Kanaya tak bisa berkata apa-apa ketika Vara menceritakan apa yang terjadi semalam pada Mahes. Dia yang tiba-tiba memeluk Vara, mengecup keningnya dalam dan lama, lalu menghubunginya ketika sudah tiba di rumah. Mereka berdua saling memandang sambil berusaha menikmati makan siang masing-masing.
"Mahes kayak lagi merencanakan sesuatu nggak, sih? It's horrible. Dia berubah sesuka hati. Cuek terus manis. Abis ini apa lagi? He's playing something or what?"
Vara menggeleng, dia tidak punya bayangan. Bahkan setelah dia mencoba mengorek keterangan dari Mahes melalui chat semalam, dia tidak mendapatkan informasi yang membuat rasa penasarannya terjawab.
"Seperti yang udah gue ceritain sama lu, alasannya terlalu aneh dan membingungkan. Gue nggak berani ngorek lebih dalam, takut tiba-tiba dia pergi lagi dan gue nggak siap."
Terbayang lagi percakapannya dengan Mahes semalam melalui WA.
[Kamu kenapa, Hes? Kemarin mati-matian minta putus. Sekarang kamu bilang menyesal. Apa artinya?]
Vara tidak bisa menyimpan rasa penasarannya lebih lama. Setelah Mahes mengiriminya pesan kalau dia sudah sampai di rumah dan bertanya Vara sedang apa, langsung saja Vara melontarkan pertanyaan yang sedari tadi mengganggunya.
[Aku menyesal, Ra. Ternyata aku nggak bisa ngebohongin perasaanku sendiri. Aku masih sayang banget sama kamu.]
Tanpa sadar Vara mendengkus. Hah! Menyesal katanya? Semudah itu? Setelah tiga hari ini dia mengobrak-abrik perasaan Vara sekarang dia bilang menyesal?
[Kenapa? Ada apa sebenarnya, Hes? Perasaan aku udah dibolak-balik kayak gini dan sekarang kamu bilang menyesal.]
[Aku nggak tahu apa yang terjadi. Aku udah mutusin untuk mengabaikan kamu, tapi setelah seharian tanpa ada kabar dari kamu dan juga nggak ketemu kamu, perasaanku nggak enak. Ditambah Ibu nanyain kamu.]
[Jadi karena Ibu?]
[Nggak tahu, Ra. Please jangan desak aku. Sekarang ini aku beneran bingung. Aku cuma mau jalan balik sama kamu. Itu aja.]
'Apanya yang bingung? Apa kamu bingung memilih antara aku dan Anin?' Namun pertanyaan itu cuma bisa disimpan dalam hati saja. Vara tidak ingin membuat Mahes ilfil karena baru saja dia memutuskan kembali pada Vara. Semuanya akan terjawab pada waktunya.
_*_
"Jadi sekarang gimana?" tanya Kanaya. Dipandanginya sahabatnya selama dua tahun ini. Perempuan berhijab di hadapannya memperlihatkan raut wajah yang sulit ditebak.
"Lu masih sayang sama Mahes, kan?" tanya Kanaya hati-hati.
"Gue bingung," jawabnya lirih. Kanaya mendengkus. Dua orang yang dia kenal, Mahes dan Vara, mereka sama-sama bingung dengan perasaan masing-masing.
"Kemarin sewaktu Mahes ninggalin lu, lu nangis nggak berhenti-berhenti. Sekarang setelah Mahes balik lagi ke elu, elunya bingung. What's the problem with both of you?"
"I don't know, Ya. It's confusing. Gue berharap Mahes balik lagi, it's true. Tapi setelah dia beneran balik, jujur gue merasa aneh. Nggak nyangka bakalan semudah ini kali, ya?"
"Jadi lu berharap ini lebih sulit?"
"Bukan begitu. Cuma ... gimana, ya gue bilangnya? Gue ... gue ... i feel numb," katanya lirih. "Lu ngerti, kan maksud gue?" Vara memandangi Kanaya dengan mata yang diselimuti kaca-kaca.
Kanaya mendesah, "I feel you, Ra." Digenggamnya tangan sahabatnya itu di atas meja. Kanaya berusaha menyalurkan perasaan hangat dan menenangkan yang saat ini dibutuhkan Vara.
"Ra ... kalau gue boleh nanya satu hal ... Gimana hubungan Mahes sama Anin? Apa dia jalan dua atau putus sama Anin?"
Mendengar perkataan sahabatnya itu, Vara mengangkat wajah bingungnya yang kini semakin bingung. Dia belum memikirkan hal ini semalam. Dipikirnya kalau Mahes sudah kembali padanya, pasti dia akan memutuskan hubungan dengan Hanindita. Namun sepertinya dia harus memastikan hal ini. Kalau memang Mahes sungguhan mau kembali padanya, maka hubungannya dengan Hanindita harus benar-benar berakhir dan perempua itu harus menghapus semua insta story dan juga highlight-nya. Mengingat hal itu, Vara menjadi geram. Rasanya dia ingin menemui perempuan itu dan menjambak-jambak rambutnya sampai lepas dari kepala. Berani sekali dia menggoda dan memosting kemesraan dengan kekasihnya secara terang-terangan. Mungkin dia akan minta pada Mahes untuk dipertemukan dengan Hanindita.
"Gue belum nanya, tapi akan gue tanyain sama dia." Vara berjanji sambil membalas genggaman Kanaya yang dibalas anggukan oleh perempuan berkacamata minus itu.
"Permisi ... Maaf, Mbak Vara dapat traktiran dari Mas Danu." Seorang pelayan meletakkan segelas jus jambu di hadapan Vara. Jus kesukaannya.
"Danu?" tanyanya pada pelayan yang sudah dia kenal baik.
"Iya, kata Mas Danu, jus jambu bagus untuk mengembalikan kesegaran kulit wajah. Banyak vitamin C-nya," katanya lagi sambil mengangguk dan meninggalkan kedua perempuan itu setelah memberikan dua jempol kepada Vara.
Vara memandang berkeliling ke kantin yang kini mulai sepi ditinggalkan pengunjungnya. Namun tidak ada sosok Danu di antara mereka.
"s****n Danu! Dia ngatain gue tua, mentang-mentang dia lebih muda. Dasar junior nggak sopan!" umpat Vara. "Lu aja yang minum jusnya, Ya." Disodorkannya gelas jus ke hadapan Kanaya.
"Ih, ogah!" kata Kanaya sambil menggidikkan bahu. "Gue nggak mau kena peletnya si Danu."
"Lu, kan jomlo. Danu juga lumayan ganteng, kok. Tajir lagi. Lumayanlah buat gandengan malam minggu," katanya sambil menahan geli.
Melihat wajah sahabatnya yang berseri, mau tidak mau Kanaya tertawa. Didorongnya lagi gelas jus ke hadapan Vara. "Lu, juga, kan masih bingung ama perasaan, lu. Nggak papa jalan ama Danu, itung-itung punya serep juga."
"Gue nggak suka berondong. Danu seumuran ama, lu. Udah cocok banget itu. Lu aja yang ambil." Didorongnya lagi gelas jus ke hadapan Kanaya.
"Apaan, sih main dorong-dorongan kayak tarik tambang aja. Sini gue minum jusnya kalau nggak ada yang mau. Kebetulan gue haus banget." Jo yang baru datang langsung menyambar gelas jus dan meminumnya hingga tinggal setengah. Membuat bengong kedua sahabat yang duduk memperhatikannya.
"Lu berdua kenapa ngeliatin kayak gitu? Nggak pernah lihat orang kehausan?" Jo mengempaskan tubuhnya di kursi samping Kanaya. Kedua sahabatnya saling berpandangan dengan menahan geli. Mereka tahu kalau Jo juga jomlo jadi misalkan terjadi sesuatu antara dia dan Danu, tidak akan ada masalah apa-apa.
"Nggak ada apa-apa, Jo. Lu lanjut aja minumnya kita udah kenyang dan mau balik ke kantor." Kanaya menepuk bahu Jo dan bangkit dari duduknya, diikuti Vara.
"Eh, kok gue ditinggalin?" protes Jo.
"Lu yang datengnya telat. Udah waktunya kerja lagi tau! Lu dapet apaan hari ini? Kakap, ya?" tanya Vara sebelum meninggalkan Jo yang sedang memanggil pelayan untuk memesan makanan.
"Adalah yang deal. Tapi gue dapet komplain juga dari seseorang. Ini datang cepat mau minta penjelasan dari Mas Eka. Ntar gue susul kalian, ya! Makan dulu," ujarnya sambil menggerakkan tangan di atas perut. Kedua sahabatnya mengangguk dan melambai sebelum meninggalkan Jo.
Selama perjalanan menuju ruangan mereka, Vara menyempatkan diri membuka ponsel yang sedari tadi dibisukan. Ada beberapa chat: dari kakak, Mama, dan juga Mahes. Dia membuka chat dari kekasihnya terlebih dahulu.
[Udah makan? Jangan sampai telat, ya nanti kamu sakit.]
Vara tersenyum membaca chat penuh perhatian itu. Dia memang punya asam lambung yang suka kumat kalau terlambat makan.
"Mahes nge-chat gue. Nanyain udah makan apa belum," kata Vara kepada Kanaya yang berjalan di sampingnya. Disodorkannya ponsel miliknya ke depan Kanaya.
"Ya baguslah," kata Kanaya setelah membaca sekilas. "Mahes lu dah balik berarti, kan? Apa lagi?"
"Gue numb," jawab Vara pendek.
"Pacaran, gih sama Danu biar perasaan lu kembali berbunga."
Digetoknya kepala Kanaya lembut menggunakan ponsel di tangannya. "Dibilang buat lu aja."
Kanaya tertawa dan merangkul pundak Vara. "Nih, gue kasih saran sebagai sahabat lu, ya. Kalian itu, lu sama Mahes, butuh liburan. Jauh-jauhlah dari Jakarta dan dari nenek lampir Hanindita. Kalian perlu waktu untuk berduaan dan mengingat kembali masa-masa dulu sewaktu pertama kali pacaran. Kalian juga perlu waktu saling terbuka dan ngomong panjang lebar dari hati ke hati. Semuaaa harus kalian tumpahin. Apa yang mengganjal diomongin. Ada masalah dipecahin bersama. Empat tahun pacaran nggak menjamin saling paham satu sama lain. Yang nikah puluhan tahun aja bisa cerai karena hal sepele. Kuncinya itu terbuka baru saling mengerti."
"Lu udah kayak penasihat perkawinan aja, Ya." Vara menyenderkan kepalanya di bahu Kanaya.
"Gue seriusan ini. Honeymoon, gih!"
"Idih ... kayak orang udah nikah aja pake honeymoon segala. Ntar kalau pulang honeymoon kenapa-kenapa gimana?"
"Ya, nggak usah nginep juga kali, Zeyeng! Ngarep, lu, ya?"
Vara tertawa dan merangkul Kanaya erat. Perempuan yang sedikit pendiam ini memang selalu bisa menyejukkan hati sahabat-sahabatnya. Di antara mereka berempat, Kanaya memang yang paling logis dan bijaksana.[]