BAB 11: Bisnis Pertemanan

1924 Kata
“Silahkan duduk” Rosea mempersilahkan. Prince segera duduk di samping Leonardo, pandangan Prince mengedar melihat rumah Rosea yang terlihat nyaman dan rapi. Suasana rumah Rosea terasa hangat untuk Prince, sangat berbeda dengan keadaan rumahnya. Rosea yang hendak duduk mengurungkan niatnya karena ada Leonardo di sisi Prince, “Prince kamu mau minum?” Rosea membuka suara lagi. Prince mengangguk “Jika Sea berkenan.” Wajah Rosea memerah merasa gemas karena ucapan Prince yang berbicara seperti orang dewasa. “Kamu mau apa? Ayo aku tunjukan agar kamu bisa memilihnya sendiri.” “Bagaimana dengan Ayah?” Suasana langsung hening karena Rosea tidak bisa menjawab. Melihat keterdiaman Rosea yang terlihat canggung, Leonaro segera mengusap kepala Prince dan sedikit mendorongnya agar anak itu tidak ragu untuk pergi. “Ayah akan duduk dulu di sini Prince, kamu pergi saja dulu, nanti ayah menyusul.” “Baiklah Ayah.” Tanpa ragu Prince langsung turun dari kursi dan berlari mengikuti Rosea, mereka meninggalkan Leonardo sendirian yang masih duduk. Mata Leonardo bergerak lembut memperhatikan jika kini Rosea membawa puteranya ke dapur. Leonardo dapat melihat pergerakan Rosea dan Prince di dapur karena ruangan tempat dia duduk dan dapur hanya di beri penyekat berbentuk kotak di hiasi ukiran pohon dan di beri beberapa pot bunga. Leonardo tahu Rosea sedang menghindarinya. Karena itu, hari ini Leonardo akan memulai pembicaraan dengan Rosea secara perlahan, yang penting sekarang Prince senang dan suasana hatinya terlihat bahagia. Suara deringan telepon masuk di handpone Leonardo membuat pria itu segera beranjak dan memilih berbicara mengenai bisnis dengan lawan bicaranya, sesekali pria itu melihat kearah Rosea dan Prince yang terlibat percakapan yang akrab. Rosea membuka pintu lemari makanannya dan menunjukannya kepada Prince. “Kamu suka apa?” Kepala Prince bergerak ke sana-kemari melihat deretan jenis minuman yang Rosea miliki di dalam lemari. “s**u cokelat.” “Pilihan bagus.” Rosea mengambil kotak s**u dan menuangkannya ke gelas kecil, lalu meletakannya di atas meja pantry. “Terima kasih,” Prince mengambil gelas itu dan meminumnya. “Duduklah di sini.” Rosea membungkuk, memangku tubuh mungil Prince yang masih meminum s**u dan mendudukannya di kursi kayu depan meja pantry. Rosea sengaja melakukannya, dengan begitu dia tidak melihat Leonardo yang kini duduk di ruangan sebelah. Selagi Prince sibuk minum, Rosea mengambil beberapa buah segar yang sudah di bekukan dan di lumuri oleh gula dan memasukannya ke dalam mangkuk kaca. “Cobalah. Itu namanya tenghulu, rasanya seperti permen,” tawar Rosea seraya mendorong sebuah mangkuk di penuhi jenis buah-buahan segera terbungkus gula membeku. Prince menganga dengan mata berbinar, anak itu tersenyum berantusias sampai akhirnya anak itu menunjuk blueberry. “Sea, ini apa? Mengapa hitam?” Rosea terdiam heran, dia baru tahu jika Prince tidak dapat membedakan warna. “Itu blueberry,” jelas Rosea memberitahu. Gelas di tangan Prince langsung di letakan di sisi mangkuk. Anak itu membungkuk, menatap takjub semua buah yang Rosea sajikan. “Ayah, kemarilah. Lihatlah ini,” panggil Prince setengah berteriak. Diam-diam Rosea mencebik kesal karena Prince memanggil Leonardo, padahal Rosea membawa Prince ke dapur sengaja untuk menghindari Leonardo. Leonardo yang semula memperhatikan dari kejauhan akhirnya segera menyusul ke dapur. Pria itu duduk di samping puteranya dan tersenyum penuh formalitas kepada Rosea yang sejak tadi terlihat berusaha untuk tidak terlibat percakapan apapun dengannya. Prince mendorong mangkuk makanannya agar Leonardo ikut melihat, anak itu sedikit berceloteh mengambil gagang kecil buah Cherry dan mengangkatnya, mulut kecilnya terbuka menggigit buah itu hingga suara bekunya gula terdengar memecah. Prince tersenyum lebar begitu senang, sikapnya sangat mirip seperti anak kecil seusianya yang suka permen. “Ayah cobalah. Ini seperti permen.” Prince terlihat berantusias mengambil sebuah strawberry dan memberikannya kepada Leonardo. Tubuh Leonardo menegang kaget, hatinya terasa hangat melihat binar mata Prince dan senyuman lebarnya yang sangat jarang dia tunjukan kepada Leonardo. Secara mengejutkan kini Prince menunjukan eskpresi yang begitu jarang dia tunjukan kepada Leonardo. Lebih mengejutkannya lagi Prince mau beriteraksi dekat dengannya. Tubuh Leonardo merendah, pria itu tersenyum miring dan segera membuka mulutnya, menerima suapan dari Prince. Ekspresi dingin Leonardo yang berubah hangat dan tersenyum tulus membuat Rosea tertegun terpukau melihatnya, sisi Leonardo yang hangat dan lembut dapat Rosea rasakan meski hanya sesaat. Menyadari sedang di perhatikan, Leonardo langsung melihat Rosea. Rosea memalingkan wajahnya terlihat salah tingkah karena malu kedapatan memperhatikan Leonardo. Sulit bagi Rosea menahan diri agar tidak memperhatikan pria tampan. Ketampanan pria adalah kelemahan terbesar Rosea. “Kamu mau kopi?” Tanya Rosea terbata. “Boleh,” jawabnya terdengar lembut penuh kelegaan karena akhirnya Rosea mau bicara padanya. Rosea langsung berbalik dan menyibukan diri untuk membuat kopi sambil berpikir sesuatu. Rosea tidak tahu harus berbicara apa pada Leonardo, tidak ada hal yang harus dia bicarakan, kebersamaan mereka saat ini karena ada Prince. Bibir Leonardo bergerak lembut masih mengunyah sisa-sisa strawberry di dalam mulutnya sambil berbicara dengan Prince yang menceritakan rasa setiap buah yang dia gigit. Di antara perbincangannya dengan Prince, Leonardo sesekali melihat Rosea yang membelakanginya. Penampilan Rosea hari ini menyegarkan Leonardo, wanita itu terlihat manis dan lembut seperti permen kapas. Akan terasa lembut dan manis untuk di gigit. Rosea berbalik lagi dan memberikan kopi panas untuk Leonardo. “Terima kasih” Leonardo mengambil gelas kopi dan kembali melihat Rosea, pria itu menerka-nerka perasaan Rosea saat ini karena dia ingin melanjutkan pembicaraan mereka tadi malam. “Sama-sama,” jawab Rosea dengan bibir menekan, sekilas dia melihat Prince yang masih lahap memakan buah-buahan, namun tangan mungilnya itu menyingkirkan potongan buah alpukat. “Kamu tidak suka alpukat?” tanya Rosea. Prince tertunduk menghindar dari perhatian Leonardo, selama ini dia selalu memakan apapun makanan yang di sediakan karena Berta, neneknya akan marah bila Prince memilih-milih makanan. “Aku suka,” jawab Prince terbata karena tidak bisa berbohong. “Padahal tidak masalah jika kamu tidak suka.” Perlahan kepala Prince terangkat menatap Rosea dengan bingung. “Sea tidak marah?” “Kenapa aku harus marah? Aku juga tidak menyukai beberapa jenis buah-buahan yang memiliki bau menyengat,” cerita Rosea dengan jujur. Mata indah Prince bergerak lembut melihat Leonardo yang diam dan terlihat tenang, tangan mungilnya Prince mengusap mangkuk yang hampir kosong. “Aku tidak suka alpukat karena teksturnya seperti bubur, rasanya hambar, sangat kotor di mulut, warnanya tidak cantik.” Bibir Rosea bergetar dan akhirnya tertawa, jawaban Prince yang sangat mendetail sangat menyenangkan untuk dia dengar. “ Prince, tidak masalah, kamu bisa memakan buah lain yang mengandung vitamin sama seperti alpukat,” kata Rosea dengan sisa-sisa tawanya. Prince ikut tersenyum lebar merasa senang karena Rosea menghargai ke tidak sukaannya. Prince merasa senang karena Rosea sangat berbeda dengan orang-orang di sekitarnya selama ini yang suka meerintah tanpa memikirkan perasaannya. Mereka tidak memberikan Prince kesempatan untuk memilih dan berpendapat. Melihat interaksi Rosea dan Prince membuat Leonardo dapat melihat banyak hal dari beberapa sisi yang berbeda. Leonardo menangkap bahwa Prince menyukai Rosea karena wanita itu menghargai pendapatnya dan memberikan kebebasan kepada Prince untuk berbicara. “Sea, mengenai semalam. Kamu sudah memiliki jawabannya?” Tanya Leonardo mulai angkat bicara, mengingatkan Rosea mengenai tawarannya yang semalam. Bibir Rosea mengatup rapat, wanita itu bersedekap menatap tajam Leonardo. “Aku sudah menjawabnya semalam, untuk apa kamu bertanya lagi? Ingatan kamu buruk sekali ya,” sindir Rosea dengan sinis. Suasana santai di sekitar Prince berubah dalam sekejap, Prince melihat Leonardo dan Rosea bergantian. Jari-jari Leonardo mengetuk permukaan meja, melihat Rosea yang kini cemberut masih merasa terhina dengan perkataan Leonardo semalam. Sayangnya kemarahan Rosea sama sekali tidak membuat Leonardo mundur sedikitpun. “Aku benar-benar minta maaf untuk yang semalam,” aku Leonardo dengan tulus. Ketegangan di bahu Rosea sedikit menurun, jika Leonardo sudah meminta maaf, tidak ada alasan lain untuk dia bersikap ketus kepadanya. “Sea, kita bisa mendiskusikan banyak peraturan yang saling menguntungkan,” bujuk Leonardo kembali membuka percakapan. “Tidak bisa,” tolak Rosea dengan tegas. Leonardo beranjak dan mengitari meja pantry, pria itu berdiri di hadapan Rosea menyisakan jarak satu langkah. Leonardo membungkuk mensejajarkan tubuh mereka, pria itu mendekatkan wajahnya di telinga Rosea. Napas Leonardo tertahan di d**a, aroma white musk dari rambut Rosea mengingatkan dirinya pada suasana hangat sore hari yang mendebarkan. Rosea memaku di tempatnya tatkala Leonardo mencengkram lembut kedua sisi lengannya agar wanita itu tetap berdiri di tempatnya karena Leonardo harus berbicara pelan agar Prince tidak mendengar. “Sea, aku mohon. Beri aku kesempatan untuk mendiskusikan tawaran ini denganmu, aku sama sekali tidak menghinamu. Aku menawarkan pekerjaan ini karena aku yakin kamu orang yang tepat mendapatkan pekerjaan ini. Sudah ada banyak babysitter yang selama ini datang silih berganti menangani Prince, namun mereka tidak bertahan lama karena nenek Prince mengatur mereka dan membuat menjadi seperti guru, hal itu membuat keadaan Prince menjadi tidak baik, Prince menjadi takut dan terkadang histeris dengan babysitter, dia membuat banyak kekacauan agar babysitter tidak betah dengannya. Prince tidak membutuhkan babysitter, dia membutuhkan teman yang bisa memperbaiki kepribadiannya. Ini murni pertemanan. Aku sangat berharap kamu memikirkan tawaranku karena ini demi Prince, bahkan jika kamu menolak tawaranku, akan terus menawarkannya Sea, aku tidak akan menyerah,” bisik Leonardo dengan lebih lembut dan hati-hati menjelaskan semua untuk mengubah penilaian Rosea padanya. Leonardo melepaskan cengkramannya dan perlahan mundur untuk menjaga jaraknya kembali dengan Rosea. Rosea terdiam mencerna semua yang telah Leonardo katakan padanya. Semua penjelasan yang sudah Rosea dengar sedikit mengikis ego di hatinya. Leonardo kembali duduk di kursinya dan berbicara dengan Prince untuk memberi waktu Rosea berpikir setelah mendengarkan ceritanya. Leonardo mengambil cangkir kopi yang Rosea buatkan, pria itu mengangkat cangkir kecil di tangannya dan menghirupnya perlahan sebelum mencicipinya sedikit. Diam-diam Leonardo tersenyum, pria itu terkesan karena Rosea rupanya pandai membuat kopi dengan tingkat pahit yang paling Leonardo suka. “Apa sekarang kamu sudah setuju untuk memikirkannya?” Leonardo kembali angkat suara setelah lebih dari lima menit lamanya memberi Rosea waktu sendiri dan memikirkan semuanya. “Ini bukan saatnya membicarakan masalah itu,” jawab Rosea melunak. “Lalu kapan?” Rosea mengambil segelas air dan meminumnya dengan cepat, wanita itu merasa tertekan hanya dengan dua buah kata yang keluar dari mulut Leonardo. Sementara Leonardo terlihat tenang meminum kopinya dan sesekali membungkuk menerima suapan dari Prince. Melihat kebimbangang di mata Rosea, Leonardo menyembunyikannya senyuman senangnya karena dia memiliki celah untuk mengubah keputusan Rosea. “Kamu masih bisa mengajukan nominal gaji jika jumlah yang kemarin aku tawarkan sedikit,” tawar Leonardo lagi dengan sedikit lebih percaya diri dan kembali bersikap seperti biasa, sedikit arogan. Rosea melongo kaget, dia tidak tahu seberapa kayanya seorang Leonado sampai dengan begitu mudahnya dalam membicarakan uang. “Apa kamu tidak tahu? Pertemanan tidak bisa di hitung dengan jumlah uang,” ucap Rosea. “Tapi yang aku tawarkan adalah bisnis pertemanan.” “Teman dan bisnis itu berbeda,” balas Rosea dengan cepat. “Bisnis yang sempurna dan menguntungkan terkadang muncul dari pertemanan.” “Sialan,” bisik Rosea memaki. Leonardo tersenyum miring, pria itu kembali menyesap kopinya, lalu berkata, “Aku mendengar makianmu Sea.” “Apa yang Ayah dan Sea bicarakan?” tanya Prince tidak mengerti. Sejak tadi Prince mendengarkan percakapan aneh di antara Leonardo dan Rosea, sayangnya Prince tidak mengerti. “Apakah Sea ada bisnis dengan Ayah?” tanya Prince lagi. Leonardo tersenyum lebar mengusap rambut Prince, “Bisa di bilang begitu, hanya saja Sea terlihat tidak begitu tertarik berbisnis dengan Ayah.” “Kenapa?” “Ayah juga tidak tahu,” jawab Leonardo terdengar mengeluh. Mulut mungil kemerahan Prince terbuka menjilat ujung jarinya yang menyisakan rasa manis dari gula. Mata Prince bergerak lembut menatap Rosea. “Ayahku sangat pekerja keras, Sea tidak perlu khawatir rugi, Ayah sudah lama bekerja dan pasti berpengalaman. Sea pasti tidak akan kecewa karena Ayah tidak akan meninggalkan pekerjaannya sebelum semua pekerjaannya selesai. Sea percaya kan kepadaku?” Kata Prince yang dengan polosnya membantu Leonardo untuk meyakinkan Rosea. ***
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN