SPECIAL PART (1)

1352 Kata
••• Adriann POV ••• Pertama kalinya dalam hidup, aku menentang keinginan mama yang menurutku sangat tidak masuk akal. Di saat tahun ini menjadi tahun terakhir di sekolahku, mama memintaku untuk pindah sekolah hanya karena hutang budinya kepada tante Erly yang membantu perusahaan mama. Padahal, aku sama sekalo tidak ada sangkut pautnya dengan itu. Berhari - hari mama membujukku, temtu saja bujukan itu aku tolak. Lagi pula aku sudah sangat betah dengan sekolahku dan juga dengan teman - temanku, pindah sekolah adalah hal yang paling merepotkan. Beradaptasi dan mencari teman baru tidak akan semudah itu, apalagi di tahun - tahun terakhir, salah - salah malah menyusahkan diri sendiri karenanya. "Mama minta tolong kamu mau ya," ucap Mama menatal dalam mataku. Aku sampai muak mendengar perkataan itu, biasanya aku selalu menuruti permintaan mama tapi kali ini permintaan mama terasa sudah diluar dari batasku. Pindah sekolah juga bukan perkara keluar lalu pindah ke sekolah baru, tidak sesederhana itu. Wajar saja jika aku dengan tegas menolak. Lagi pula, sekolah mana yang akan menerima siswa pindahan di tahun terakhir. Apalagi terkadang kurikulum sekolah tidak selalu sama, sekolah yang masih dalam satu zona saja terkadang masih sering terdapat banyak perbedaan materi pelajaran apalagi sekolah yang di luar zona. Namun, itu semua mampu ditepis mama. Mama terus meyakinkanku jika semua akan baik - baik saja, ia bahkan meyakinkanku jima sudah memerkksa sekolah dan kurikulim seta alasan lain yang memang sengaja aku se utkan untuk menambah alasan pemberat sebagai alasan aku tidak mau pindah. Pada akhirnya, aku menyerah dengan semua balasan mama terhadap penolakanku dan mengikuti permintaan mama yang ternyata dalam waktu singkat sudah berhasil memindahkan sekolahku. Hari ini adalah hari pertamaku sekolah, setelah memarkirkan motorku di parkiran siswa aku berjalan dari parkiran menuju ruang kepala sekolah. Aku melewati area koridor lumayan sepi namun masih ada beberapa siswa masih berkumpul di depan sebuah papan yang tertulis "PAPAN PENGUMUMAN" dibagian atasnya, sepertinya aku memang sudah telah datang ke sekolah di hari pertamaku. Tetapi aku tidak mempedulikan itu, lagipula aku bisa mencari alasan harus menemui kepala sekolah terlebih dahulu. "Permisi," ucap seorang siswa yang melewatiku, ia terlihat sangat terburu - buru. Berbeda dengan siswa lain yang sibuk mencari nama mereka, aku terus berjalan menuju kelas yang sudah tentu kutahu. Saat masuk ke sekolah ini, mataku tertuju pada seorang gadis. Entah mengapa gadis itu selalu menunduk seakan tidak berani menatap ke depan. "Apa yang salah dengannya," batinku bingung melihat gadis yang ditatap jijik oleh hampir semua siswa. Mataku terus mengikuti setiap langkahnya, kuperhatikan semua orang seakan memandang remeh gadis itu. Sesekali juga ada yang menyingkir seakan jijik ketika gadis itu melewati mereka. Entah apa yang terjadi di sekolah ini, aku merasa sesuatu sudah terjadi pada gadis itu. Bel sekolah masuk, aku sengaja terlambat untuk masuk ke dalam kelas. Tidak ada alasan yang jelas, hanya merasa malas saja untuk masuk. "Laper banget," gumamku karena aku memang beljm sempat sarapan, kali ini aku berpikir untuk mencari kantin terlebih dahulu sebelum mencari ruangan kepala sekolah. Aku duduk di kantin hampir 15 menit, menimati indomie yang entah mengala selalu terasa enak saat ketika memakannya di sekolah. Produk dan isi yang sama namun terasa beda dengan rasa saat di rumah. Setelah puas dan kenyang mengisi perutku, aku berjalan mencari ruang kepala sekolah. Aku bertanya pada seseorang lalu ia menunjukkanya padakum Tanganku mengetuk beberapa kali pintu, lalu masuk setelah dilersilakan. Kepala sekolah memberiku wejangan selama beberapa menit, hampir saja aku tertidur mendengarnya marena terasa membosankan. Kepala sekolah menberitahuku di mana kelasku danlalu aku berdiri dari duduku lalu berjalan menuju kelas yang tadi di sebutkan oleh kepala sekolah. Aku mengetuk pintu dan mendorongnya saat mendengarkan jawaban dari dalam kelas yang mengizinkan aku masuk. Aku memperkenalkan diriku, lalu guru yang akhirnya kutahu adalah walikelasku itu menyuruhku untuk duduk di kursi kosong yang berada pada barisan agak belakang. Mataku sempat berhenti sesaat, ketika aku melihat ternyata teman sembangkuku adalah gadis yang kulihat tadi. Aku langsung mengambil posisi dudukku, ketika gadis itu bergeser. Guru memberikan penjelasan, selama beberapa saat lalu keluar dari kelas. Tidak lama, aku mengetuk meja yang berada disebelahku. Gadis itu menurunkan, buku yang ia baca. "Nama kamu siapa?" tanyaku menatap gadis itu, gadis yang menjadi teman sebangkuku ini hanya diam saja. Sesaat gadis itu juga menatapku, namun ia langsung mengalihkan pandangannya tanpa menjawab pertanyaanku. Entah mengapa, gadis itu seolah tak tersentuh. Ah, aku juga baru ingat jika gadis ini adalah gadis yang sama ketika aku lihat tadi. "Hai Adrian gue Anggi," ucap seorang gadis yang berdiri di depan mejaku. Aku mengalihkan pandanganku pada seorang gadis yang mendatangi mejaku bersama beberapa temannya. Entah mengapa, aku merasa mereka bersikap kurang baik kepada teman sebangkuku ini. Lalu, teman sebangku yang belum kutahu siapa namanya ini berdiri dari tempat duduknya bersaan dengan bel istirahat yang baru berbunyi. Aku membiarkan dia lewat, melihat sosoknya yang mulai menghilang dari balik pintu. "Nama dia siapa?" tanyaku pada gadis yang tadi mengenalkan dirinya padaku. "Oh, dia? Luna," jawab Anggi seakan tidak peduli. Tubuhku terdiam beberapa saat setelah mendengar nana yang disebut oleh Anggi. Sekarang aku tahu, gadis itu adalah alasan mengapa aku pindah ke sekolah ini. Meski dengan tergesah, aku berdiri dari dudukku berjalan keluar kelas mencari ke mana teman sebangku yang kutahui namanya adalah Luna. Sebenarnya, mama memintaku membantu tante Erly menjaga anak temannya yang sudah ia anggap sebagai putrinya sendiri. Mama tidak menolak karena ia merasa ini saat yang bagus untuk membalas kebaikan tante Erly selama ini. Sudah hampir seluruh bagian sekolah aku kelilingi, namun tetap saja aku tidak dapat menemukan sosok Luna. Aku menarik napasku kasar, mana mungkin bisa hilang atau bersembunyi di sekolah. Bel masuk kembali berbunyi, aku dengan langkah yang berat karena terlalu lelah kembali menuju kelas. Sudah jelas, gadis itu akan kembali lagi ke kelas bukan. Pintu kelas terbuka, suara bising yang keluar dari dalam kelas terdengar hingga luar. Aku melihat dari balik kaca, Luna sudah kembali ke kelas dan duduk di mejanya sambil menungkupkan kedua tangannya. Baru saja aku akan masuk, langkahku terhenti saat kulihat Anggi menyengol kasar mejaku dan menumpahkan air dari dalam botol yang dipegangnya. Aku melihat semuanya dari jauh, menatap semua perlakuan Anggi pada Luna. Luna berdiri dari kursinya, membuat kursi yang ia duduki ikut terjatuh. Aku melihat kelas semakin ramai hampir semua orang kini tengah berkumpul dan menyaksikan semua itu. "Anggi udah, nanti kamu kena sial kalo dekat sama anak pembunuh." Aku semakin terkaku saat mendengar ucapan salah satu gadis yang merupakan teman Anggi, aku juga melihat jika Luna terdiam dan matanya mulai memerah. Jujur saja, sebutan anak pembunuh adalah hal yang baru kali ini aku dengar secara langsung. Bahkan, mama tidak memberitahuku apapun kecuali nama gadis yang harus kujaga adalah Luna. Tidak lebih, aku bahkan tidak menyangka karena sepertinya hampir semua di kelas orang mengakitinya. Baik secara fisik maupun perasaanya. Kudengar, Anggi semakin menjadi-jadi. Banyak kata cacian dan bully-an yang ia lontarkan yang menurutku itu tidak pantas untuk didengar anak seusia kami. Aku berjalan melewati pagar manusia yang semakin bertumpuk menyaksikan kejadian ini. "Kalian apa-apaan sih?! Meja gue basah!" ucapku dengan nada meninggi, aku melihat mejaki basah karenanya. Nada suaraku meninggi, sebenarnya aku bukan ingin melemparkan kata itu tapi aku tidak mungkin bertingkah sok akrab kepada Luna sedangkan ia menyebutkan namanya padaku saja enggan. Luna mengambil tisu dari dalam tasnya dan mengelap mejaku, aku menarik tangannya membuat ia menatapku. "Maaf," ucap Luna yang membuatku makin kesal. Aku kesal, kenapa ia harus meminta maaf padahal sudah jelas jika itu bukan salahnya. "Siapa pun kalian, yang ganggu dia. Bakal berurusan sama gue, karena kalian ngusik dia berarti sama aja dengan kalian ngusik gue." Aku berbicara dengan nada yang cukup tinggi, beberapa orang terlihat terkejut apalagi aku adalah anak baru. Aku menarik tangan Luna, membawanya keluar dari kelas. Aku menatapnya khawatir, karena sudah pasti kejadian ini bukan yang pertama kalinya. "Maaf, tapi sebaiknya jangan ikut campur." Setelah tadi aku tahu nama gadis itu adalah Luna aku terdiam menatap kearahnya, ternyata gadis ini yang dibilang oleh mama dan tante Erly. Setelah melihat keadaan Luna aku merasa ada sesuatu yang mengganjal dan sekarang karena Luna dititipkan padaku mana bisa aku tidak ikut campur. Dari sini aku mulai mengerti alasan tante Erly meminta mama mengirimku ke sekolah ini.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN