. Altran turun dari arah tangga mendengarkan gerutuan Naura yang berada di ruang televisi, dimana ia memodivikasi semua acara hanya seputar berita dan olahraga saja. Gadis itu menggerutu sepanjang ia berada disana sembari sesekali ia memutar balikkan tubuhnya dengan camilan di atas meja. "Gadis itu menggerutu sepanjang hari, apa dia tidak lelah seperti itu?" gumam Altran berjalan menghampiri Naura. Altran berjalan menghampiri gadis itu, yang masih dengan tingkahnya, mengguling-gulingkan tubuhnya di atas sofa. "Anak gadis jangan seperti itu! Duduk yang benar!" seru Altran. "Hmm, Tuan ... Apa aku sudah boleh pulang? Ini sudah malam loh Tuan!" Naura duduk membenarkan dirinya menghadap Altran yang kini duduk di samping Naura. "Lalu apa yang akan kau berikan untuk mengganti ponselku?" tanya Altran. "Emmm, aku juga tidak tahu. Pekerjaan saja aku gak punya," balas Naura. "Kau ...." Bunyi bel di rumahnya menghentikan Altran yang hendak berbicara kepada Naura. Saat dia berjalan menghampiri pintu, Altran melihat layar Voice call di samping pintu dengan fitur kamera yang hanya di dalam rumah yang dapat melihatnya. "Anak sialan! Cepat buka pintunya! Atau kau mau aku bakar rumah ini!" teriak seorang pria yang tak lain adalah Tuan Anggara dengan istrinya di sampingnya. "Hmm, sudah ku duga kalian akan sampai disini," ucap Altran membuka pintu dengan malas. "Kau benar-benar sialan! Putri seorang konglomerat dengan kualitas bibit bobot terbaik, malah mwnindasnya hingga dia tak mau lagi untuk bertemu denganmu hah!" teriak tuan Anggara. Altran tidak menanggapi ayahnya yang meneriakinya, dia hanya mengikuti ayah dan ibunya berjalan mendahuluinya. Hingga dia menyadari suatu hal dan bergegas berjalan. Namun sudah sangat terlambat baginya, ketika melihat kedua orang tuanya tertegun melihat Naura yang berdiri ke arahnya. Gadis itu berdiri hanya mengenakan kemeja tipis warna putih yang menelannya. Namun menunjukan betapa cocoknya saat Naura yang cantik, putih mulus rambut berantakan. Altran terdiam, dia seharusnya meminta Naura untuk pergi ke kamar, namun sangat terlambat untuk saat ini. "Benar-benar anak sialan! Kau menindas putri kolegaku dan tinggal bersama gadis tak bedosa seperti ini hah!?" tambah teriak tuan Anggara. "Apa-apaan ini Al? Kamu ... Usir dia!" tambah Nyonya Anggara. "Dia anak siapa?" tanya tuan Anggara. Altran mengangkat sebelah alisnya, ia tersenyum di dalam hatinya, apa yang bisa membantunya untuk menghindari semua hal yang terjadi padanya dan mencegah kedua orang tuanya agar berhenti menjodohkannya. Dia berjalan melewati kedua orang tuanya, dan menghampiri Naura yang mengangkat sebelah alisnya melihat senyum mengerikan Altran menghampirinya. *'Aku punya pirasat buruk," batin Naura.* Altran berjalan menghampiri Naura dengan senyum tipisnya, dia menatap Naura. Saat gadis itu tepat berada di hadapannya, meski Altran tahu begitu banyak pertanyaan yang ada di benak Naura, namun ia merangkul pinggang Naura memeluknya di samping ya. Dia menatap dan tersenyum kearah kedua orang tuanya yang masih berdiri menatap dirinya bersama dengan Naura. "Dia calon istriku ayah, ibu. Apa kalian masih mau memaksaku untuk menikah dengan putri-putri kolegamu? Apa ayah ingin tetap ingin aku menghasilkan garis keturunan dari berbagai banyak wanita?" ucap Altran dengan lantangnya. Naura membulatkan kedua matanya, dia sangat terkejut ketika mendengar penuturan Altran yang dengan sembarangan ia mengatakan bahwa dirinya adalah istrinya. Naura yang hendak memberontak semakin altran mempererat pelukannya. "Bukankah kau kebingungan untuk mengganti ponselku? Bekerjasamalah dengan baik aku akan mempertimbangkannya," bisik Altran tidak mengurangi senyumnya sembari memeluk Naura. Mendengar hal itu, Naura tertegun namun ia melihat kembali ke arah kedua orang tua Altran yang masih tidak mempercayai dengan apa yang dikatakan oleh putranya itu. "Halo Tuan Nyonya! Perkenalkan nama saya Naura Anjani saya kekasih Altran, calon istrinya salam kenal," hanya perkataan itu yang keluar dari mulut Naura di mana ia merasa tertekan oleh pria yang saat ini merangkul pinggangnya. Kedua orang tua atran, terutama Tuan Anggara sangat terkejut ketika mendengar penuturan putranya dan juga ucapan seorang gadis dengan pakaian terbukanya Gadis itu mengenakan kemeja altran bahkan tanpa pakaian dalam titik membuat Tuan Anggara dan juga nanya Anggara merasa tidak percaya dengan apa yang dilakukan oleh putranya itu tinggal bersama dengan seorang wanita yang Bahkan terlihat polos dan cantik. Setelah mengetahui semua itu, kini kedua orangtua Altran duduk di sofa yang sama di ruang tamu. Dimana kini Naura sudah mengenakan pakaian tertutup mengenakan celana yang juga kebesaran milik altran. Meski terasa suasana begitu dingin, namun Naura sama sekali tidak mempedulikan tentang keadaan Altran dan juga kedua orang tuanya. Dia masih dengan polosnya memakan cemilan yang ada di hadapan kedua orang tua Altran yang masih menatap putranya bersamaan dengan gadis yang ada di sampingnya itu. "Bawakan buku nikah kalian besok ke rumah! Aku ingin bukti pernikahan kalian saat itu juga!" ucap Tuan Anggara dengan tegas. Tanpa menunggu jawaban dari Altran, tuan Anggara berdiri dan berjalan terlebih dahulu, setelah ia berhenti melihat Naura yang menganggukkan kepalanya memberi hormat kepada tuan Anggara yang hendak pulang. Dengan perasaan yang kesal ibu Altran, sama sekali tidak berbicara kepadanya dan dengan tatapan tidak sukanya, ia menatap tajam kearah Naura yang masih dengan pandangan malasnya, dia hanya fokus memakan cemilannya.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN