STELLA |5|

1324 Kata
Sudah dua minggu Stella berada di kota itu dan dua minggu itu pula Stella semakin dekat dengan Geral. Keduanya lebih sering menghabiskan waktu bersama dan mengenal satu sama lain. Seperti saat ini, Geral berjanji kepada Stella jika dirinya akan mengajak Stella jalan-jalan. Ketika bangun dari tidurnya, badan Stella lemas kepalanya juga sedikit pusing. Apa itu karena angin malam semalam? Kemarin malam Stella memang tidak memakai jaketnya. Stella menegakkan tubuhnya, ia teringat jika Geral akan menjemputnya, seketika Stella menjadi semangat. Setelah mandi pagi, Stella mengambil earphone dari nakas dan duduk bersantai di teras balkon kamarnya. Dari atas, Stella bisa melihat jejeran perumahan yang tersusun rapi dan teratur. Stella mengangguk-anggukkan kepalanya mengikuti lantunan lagu, sesekali ia menatap teras rumahnya, hendak memastikan jika Geral sudah datang atau belum. Tiba-tiba Stella tersenyum, ia teringat kejadian tadi malam di mana ia foto berdua bersama Geral. Entah lah, di dekat Geral, Stella merasa nyaman. Apa iya Stella menyukai Geral? Stella menggeleng cepat, tak mungkin ia menyukai seseorang secepat itu, apalagi mencintai cowok itu. Rasanya mustahil. Tapi kali ini tidak, Stella merasa ia telah menyukai Geral, yah Stella menyukai sikap kesederhanaan cowok itu. Stella suka melihat wajah Geral sikap cowok itu dan cara berbicara kepadanya. Stella melepas earphone yang menyumpal kedua telinganya dan mengambil ponselnya, ia harus cerita ke Risti. "Halo, La?" "Halo, Ris. Lo apa kabar? Kok akhir-akhir ini lo susah banget ngangkat telpon dari gue." "Sorry, La. Gue emang sibuk ngurusin acara keluarga gue. Eh, btw lo kenapa nelpon gue?" "Lo tau nggak, gue ketemu sama cowok ganteng di sini," ucap Stella dengan senyum di wajahnya. "Serius lo?" tanya Risti penasaran. "Iya, gue nggak bohong. Gue udah kenalan sama dia, dan beberapa hari ini dia ngajakin gue jalan keliling kota. Gue seneng banget." "Anjir, ngegas banget tuh cowok." Stella tertawa pelan. "Namanya siapa? Gue jadi penasaran." "Namanya Geral, dia baik banget sama gue." Hening, Risti tak menjawab membuat Stella bingung. "Ris, lo masih di sana kan?" "Iya, La. Terus gimana?" "Lo kenapa?" tanya Stella. "Nyokap gue ngobrol ke gue tadi. Lanjutin dong ceritanya, gue greget masa." Stella tersenyum, "Semalem Geral dateng ke rumah Nenek gue dan ngajakin gue jalan-jalan. Hari ini, dia janji bakal ngajakin gue jalan-jalan lagi, gue seneng banget, Ris." "Wah, seru dong." Tatapan Stella tertuju pada sebuah motor yang berhenti tepat di depan gerbang rumahnya, Stella tersenyum lebar ternyata Geral tak berbohong padanya. "Ris, udah dulu ya. Geral udah dateng soalnya," ucap Stella. "Hm, oke. Have fun!" "Bye, Ris." Stella dengan cepat berjalan memasuki kamarnya dan mengganti bajunya, setelah itu Stella keluar dan berjalan menuju pintu utama. Stella membuka pintunya dan tersenyum kala melihat Geral yang baru saja ingin mengetuk pintu rumahnya. "Hai," sapa Stella. Geral tersenyum, "Kamu cantik hari ini." Stella mengernyit, "Jadi beberapa hari yang lalu gue nggak cantik gitu?" Geral menghela nafas, sepertinya Stella senang mengkritik ucapannya. "Bukan gitu, hari sebelumnya kamu cantik kok, tapi hari ini beda. Kamu tambah cantik karena pakai sweater pink itu, soalnya lucu." "Lo ngegombal?" Geral terdiam, ia memang harus belajar dari teman-temannya tentang berbicara kepada seorang gadis karena ia tak ahli di bidang itu. Benar saja, Stella sangat jauh berbeda dengan gadisnya dulu yang terkesan lebih kalem dari pada Stella. "Jadi 'kan perginya?" tanya Geral berusaha mengangti topik pembicaraan. "Jadi dong, yuk!" Stella dan Geral menaiki motor dan melesat meninggalkan pekarangan rumah. Motor Geral melaju dengan kecepatan standar, diam-diam Geral mencuri pandang lewat kaca spion nya. Ia menatap Stella yang sedang bersandar di punggungnya, tiba-tiba perasaan nyaman melanda dirinya. Geral memberhentikan motornya tepat di gerbang sebuah sekolah yang cukup besar dan megah. "Ini sekolah lo?" "Iya, hm saya pengen deh kita satu sekolah nantinya," ucapan Geral sukses membuat Stella terdiam. Pintu gerbang tertutup membuat mereka tak bisa masuk karena penjaga sekolah yang sengaja menguncinya mengingat liburan sekolah belum berakhir. Kepala Stella tiba-tiba sakit, suhu tubuhnya juga hangat. Stella memang menahannya dari tadi karena ia tak ingin hari ini Geral membatalkan janjinya. "Kamu kenapa?" Stella tak menjawab. Geral meletakkan punggung tangannya ke kening Stella. ''Kamu sakit? Kok nggak bilang? Ya udah kita pulang sekarang." Wajah Stella memucat, dengan cepat Geral membuka jaket yang di pakainya tadi dan memberikannya kepada Stella. "Nih pakai, supaya kamu nggak kedinginan." Stella memakai jaket Geral dan naik ke motor cowok itu, Stella memeluk pinggang Geral dan menyandarkan kepalanya di punggung cowok itu. Kulit Geral bisa merasakan kehangatan yang berasal dari suhu tubuh Stella, Geral semakin khawatir. Dengan kecepatan di atas rata-rata Geral melajukan motornya membelah jalanan. Tak lama motor Geral telah sampai tepat di depan rumah Stella, dengan hati-hati Stella turun dan hendak melepas jaket Geral dari tubuhnya. "Nggak usah dibuka, kamu pakai aja," ucap Geral. "Saya anterin ke dalam, ya?" "Lo pulang aja, gue masih kuat jalan kok. Lo hati-hati ya di jalan, jangan ngebut-ngebut kayak tadi, gue takut Lo kenapa-napa,'' ucap Stella. "Tapi kamu nggak pa-pa kan? Nanti saya telpon ya?" Stella mengangguk dan berusaha tersenyum, "Gue nggak pa-pa, gue masuk dulu ya." Geral mengangguk, cowok itu masih setia menatap punggung Stella hingga tak kelihatan lagi. *** Stella memasuki rumahnya, kepalanya semakin sakit seperti ada ribuan batu yang menimpa kepalanya. Stella hendak berjalan menuju sofa tetapi pandangannya tiba-tiba kabur sampai akhirnya semua menjadi gelap. Kurang lebih satu jam Stella pingsan, dan kini ia mengerjap-ngerjapkan matanya menyesuaikan cahaya yang menusuk matanya. Stella menatap kesekeliling nya, ternyata ia berada di kamarnya. "Stella." Stella menatap Clarine yang sedang berjalan ke arahnya, Clarine duduk di ranjang Stella dan mengusap rambut Stella. "Geral mana, Ma?" ucap Stella. Clarine mengernyitkan dahinya. "Gellard yang sering jemput kamu?" Stella mengangguk. Clarine terdiam, ia sepertinya pernah mendengar nama itu tapi ia lupa. Nama itu cukup familiar di telinganya. Clarine menyentikkan jarinya. "Geraldi maksud kamu?" "Bukan Ma, namanya Geral, bukan Geraldi," ucap Stella. "Ya udah deh, nggak usah di pikirin dulu. Kamu istirahat lagi ya, kepala kamu masih sakit kan?" Stella mengangguk dan menutup kedua matanya, berusaha mengistirahatkan tubuhnya setelah Clarine keluar dari kamarnya. Tiba-tiba ponsel Stella berdering, ia langsung mengambilnya dan mengangkatnya dengan senyum cerah walau wajahnya masih sedikit pucat. "Halo Geral?" sapa Stella lemah. "Geral siapa? Ini gue Azriel." Lantas Stella langsung melihat layar ponselnya dan mendengus karena Azriel lah yang meneleponnya bukan Geral. "Ada apa?" ucap Stella seraya memejamkan matanya. "Lo sakit ya? Suara Lo lemah banget." "Iya nih, nggak enak badan aja, Lo nggak perlu khawatir gue kan cewek kuat." "Kok bisa sakit sih? Udah minum obat?" "Udah." "Ya udah, Lo istirahat aja dulu, besok gue telepon lagi, cepat sembuh ya, Stella." "Iya Azriel, makasih." *** Paginya, Stella sudah merasa baikan, kepalanya juga tak sakit lagi. Setelah mandi Stella pergi ke meja makan untuk sarapan bersama keluarganya. Stella menarik salah satu kursi dan mendudukinya, ia mengambil beberapa lembar roti dan meminta selai coklatnya kepada Mbak Wanti. "Mbak Wan, selai coklatnya mana?" Mbak Wanti mengambil selai coklat kesukaan Stella dan memberikannya kepada cewek itu. "Kamu udah sembuh?" tanya Nenek Stella. Stella mengangguk sambil melahap rotinya. "Stella, ada yang mau Papa bicarakan sama kamu," sahut Ardi. Sebelah alis Stella terangkat, tak biasa Ardi mengatakan hal seperti itu kepadanya, biasanya Ardi alan berbicara langsung padanya tanpa berbasa-basi seperti tadi. "Apa, Pa?" "Dua hari lagi kita pulang," ucap Ardi seraya menyesap kopinya. Ucapan Ardi sukses membuat Stella terkejut dan membeku di tempatnya. "Papa, ada kerjaan mendadak di kantor," timpal Clarine. "Kamu juga sebentar lagi mau masuk sekolah, terus Risti juga pasti kangen banget sama kamu," ucap Clarine lagi. Stella hanya diam, ia tak tau harus berkata apa. Sejak hari itu, Stella menjadi seorang yang pendiam, karena ia belum siap meninggalkan kota itu. Dan ia juga tak ingin meninggalkan Geral. Pria asing yang sudah mencuri hatinya. *** "Kamu kenapa sih, dari tadi melamun, kamu masih sakit ya?" tanya Geral khawatir seraya menggenggam tangan Stella. Stella menggeleng sambil tersenyum ke arah Geral. "Kamu bosan ya, saya ajakin ke pantai ini?" Stella lagi-lagi menggeleng. Geral memang mengajaknya ke pantai, keduanya sedang tengah asik bermain pasir. Tetapi Geral bingung dengan sikap Stella yang tiba-tiba menjadi seorang yang pendiam. "Hm, gimana besok saya ajak kamu ke Mall, kamu suka shopping kan?" Stella mengangguk pelan sambil tersenyum. Beberapa saat keheningan terjadi tetapi Stella memecahkan keheningan di antara mereka. "Lo nggak bakal ngelupain gue kan?" ucap Stella tiba-tiba. Kening Geral mengkerut, ia tak paham dengan ucapan Stella. "Maksud kamu?" Stella menggeleng. Keduanya terdiam, keheningan kembali terjadi dan kini sangat lama. Stella tak tahu bagaimana cara untuk mengatakan jika dirinya akan meninggalkan kota itu dan tentunya juga akan meninggalkan Geral. Jujur, Stella masih ingin berlama-lama di kota itu, menghabiskan waktu bersama keluarganya dan mengenal sosok Geral lebih dalam. *** Hallo! Tap love ya
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN