CB 4. Lukisanmu Hidup — Your Painting's Alive

1653 Kata
“Kirani .... Aku melihat lukisanmu hari ini. Dia hidup, bernapas, terlelap. Namun ... terluka. Aku tak tahu apakah ini mimpiku atau mimpimu yang menjadi nyata. Atau mungkinkah … hanya tipuan mata? Fatamorgana dari gersangnya jiwaku. Tapi …, mengapa aku turut merasakan sakit deritanya ...?” Daniyal – Wanita dalam Ilusi ⠀ Rapat cukup makan banyak waktu. Setelah membaca hasil CT-scan dan Magnetic Resonance Imaging (MRI) serta mendiskusikannya dengan para dokter lain yang berkaitan dalam kasus ini, disimpulkan bahwa pasien menderita cidera di kepala sehingga mengalami hilang kesadaran. Selain itu juga terdapat luka benturan di d**a. Tetapi syukurnya tidak menyebabkan kerusakan pada susunan tulang d**a dan organ dalam lainnya. Hanya saja saat pemeriksaan lanjutan, ternyata ditemukan luka-luka lain di tubuh pasien yang sepertinya bukan disebabkan oleh kecelakaan. Maka, dilakukan X-ray atau Roentgen dan visum untuk memastikan penyebab luka dan memar tersebut. Dalam hal ini, tim dokter memiliki kecurigaan. Beberapa berspekulasi pasien ini mengalami perampokan, penculikan, kekerasan dan percobaan perkosaan. Tetapi pendapat yang paling kuat, pasien adalah korban perampokan dengan kekerasan karena tidak ditemukan benda-benda berharga, dompet, dan identitas lainnya di sekitar korban. Selain itu juga terdapat dugaan percobaan perkosaan karena kondisi fisik pasien yang acak-acakan, luka memar di pipi dan bibir, di pinggang, paha juga lutut. Goresan kuku tampak di lengan atas, di mana lengan gaun itu telah robek. Syukurnya untuk pemeriksaan khusus genital, belum terdapat tanda-tanda kerusakan pada organ 'V' pasien. Pihak Rumah Sakit dan para dokter belum bisa membuat keputusan untuk tindak lanjut kasus pasien, karena ini ternyata bukan masalah yang sederhana. Bukan hanya menyangkut nyawa pasien saja, tapi juga kasus kriminal. Belum diketahui apakah pelaku tabrak lari, perampokan dan percobaan perkosaan itu orang yang sama, saling berkaitan ataukah bukan. Sepertinya polisi perlu dilibatkan dalam hal ini. Jika penyidik dari kepolisian meminta dokter untuk melakukan pemeriksaan Visum Et Repertum, barulah tim dokter bisa bertindak. Sayangnya, tidak ada anggota keluarga yang muncul atau bisa dihubungi. Belum ada berita atau laporan pencarian orang hilang juga di Kantor Polisi setempat. Bagaimana mungkin para dokter mengambil tindakan begitu saja tanpa izin keluarga pasien? Sementara yang mengantar wanita ini hanyalah warga di sekitar lokasi kecelakaan. Tidak ada seorang pun dari mereka yang merasa pernah melihat wanita ini sebelumnya. Pasien juga baru saja dipindahkan ke ruangan Intensive Care Unit (ICU) dan masih dalam kondisi koma. Jelas belum bisa dikunjungi apalagi ditanyai. Lalu bagaimana selanjutnya? Daniyal mendesah berat saat mendatangi ruang ICU. Ia ingin memeriksa kondisi pasien tadi tadi dengan lebih rinci. Pasien itu telah dipasangi Ventilator/Respirator — Alat batu pernapasan. Infus terpasang pada lengannya. Bagian kepala telah di perban dan leher di-gips untuk menopang kepala dan mencegah kerusakan saraf dan tulang leher. Selain itu bisa dikatakan kondisinya cukup stabil. Bagian tubuh yang luka juga sudah di obati dan ditutup perban. Termasuk beberapa luka lebam di wajah. Wajahnya .... Daniyal menggosok mata. Menyipit memandangi sosok tadi. Rasa-rasanya ia pernah melihat wajah itu. Tapi di mana? Daniyal berpikir keras seraya mendekat. Mengamati wanita itu lebih dalam lagi. Prediksinya wanita ini berusia sekitar awal dua puluhan. Dengan kulit putih, bibir mungil yang saat ini sedikit pucat. Struktur wajahnya oval. Badan terlihat tidak terlalu tinggi dan cenderung kurus. Daniyal menarik napas dalam-dalam. Ia sudah sangat sering melihat kasus seperti ini. Pasien tanpa keluarga yang bisa dihubungi. Ada yang sembuh, tapi ada juga yang bernasib malang harus meregang nyawa, kemudian tiada tanpa satu orang pun yang tahu keberadaannya. Sangat mengerikan. Apa sebaiknya ia men-share foto wanita ini ke sosial media? Siapa tahu bisa lebih cepat ditemukan oleh keluarganya, pikir Daniyal. Ia mengarahkan kamera ponselnya ke wajah pasien. Tunggu! 'Aku tahu wajah ini ...!’ Jantung Daniyal berdebar kencang. LUKISAN KIRANI ....!!! Hidup ...! *** Satu minggu telah berlalu. Daniyal baru saja mendapat laporan, pasien yang mirip dengan lukisan Kirani telah siuman dan sudah dipindahkan dari ruangan Hight Care Unit (HCU) ke ruang Rawat Inap. Tidak sabar rasanya ia menyelesaikan kunjungan pasien dari ruang ke ruang, disaat pikirannya hanya tertuju pada satu pasien saja. Tiga kamar lagi ruangan wanita itu. Kenapa terasa begitu lama. Daniyal mendesah berat. Tetap menampilkan wajah tenang, segar dan ceria saat berhadapan dengan pasien dan keluarga pasien lainnya. ⠀ "Dokter Alfa apakah sudah menikah?" Pria berumur 70 tahun itu tersenyum menggoda Daniyal. "Bagaimana menurut dokter cucu saya. Dia cantik, bukan?" Percayalah ini bukan pertama kalinya Daniyal mendapat serangan pertanyaan sejenis ini. Dan pria tua itu terus-terusan berusaha membuat Daniyal terkesan pada cucunya sejak awal dia dirawat di rumah sakit ini. Mungkin pria itu sudah mendengar selentingan tentang Daniyal yang telah lama menduda dari entah siapa. "Cucu saya ini bukan hanya cantik, tapi juga cerdas dan berpendidikan tinggi. Dia juga pintar memasak. Kalau tidak keberatan, saya ingin mengundang Dokter untuk makan di rumah saya kalau saya sudah sembuh. Dijamin, masakan cucu saya bakalan mengoda selera Dokter." "Kakek ..., ngomong apa, sih. Ingat kolesterol," tukas sang cucu menegur kakeknya. Muka wanita itu tampak merona, ia menatap Daniyal malu-malu. "Maafkan kakek saya, Dok. Maklum sudah uzur ...." Daniyal hanya membalas dengan senyuman. Sementara itu si kakek terus merepet membantah omongan cucunya. Tidak terima di sebut uzur. Mungkin ketika Daniyal tersenyum atau tertawa di hadapan pasien, orang akan beranggapan Daniyal seorang dokter yang ramah dan kalem. Hanya saja, untuk yang sudah lama mengenalnya, Daniyal hanyalah sosok tampan yang sinis dan introvert. Apalagi terhadap wanita yang terdeksi berniat mendekati bahkan merayunya. Sudah tidak terkira berapa banyak wanita yang telah ia tolak dengan kejam. Bahkan termasuk rekan sekerjanya, dokter maupun perawat. Ada pula beberapa di antara mereka yang nekat menggoda dengan cara vulgar, tapi Daniyal benar-benar sudah mati rasa. Kadang ia sendiri mulai ragu, apakah ia masih normal? Ia bisa bicara dengan wanita mana pun, tapi hanya dalam skala formal. Jangan harap ia akan memberikan waktu apalagi perhatian hanya untuk orang yang berusaha untuk mengikatnya, sebagai kekasih atau cinta semalam. Apalagi untuk perempuan yang berusaha menjebaknya dalam pernikahan. Tidak akan ada lagi pernikahan dalam hidup Daniyal. Ia hanya menikah satu kali. Jangan harap bakal ada wanita lain yang bisa menggantikan posisi Kirani di hati juga di sisinya! Namun perasaan apa ini? Membuat Daniyal selalu merasa gelisah. Saat di rumah, ia selalu ingin kembali ke Rumah Sakit. Saat di Rumah Sakit, ia terus berusaha mencari cara untuk visiting atau sekedar melintasi ruang HCU. Sesering mungkin. Hanya demi melihat lukisan Kirani yang terbaring tak berdaya. Entah kenapa Daniyal tidak mau jauh-jauh dari ruangan itu. Takut kalau seandainya wanita itu butuh pertolongan. Takut jika ia terlambat dan pasien itu meninggal. Lukisan Kirani tidak boleh mati! tekadnya. ⠀ Akhirnya, ruang rawat Lavender sudah di depan mata. Daniyal tersenyum kecil. Jantungnya berdetak-detak cepat, laksana genderang perang. Keep calm .... Keep calm .... Wahai jantung, tenanglah! tegurnya pada bagian tubuhnya yang terus memompa detak semakin cepat. Ia masuk ke dalam ruangan itu dengan memasang wajah datar, tanpa ekspresi. Wanita itu tengah terlelap. Rekam medis di tangan Daniyal terasa bergetar. Hanya melihat sosok yang sedang tertidur, tapi ia gemetar??? Ck! Daniyal menanyakan semua perkembangan pasien pada perawat yang stand by di sana. Mulai dari tekanan darah, infus dan obat-obatan, cateter untuk pembuangan urin dan lainnya. Untuk saat ini pasien juga masih menggunakan Nasogastric/Feeding Tube (NGT) untuk memasukkan makanan ke lambung. Memar di wajah juga sudah mulai membaik. Meskipun tadi, saat pertama kali terbangun, pasien sempat mengeluh kesulitan melihat cahaya dan sedikit mual dan pusing. Daniyal mengangguk-angguk mendengar penjelasan perawat, kemudian meminta wanita itu untuk pergi. Ia masih ingin memeriksa pasien ini sendiri. Daniyal menelan ludah, terpesona menatap lukisan di hadapannya. Begitu detail. Persis seperti yang dibuat Kirani dulu. Apakah Tuhan sengaja meniupkan nyawa pada lukisan itu sehingga tiba-tiba saja dia hidup, lalu muncul di hadapan Daniyal? Dulu Kirani sangat sering membuat cerita untuk setiap tokoh-tokoh imajinasi yang ia lukis. Nama mereka, sifat, keluarga, masa lalu, masa depan. Lucu. Pastinya Daniyal selalu jadi yang pertama kali tahu. Tapi ia lupa, kapan dan di mana Kirani menceritakan kisah lukisan wanita ini ...? Haruskah ia kembali ke Puri Nirwana untuk mencari lukisan yang hilang? Daniyal berdiri di sisi ranjang pasien. Mengamati wanita itu lebih teliti lagi. Suara detik jam di dinding terus mengisi ruangan yang sepi. Malam sudah semakin larut, seharusnya Daniyal sudah bisa pulang. Tapi, entah kenapa ia masih begitu asyik memandangi wanita mungil ini. Belum apa-apa, tanpa disadarinya, jemari Daniyal sudah bergerak menyentuh rambut si wanita. Rambut panjang yang lurus dan hitam berkilau, begitu halus menyapu antara sela-sela jarinya. Amat kontras dengan warna kulit wanita itu yang pucat. Seakan terpukau, jemarinya terus menelusuri pelipis, alis, sampai berhenti di puncak hidung wanita itu. Rasa penasaran atau kegilaankah ini yang membuat Daniyal ingin menaruh jarinya di bibir mungil ini? Bibir pink yang menggoda. Benar-benar terasa lembut ketika disentuh. Bagaimana kalau dengan bibir? Daniyal semakin tersesat, akal sehatnya mulai menghilang. Ia menunduk mendekati wajah wanita itu. ⠀ PLAK! ⠀ Seakan ada yang menampar dirinya dari dalam. Ini sama sekali tidak profesional! Daniyal memaki dirinya sendiri. Bagaimana mungkin seorang dokter memikirkan hal yang tidak senonoh terhadap pasiennya?! Sedang sakit pula! Harusnya ia lebih berempati terhadap penderitaan pasien! Daniyal menggeleng-gelengkan kepala, berusaha mengembalikan kesadarannya. Ia juga hampir mengkhianati Kirani! Oh, God! Rasa malunya sekarang berganti dengan kesal dan amarah. Ia murka terhadap dirinya sendiri. Anehnya ia juga merasa jengkel pada wanita ini. Bagaimana bisa Daniyal lepas kendali terhadap wanita yang bahkan sama sekali tidak berusaha menggodanya?! Hanya karena melihat bibir? Really? Apa dia sudah gila? Batin Daniyal rasa bergejolak. Ia menatap wajah wanita itu lagi, agak sakit hati. Lalu menarik napas panjang berkali-kali. Mencoba menetralkan diri. Mencari biang yang bisa disalahkan. Huff...! Tentu saja. Wanita ini ia kira jelmaan lukisan Kirani. Daniyal hanya terbawa suasana akan kenangan mendiang istrinya. Yeah ... pasti karena itu. Mana mungkin ada alasan lain. Daniyal menghempaskan napas lagi. Bergerak lebih tenang merapikan saat posisi bantal kepala pasien. Wanita itu mendesah. Mengernyit. Tubuh Daniyal berubah kaku seketika. Darahnya seolah memompa deras ketika melihat wanita itu mencoba membuka mata. Mengejapkan mata berkali-kali, hingga akhirnya netra gelap lukisan hidup itu tepat menghujam netra cokelat kemerahan Daniyal. Tubuhnya semakin kaku. Ia rasa … detak jantungnya seketika telah terhenti.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN