Bab 3. Ditraktir atau Mentraktir?

1219 Kata
Menganga lebar. Mulut Kalma terbuka lebar ketika melihat begitu banyak makanan cepat saji yang sudah tersusun rapi di atas meja. Nyatanya, Kalma benar-benar memesan makanan sesuai dengan apa yang diminta oleh Arka sebelumnya. Tanpa melihat harga, asalkan gambar katalognya tampak menggiurkan dan mampu menggoyangkan lidah, Kalma memesannya. Sebab ia punya kebiasaan memesan makanan yang sama lebih dari satu porsi, ia kalap. Alhasil, meja penuh dengan makanan cepat saji. Glek! Suara menelan ludah itu seakan terdengar dengan jelas. Kalma tampak seperti orang bodoh, melihat jejeran makanan bak makanan surga. Tangannya sudah membentuk capit, siap menyerbu makanan itu satu per satu. "Telan ludah dulu, Ndut!" Ejek Arka, membuat Kalma seketika mendelik tajam padanya. "Lo yang telan ludah. Tuh iler lo buat aliran sungai di dekat bibir lo!" Balas Kalma tak mau kalah. Malah ia lebih sadis. Hal itu nyatanya mampu membuat Arka meraba-raba di sekitar bibirnya. Ia pikir ilernya benar-benar meluncur seperti yang dikatakan oleh Kalma. Nyatanya, tidak. Tapi, dia sudah berhasil TERTIPU dan memberikan kepuasan pada perempuan itu. Tertawa lepas. Tawa yang membuat Arka sedikit kebingungan dengan dirinya. Ia candu, gemas, sekaligus ingin menabok perempuan yang sudah melawannya terus-menerus bahkan itu ketika sudah tahu bagaimana posisinya di perusahaan ini. "Puas lo, Ndut!" Kalma menggeleng. "Gue belum puas kalau belum habisin semua makanan enak ini." Katanya membantah, namun malah ke arah yang lain. Tentu saja makanan. Fokusnya selalu pada meja yang sudah penuh dengan makanan siap saji, penuh dengan rasa asin, dan beberapa diantaranya adalah cake dan brownis. "Gue gak bakal biarin lo habisin semua makanan surga ini. Lo yang bayar, dan seharusnya lo yang lapar, Udin. Gue bakal buat lo semakin bego sama tingkah laku gue. Ah, beruntungnya jadi bawahan si Udin ini. Bisa ditraktir makanan tanpa khawatir kantong jadi kering. Bisa gue simpan buat liburan nanti." Pikir Kalma terlewat santai dalam hatinya, sengaja memperlihatkan senyuman nakalnya. "Awas aja kamu, Ndut. Sekali kamu membuatku gemas lagi dengan pipi chubby itu, kamu yang bayar." Batin Arka. Dia ikut menyeringai nakal. "Eh, malah ngehayal. Makan, Udin! Ngehayal gak bisa bikin lo kenyang, yang ada malah makin gila!" Suruh Kalma. Kalma sudah siap dengan tangannya yang sudah berbentuk capitan dan menunggu pria di depannya itu untuk memulai. Atau setidaknya ada aba-aba yang diberikan padanya untuk memulai santapan enak ini. Menghabiskannya pun sangat tidak masalah bagi Kalma. Kalma menunjukkan tangannya, memberikan kode pada Arka agar menuruti gaya makannya pads makanan cepat saji. Namun sepertinya Arka malah tidak peka. Ia menatap aneh jari Kalma. Kalma jengah. Ia menggerutu, "ini lah jadinya kalau lemot, tapi sok-sokan jadi pimpinan. Aku jadi penasaran, bagaimana bisa si Udin ini jadi pimpinan, sedangkan otaknya udah ketinggalan di Gili kemarin. Minta dipesanin ojek online atau kirim ekspedisi aja nih otaknya? Biar peka dan gak lemot lagi?!" Gerutu Kalma. Dengan cepat ia mendekati Arka yang masih kebingungan. Langsung membentuk tangan Arka menjadi bentuk capitan tanpa meminta izin pada pria itu. Kalma mengabaikan bagaimana ekspresi kebingungan, gugup, sekaligus aneh dari Arka. "Nah, gini aja repot banget lo, Udin. Kayak ujian Nasional aja, lo!" Kalma kembali mencerca setelah ia berhasil membuat capitan itu di tangan Arka. "Ngapain sih kita pake ginian, Ndut?" Tanya Arka sembari menatap tangannya. "Aneh, tapi unik." Batin Arka. "Lah, kok banyak tanya, Udin?" Tanya Kalma keheranan. Arka sedikit syok. "Aku kan nanya cuman sekali, Ndut! Astaga, ingin ku berkata kasar." Geram Arka. Sep! Tangan Kalma sontak meluncur menuju bibir Arka, mencepitnya dengan jepitan tangannya. "Banyak cincong, gue bikin ulekan mulut lo!" Katanya sembari menjepit bibir Arka. Arka mencoba melepaskan jepitan tangan Kalma hingga terlepas. "Tangan lo bau terasi. Sarapan apa aja lo pagi-pagi, Ndut! Atau jangan bilang lo belum cuci tangan bekas cebok?!" Arka menduga-duga. Dia mengusap bibirnya yang bekas jepitan tangan Kalma. Kalma mencium aroma tangannya, dan ia juga sadar kalau aromanya sedikit menganggu, bahkan hampir membuatnya muntah. Ia nyengir pada Arka sembari berkata, "sorry banget, Udin. Gue lupa kalo habis sarapan sambal terasi. Pasti aroma terasinya nempel di kuku gue." Kalma mengakuinya. "Tapi, ini enak kok aromanya." Ia kembali mencium aroma tangannya, namun naas ia tak sanggup dan malah kini membuatnya ingin muntah beneran. Arka kaget dengan jawaban perempuan di depannya. "Sumpah, habis mimpi apa gue ketemu cewek kayak gini. Udah gendut, gemesin, bar-bar, apa adanya, sederhana, lucu, jorok lagi. Paket komplit yang limited edition banget, nih." Batin Arka. "Ah, sudahlah! Kapan kita makannya kalau mau bahas terasi lagi. Yang ada mereka dingin dan gak enak dimakan. Lebih baik kita santap sikat habis aja. Setuju?!" Kalma menaik-turunkan alisnya, mengajak Arka menuruti apa yang ia ucapkan. Kayaknya orang bodoh, Arka mengangguk. "Ayo, makan." Katanya dengan nada yang pelan. Separuh kesadarannya seperti masih Travelling memikirkan Kalma. Baru saja tangan Arka hendak menyentuh salah satu makanan, langsung ditepis oleh Kalma. "Kenapa lagi sih, Ndut?. Mau larang gue makan lagi?!. Atau gue usir lo dari ruangan gue?!" "Ish! Apaan sih! Gue cuman mau bilang, jangan lupa gaya tangan capitnya. Kalau gak pake itu, gak seru. Oke, Udin?" Arka benar-benar tak percaya dengan perempuan di depannya kini. "Gila!" Katanya. Dia langsung mencomot satu nugget dan memasukkannya segera ke mulut ya. Belum saja ia mengunyah, langsung mendapatkan gebukan halus hingga separuh nugget itu meloncat keluar dari mulut Arka. Seakan-akan ada nada 'tuing-tuing' saat nugget itu keluar. "Tangan lo belum bentuk capit dan belum lentik manja, Udin. Makanan yang masuk ke mulut lo gak sah alias HARAM! Emangnya kamu mau mandi besar atau tutorial hilangin najis?!" Kalma memberi peringatan. Arka semakin syok dengan tingkah laku yang sekarang. "Ini cewek gak ngira aku anjing, kan? Pake acara hilangin najis segala?" Tanya Arka dalam hatinya. Ia gemas. "Astaga, gue manusia, Ndut. Bukan hewan kayak anjing yang harus hilangin najis. Lagian makan nugget gak usah pake lentik-lentikkan manja! Siapa yang ngajar, sih?!" "Gue!" Jawab Kalma segera dengan suara yang meninggi, sontak membuat Arka terdiam. Entah bagaimana itu terjadi, Arka menuruti apa yang dikatakan Kalma. Ia menuruti perkataan Kalma, memakan nugget dan beberapa makanan cepat saji lainnya dengan jemari yang dilentikkan, dan yang tidak boleh dilupakan adalah berbentuk capit. "Tos!" Kedua tangan lentik nan capit itu melakukan tos selebrasi, di satu ruangan yang sepertinya tidak mementingkan status pekerjaan. Bagaimana tidak? Arka yang sebagai atasan, kalah dengan bawahannya yang bar-bar. Pertemuan yang tak disengaja membuat mereka sampai seperti ini. "Ndut, pelan-pelan makannya. Gue belum kebagian!" Arka merebut nugget yang hendak masuk ke mulut Kalma. Langsung melahapnya, mengejek Kalma karena sudah berhasil membuat perempuan itu kesal. "Si Udin pengen ngelawan gue. Kagak bisa, Bambang!" Lawan Kalma. "Nama gue Udin!" Arka mengakuinya tanpa sadar, bahkan pula memukul dadanya bangga. Ia menolak dirinya dipanggil Bambang. "Gue Ndut!" Lanjut Kalma. Oke, Arka, Kalma. Mulai sekarang Arka adalah Udin. Dan Kalma adalah Ndut. *** Keduanya sudah tepar di lantai dalam kondisi yang sedikit kacau. Bungkus makanan yang sudah berserakan kemana-mana, pula dengan botol plastik minuman. Begitu banyak makanan yang sudah dihabiskan, tapi masih banyak yang tersisa di atas meja. Hanya saja, keduanya sudah tidak sanggup. "Ndut!" Panggil Arka. "Oi, Udin!" Jawab Kalma. "Bayar tagihannya." Kata Arka. What?! "Totalnya satu juta empat ratus ribu." Lanjut Arka. "Kan lo yang beli, Udin!" "Gue gak pernah bilang kalau gue yang bayarin semua makanan ini. Lagian, yang paling geragas makannya itu kan lo, jadi pantes sih kalau lo yang bayar tagihan." Saat ini, Kalma tak tahan ingin mengeluarkan sumpah serapahnya pada pria di depannya. Mulutnya sudah komat-kamit tidak karuan, merapalkan begitu banyak hewan yang melintasi pikirannya. "Si Udin anj--"
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN