Tubuhku menegang saat mendengar Ardigo mengucapkan kata-kata keramat dan bonus cium di puncak kepalaku membuat jantungku berdangdut ria. Ardigo melepaskan pelukannya membuatku (lagi-lagi) merasakan kehilangan. Tangan pria itu memegang kedua bahuku membuat kedua mata kami bersirobok. Sumpah, hanya bertatapan mata dengan pria ini hatiku langsung kebat-kebit dibuatnya. Tuhan, mengapa aku harus mencintai pria tampan dihadapanku sedalam ini? Padahal ia sering sekali mencercaku di waktu aku berada di Ireland. Malah aku semakin mencintainya. "Tidurlah dengan nyenyak." Ucapnya lalu tanpa kata lagi ia keluar dari kamarnya. Setelah pria itu tidak lagi berada dihadapanku aku memutuskan mematuhi perintahnya untuk tidur. Tapi saat tubuhku sudah berbaring di atas kasur, aku malah tidak bisa memejamk