Tidak ada kejadian yang istimewa ketika Mahes datang sore itu menjemput Vara. Setidaknya itu yang ada di kepala Vicky, Jo, dan Kanaya. Mereka memperhatikan dari jauh bagaimana Mahes memperlakukan Vara. Meraih jemarinya dan menuntunnya hingga ke motor Mahes. Tidak ada kecanggungan yang diperlihatkan keduanya. Vara menggigit bibir dan melambai ke arah ketiga sahabatnya ketika motor melaju dan meninggalkan trotoar di depan gedung MedVoice.id.
Sepanjang perjalanan menuju rumah Ibu, mereka terdiam tak saling bicara. Tangan Vara melingkari pinggang Mahes tanpa ada penolakan darinya. Angin menderu-deru di telinga Vara yang tertutup helm. Meski jalanan ramai dengan para pekerja yang berebut sampai ke tempat tujuan, hati Vara terasa kosong. Sosok yang dia peluk terlihat kaku dan tegang, membuat tiga puluh menit perjalanan ke rumah Ibu terasa tiga kali lipat lebih panjang.
Motor menurunkan kecepatannya ketika membelok ke jalanan yang lebih kecil, tapi lebih ramai. Orang-orang terlihat memadati jalanan dengan aktivitas sore mereka. Rumah yang kehabisan lahan untuk bermain, membuat anak-anak menggunakan jalanan untuk berseluncur, bersepeda, bahkan bermain petak umpet. Suara klakson terdengar berkali-kali mengusir anak-anak yang bermain terlalu ke tengah. Meski polisi tidur dibuat setiap lima meter, tetap saja ada pengendara yang tidak mengurangi kecepatannya ketika melaju.
Vara turun dari motor ketika Mahes menghentikan kendaraannya di sebuah rumah bercat hijau tosca. Selembut paras seorang ibu yang keluar dari pintu depan menyambut kedatangan mereka berdua. Senyum terkembang dari wajah ayunya yang dilingkari hijab coklat muda. Rasanya lama sekali Vara tidak menyinggahi rumah ini dan bertemu dengan pemiliknya.
"Assalamu'alaikum, Bu." Vara mengucap salam lalu menyalami tangan perempuan senja yang masih terlihat cantik di usianya. Dia memeluk Ibu cukup lama lalu mengecup kedua pipinya. "Vara kangen."
Ibunya Mahes tersenyum sambil mengelus pipi perempuan kesayangannya. "Kamu ke mana saja, lama baru kemari. Kalau Ibu nggak bilang sama Mahes, mungkin kamu nggak akan pernah datang, ya?" tuduh ibunya Mahes sambil mencolek hidung Vara.
"Vara sibuk, Bu. Kejar setoran biar cepat bisa jadi mantu Ibu." Diliriknya Mahes yang berdiri dengan muka kebas di sebelahnya. Sengaja dia tekankan kata mantu agar Mahes menyadari seberapa dekat hubungannya dengan Ibu.
Tidak mudah bagi seorang perempuan mengambil hati calon mertuanya, seperti tidak mudah juga untuk memisahkan hubungan akrab yang sudah terjalin di antara keduanya. Jika tidak ingin rumah tangga menjadi chaos dengan hubungan buruk mertua dan menantu seperti di cerita-cerita sinetron, Mahes harus memikirkan kembali keputusannya mengakhiri hubungannya dengan Vara.
"Jangan terlalu capek. Sekarang, kan Mahes sudah bekerja. Uang untuk pesta nikah bisa dicari sama-sama," kata ibunya Mahes sambil merengkuh Vara dalam pelukannya. Sebagai single parents dari tiga anak lelaki dewasa, ibunya Mahes memang merindukan sosok anak perempuan dan dia menemukannya dalam diri Vara.
Vara memandang sekilas pada Mahes yang sedang melepas alas kaki dan bersiap mengikuti mereka masuk ke dalam rumah. Sedari tadi dia belum melihat senyum di wajah lelaki itu, juga kata-kata. Sewaktu menjemput Vara tadi Mahes memang menggandengnya sesaat tapi tanpa kata dan wajah yang tidak terlalu terlihat karena tertutup helm. Namun Vara yakin kalau Mahes terpaksa menggandengnya karena dia masih ingin menjaga nama baiknya di hadapan teman-temannya dulu.
Ibunya Mahes membawa Vara ke meja makan. Hal yang selalu dilakukannya jika Vara datang. Makan dulu baru mengobrol.
"Ibu sudah masak udang saos Padang kesukaanmu. Sama bening bayam. Yuk, makan. Ini sambalnya kesukaan kamu juga, manis pedas." Ibunya Mahes menarik kursi untuknya dan Vara.
Vara mengambil piring di depan Mahes dan seperti yang biasa dia lakukan, Vara mengambil nasi untuknya.
"Terima kasih," kata Mahes sambil tersenyum lalu menuangkan bening bayam ke piringnya.
"Makan yang banyak, Ra. Kamu kayaknya kurusan, sih. Diet, ya?" Ibunya Mahes meletakkan udang di piring Vara,
"Enggak, kok, Bu. Lagi nggak napsu makan aja," jawabnya sambil mengupas kulit udang dan meletakkannya di pinggir piring. "Tapi kalau ketemu masakan Ibu, napsu Vara langsung naik tiga kali lipat. Hmm, enak!" katanya sambil memejamkan mata. Menikmati rasa udang dan saosnya yang meleleh di dalam mulut.
"Kamu memang paling pintar kalau memuji. Apa sekarang Mahes sudah jarang nemenin kamu makan lagi?"
Mendengar pertanyaan ibunya Mahes, Vara tersedak. Diambilnya gelas air putih di samping piringnya dan dia melirik Mahes untuk minta bantuan. Setelah mengucapkan terima kasih, tak ada kata keluar dari mulut lelaki itu.
"Kami sama-sama sibuk, Bu. Tapi mulai besok Mahes janji bakalan nemenin Vara makan malam. Mahes bakal pastiin dia makan sebelum tidur." Akhirnya Mahes bersuara untuk menenangkan ibunya. Kalau tidak segera ditenangkan seperti itu, ibunya bakal mengomeli Mahes hingga tiga hari tiga malam. Perasaan sayang ibunya ke Vara terkadang membuat perempuan itu lupa kalau dia punya anak lelaki yang harus dijaga perasaannya.
"Nah, gitu. Ibu tidak suka kalau kalian terlalu sibuk sama urusan masing-masing. Apa lagi sekarang Mahes sudah tidak satu kantor lagi sama Vara. Kalian harus sama-sama tahu, godaan ketika sedang tidak bersama itu sangat besar. Meskipun Mahes tahu teman-teman Vara, bukan lantas bisa tenang-tenang saja nggak bakal terjadi apa-apa. Sekarang ini lagi musimnya teman makan teman, saling tikung, bahkan terang-terangan merebut pasangan orang di depan muka kita sendiri. Anak muda zaman sekarang banyak yang tidak punya akhlak."
Petuah ibunya Mahes selama makan benar-benar sukses membuat napsu makan keduanya turun drastis. Perasaan Mahes sudah tidak enak. Ibunya seolah sedang menyindir hubungannya dengan Vara. Diliriknya perempuan yang sedang berusaha menelan makanan di depannya. Apa mungkin Vara sudah menceritakan tentang hubungan mereka ini pada ibunya? Rasanya tidak mungkin. Mahes sudah mengancamnya dan dia yakin Vara bakal menurut. Ibunya itu punya penyakit jantung. Jika sampai dia tahu kalau Mahes selingkuh, Mahes tidak bisa membayangkan apa yang akan terjadi pada ibunya.
"Ibu tenang saja, Mahes bakalan jaga calon mantu kesayangan Ibu ini sebaik-baiknya," jawab Mahes masih dengan nada yang menyenangkan dan senyum yang menenangkan.
Vara memandang lelaki di hadapannya dengan bertanya-tanya. Peran apa lagi yang sedang dimainkan Mahes? Perasaannya saja belum sepenuhnya terkendali ketika melihat foto story Hanindita terbaru. Kanaya meyakinkannya kalau foto itu sudah diambil lama. Bukan baru saja terjadi. Mungkin Hanindita kesal karena tidak bisa bertemu Mahes selama dua minggu jadi dia mengunggah foto kebersamaan mereka terang-terangan.
Hanya saja ... jam tangan yang dikenakan Anin benar-benar mengganggu pikirannya. Kenapa harus model dan merek yang sama? Vara benar-benar ingin memastikannya pada Mahes. Namun sepertinya masih cukup lama hingga dia bisa menuntaskan rasa ingin tahunya. Selepas makan, ibunya Mahes minta ditemani nonton film korea dan itu memakan waktu dua jam lebih. Tubuh Vara sudah penat sekali ketika tiba waktunya dia pamit pulang.
_*_
"Ra ...." panggil Mahes ketika dia hendak membuka pagar kosan.
Vara membalikkan tubuhnya dan memandang Mahes yang sedang turun dari motornya. Lelaki itu berdiri cukup dekat di depan Vara. Seolah dia bisa mendengat detak jantungnya yang berkejaran seperti pelari jarak pendek.
Tanpa diduga, Mahes merengkuh tubuh Vara dan berbisik lirih di telinganya. "Maafkan aku. Aku menyesal. Terima kasih sudah membuat Ibu bahagia." Dilepaskannya tubuh Vara yang mendadak kaku lalu dikecupnya kening perempuan itu. "Sampai ketemu besok. Tidur cepat dan jangan begadang. Nanti aku WA kalau sudah sampai rumah."
Setelah mengucapkan kata-kata itu, Mahes meninggalkan Vara dan melajukan motornya menuju rumah. Meninggalkan Vara dalam keheningan malam dan juga kebingungan. Belum sempat dia bertanya perihal jam tangan karena terlalu lelah, sekarang dia menerima perlakuan hangat Mahes. Ini membuatnya benar-benar bingung. Lelaki itu mengempaskannya, ingin menjauhinya, dan sekarang minta maaf dan bilang menyesal. Lalu apa katanya tadi? Sampai ketemu besok? Apa artinya mereka balikan?
Suara-suara di kepala Vara mendadak riuh dan sibuk berbicara sendiri. Tubuhnya oleng dan dia mencengkeram pagar untuk mempertahankan posisinya agar tidak ambruk. Mahes benar-benar telah membuat hati dan hari-harinya jungkir balik.
'Sebenarnya, apa yang sedang kamu rencanakan, Mahes?' []