33. Sebuah Mimpi

1921 Kata

“Oke, asinnya pas.” Aku mematikan kompor, lalu menuangkan bubur buatanku ke dalam mangkuk. Buburnya tidak kuberi topping atau kuah apa pun. Biasanya, orang sakit cenderung tidak enak makan. Jadi, aku sengaja tidak memberi tambahan yang aneh-aneh. Rasanya pun kubuat yang basic. Cukup garam, gula, dan sedikit bumbu ala-ala aku. Sembari menunggu buburnya menjadi hangat, aku membereskan dapur. Aku juga mengambil obat-obatan yang kubeli secara online beberapa saat lalu. Kak Alan sudah kuhubungi, dan dia lega karena Mas Fendi baik-baik saja. Dalam arti, Mas Fendi tidak sampai pingsan atau semacamnya. Karena aku tidak mau menerima uang dari Kak Alan, dia berjanji akan mentraktirku lain kali. Entah apa traktirannya nanti karena kalau makan jelas tak mungkin. Aku juga enggan makan berdua dengan

Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN