Aku terus berlari dari pria itu. Menyakitkan. Sungguh menyakitkan. Kukira dia bersungguh-sungguh menyatakan cintanya dan lamaran itu. Tapi, itu semua palsu. Seorang Ardigo Firlan Wijaya tidak akan pernah bisa mencintaiku karena seperti yang aku dengar beberapa menit yang lalu. Aku bukanlah gadis yang ia idamkan, tidak sexy, sesexy wanita kencannya. Aku juga bukan tipe dia dan aku terlalu agresif. Astaga, mengingatnya kembali membuatku semakin ingin menangis, dan dadaku terasa nyeri. Apalagi yang menyakitkan lebih dari ini? Lebih baik aku mati daripada harus merasakan sakit untuk kedua kalinya karena cinta. Aku terlalu naif, aku terlalu percaya padanya dan aku terlalu terbawa suasana bahwa ia bersungguh-sungguh melamarku. Nyatanya? Itu semua omong kosong. Aku telah dipermainkan. Ak