Atlanta berdiri di depan cerminnya tengah mengeringkan rambut sambil menatap wajahnya sendiri yang terpantul di cermin, Atlanta menyisir rambutnya yang sudah kering itu dengan jari.
Malam ini dia harus mandi dua kali karena kehujanan membantu tetangganya.
Mengenai tetangganya, Atlanta kembali teringat sesuatu yang pernah terjadi beberapa tahun yang lalu, Atlanta pikir dia tidak akan pernah bertemu lagi dengan wanita itu, namun ternyata kedatangannya ke Indonesia mempertumukan dia dengan wanita itu, seseorang yang kini baru Atlanta ketahui namanya, yaitu Rosea.
Dalam satu gerakan Atlanta berbalik dan pergi tampak santai, pria itu terlihat muda dan bebas. Fisiknya yang dari ujung kaki hingga ujung kepala sempurna itu terlihat selalu mencolok dan menjadi daya tarik banyak orang, ketampanan Atlanta terkadang menjadi penilaian utama wanita saat mereka pertama kali bertemu.
Selain tampan, sejak kecil Atlanta memiliki kecerdasan di atas rata-rata karena hyperaktif, Atlanta pandai beradaptasi dan membangun komunikasi dengan lawan bicaranya, Atlanta yang memiliki jiwa selalu ingin tahu, akhirnya membangun karakter yang ambisius.
Karena kecerdasan dan sikapnya serius dan professional dalam pekerjaan, Atlanta memiliki karier yang bagus sebagai analist bisnis, tidak jarang dia pergi ke beberapa negara untuk memenuhi panggilan beberapa perusahaan.
Namun jangan salah, Tuhan tidak menciptakan manusia dalam keadaan yang benar-benar sempurna.
Meski fisik Atlanta sempurna, sayangnya sifatnya yang berada di angka minus.
Atlanta memiliki sisi yang liar tidak terkendali, salah satunya dalam masalah wanita.
Atlanta suka ke sana-kemari layaknya bola yang di kejar dan di perebutkan, Atlanta yang muda dan sukses membuat dia merasa bebas bisa melakukan apapun yang dia inginkan.
Atlanta sangat suka kebebasan, dia tidak suka terikat dengan hal-hal yang mengekang kesenangan hatinya.
Atlanta meletakan kembali hairdrayer, pria itu segera berbalik dan pergi keluar kamar.
Malam ini dia kembali memiliki tamu di rumahnya, namun tamu kali ini bukan tamu yang mengajaknya untuk bersenang-senang. Karena, tamunya malam ini adalah tetangganya sendiri.
Atlanta harus memastikan bahwa Rosea baik-baik saja karena terakhir kali dia meningalkan Rosea, keadaan wanita itu terlihat sedikit tidak baik-baik saja.
***
Atlanta menyempatkan diri mengambil sebuah obat karena teringat Rosea terluka.
Butuh melewati lebih dari lima ruangan untuk bisa sampai ke kamar tempat Rosea berada. Pintu kamar tamu yang terbuka membuat Atlanta bisa masuk tanpa mengetuk pintu.
“Sea” Panggil Atlanta seraya meletakan obat di sisi ranjang. “Kamu masih di dalam? Apa butuh bantuan?.”
Tidak berapa lama pintu kamar mandi sedikit terbuka, Rosea hanya menunjukan wajahnya yang kini pucat kedinginan. “Kamu ke mana saja?” tanya Rosea dengan bibir gemetar.
“Ada apa? Ada masalah? Ayo keluarlah.”
“Tidak bisa!” jawab Rosea setengah berteriak, tubuhnya yang kini berdiri di balik pintu masih telanjang bulat. Pupil mata Rosea melebar, “Kamu bilang kamu mau mengambilkan handuk. Kenapa lama sekali sih!”
“Hah?” Atlanta terlihat kaget, “Maaf, aku lupa.” Atlanta berlari pergi mendekati lemari dan membuka sebuah tas yang di isi beberapa jubah handuk dan handuk kecil.
Kepala Atlanta mendongkak melihat ke arah lemari yang masih terbuka. Ada banyak pasang dalaman dan gaun wanita yang belum pernah di pakai.
Atlanta sering menyiapkannya untuk teman-temannya yang dari luar negeri, saat mereka berpesta dan mabuk, mereka sering kali membutuhkan pakaian dadakan untuk di pakai.
Atlanta teringat bahwa pakaian Rosea basah semua, bisa di pastikan wanita itu membutuhkannya juga.
“Kamu mau pakai dalaman? Di sini ada banyak pakaian baru yang belum di pakai” tawar Atlanta dengan lantang dan terlihat datar.
Wajah Rosea langsung memerah.
“Kalau ada” jawab Rosea terbata. Dia tidak bisa hanya memakai handuk saja selama menunggu hujan berhenti dan lampu rumahnya menyala.
Atlanta berdeham, matanya yang sedikit keemasan itu mencuri-curi pandang pada Rosea yang masih menunjukan kepalanya saja di balik pintu. Atlanta sedang memikirkan berapa ukuran tubuh Rosea karena ukuran tubuh orang barat berbeda dengan orang asia.
“Kamu mau gaya apa? Ukurannya berapa?” tanya Atlanta terbata.
Wajah Rosea semakin memerah malu, wanita itu tertunduk dengan bibir menekan. Pipi Rosea terasa sangat panas karena kini mereka terlibat percakapan yang sangat canggung.
Merasakan kecanggungan yang kuat di antara mereka, akhirnya Atlanta memutuskan untuk mengambil jubah mandi dan handuk saja.
“Ehem.” Atlanta mendekat dengan telinga memerah, dia sendiri merasa malu karena bertanya seperti itu. “Pakai saja handuknya. Nanti kamu pilih sendiri. Aku akan menunggu kamu di luar.”
Atlanta memberikan handuknya.
“Terima kasih” Rosea mengambil handuknya segera dan menutup pintu hampir seperti bantingan.
Rosea benar-benar tidak tahan karena malu.
Melihat pintu kamar mandi yang kembali di tutup, Atlanta pergi mendekati jendela dan menutup semua gorden sebelum memutuskan pergi keluar dari kamar.
***
Rosea berdiri di depan lemari sambil berdecak pinggang melihat beberapa pasang jenis dalaman menggantung dengan rapi seperti di sebuah toko. Semua peralatan yang di perlukan wanita benar-benar lengkap berada dalam lemari itu, sampai ke pengaman seks-pun Rosea menemukannya.
Rosea sedikit berdecih, “Dia benar-benar playboy professional. Aku pikir pria seperti itu hanya ada di n****+ hayalanku saja, ternyata ada juga di dunia nyata.”
Kaki Rosea berjinjit melihat beberapa dalaman dan memeriksa ukurannya. “Astaga, kenapa besar-besar. Apa semua pria suka wanita berdada besar, pantas saja banyak wanita yang memakai silicon di p******a mereka.” Omel Rosea yang tidak kunjung menemukan dalaman seukuran dengannya.
Rosea segera memilihnya dan mengenakannya, kini dia tinggal memilih pakaian yang nyaman untuk di kenakan.
Bibir Rosea membulat membentuk hurup o. Rosea tecengang kaget karena semua pakaian yang tersedia sangat terbuka. “Astaga, apa Indonesia sepanas itu. Ini bukan lagi baju untuk pamer aurat, ini baju krisis bahan.”
Rosea tidak dapat menemukan satupun pakaian yang sedikit terutup, bahkan pakaian seksi Rosea tidak ada bandingannya dengan pakaian yang di koleksi Atlanta.
Rosea memutuskan memakai sebuah mini dress, di ambilnya lagi jubah mandi yang sempat dia jatuhkan ke lantai. Rosea memutuskan mengambilnya dan mengenakannya kembali agar semuanya tertutup dengan nyaman.
Setelah memperhatikan penampilannya, Rosea segera pergi keluar dari kamar dengan kaki yang sedikit terpincang-pincang.
Hujan di luar masih turun dengan sangat deras, bahkan petir tidak berhenti menyambar mendengingkan telinga.
Suasana sepi rumah Atlatanta menyambut Rosea yang keluar dari kamar. Pandangan Rosea mengedar terlihat kebingungan karena ini untuk pertama kalinya dia masuk ke dalam rumah Atlanta.
Dari lantai dua, Rosea dapat langsung melihat ke ruangan samping rumah bagian lantai satu.
Di sana, di pojok ruangan, ada taman kecil yang di tumbuhi tumbuhan hijau terawat dengan sangat baik, ada juga beberapa patung yang berdiri terlihat indah di antara tumbuhan, sementara di atasnya terdapat lampu gantung sebesar mobil milik Rosea.
Lampu itu menyinari tengah ruangan lantai tiga sampai lantai satu.
Rosea langsung melihat keberadaan Atlanta yang duduk di kursi empuknya tengah meminum segelas kopi sambil menatap keluar jendela dengan tirai tipis yang tertutup.
Menyadari keberadaan Rosea, kepala Atlanta bergerak ke sisi, pria langsung tersenyum. Tangannya terangkat memberi isyarat kepada Rosea agar bergabung dengannya.
Rosea menelan salivanya dengan perlahan, dengan sedikit terpincang-pincang dia melangkah menuruni tangga dan mendekati Atlanta.
Diam-diam Atlanta melihat Rosea yang masih mengenakan jubah mandinya, namun di ujung jubah itu ada renda kecil gaun yang terlihat di setiap langkah Rosea yang kini mendekat ke arahnya.
“Duduklah,” Atlanta mempersilahkan.
Rosea segera duduk di sisi Atlanta.
“Kamu suka kopi?” Atlanta memberikan segelas kopi yang sudah dia sediakan untuk Rosea.
“Terima kasih. Aku meminumnya setiap siang,” Rosea menerimanya dan kembali duduk dengan benar, punggungnya terasa sangat nyaman merasakan betapa lembut dan empuknya kursi yang kini dia duduki.
Atlanta melihat Rosea lagi di balik gelas kopi yang dia minum, perhatiannya tertuju pada lutut Rosea yang terluka.
“Kemarilah,” Atlanta menepuk sisi kursinya yang kosong, mengisyaratkan Rosea untuk mendekat.
“Ada apa?”
“Kamu harus di obati.”
“Aku bisa melakukannya sendiri.”
Atlanta membungkuk, mengambil sebuah kotak obat di bawah meja. Atlanta langsung bergeser mengikis jarak di antara mereka dan segera memberikan kotak obat itu kepada Rosea agar Rosea mengobatinya sendiri. Lagi pula, tidak ada gunanya dia bersikap perhatian kepada Rosea karena wanita iu tidak membutuhkannya.
Rosea mengambilnya dengan canggung, dia segera mengobati luka di kakinya seorang diri. Sesekali Rosea melihat Atlanta yang duduk begitu dekat dengannya dan hanya diam memperhatikan.
“Kenapa melihatku terus?” Tanya Rosea sambil memasang plester di lututnya.
“Di ruangan ini hanya, kamu pemandangan yang paling menarik untuk di lihat.”
Rosea langsung berdecih, kata-kata manis Atlanta sama sekali tidak berpengaruh untuknya.
Atlanta mengulum senyumannya, dia merasa terhidur dengan reaksi Rosea yang galak. Bola mata Atlanta bergerak lembut, menyusuri setiap jengkal tubuh Rosea, pandangan Atlanta kembali terjatuh pada ujung renda gaun yang Rosea kenakan di balik jubah mandinya.
Atlanta penasaran, gaun apa yang Rosea gunakan hingga wanita itu merasa malu dan melapisinya dengan jubah mandi.
“Menemukan baju yang cocok?” Atlanta membangun percakapan.
“Ya, aku menemukannya,” jawab Rosea dengan wajah memerah malu. Semua pakaian yang tersedia memiliki ukuran yang cukup besar dan terlalu seksi, karena itu Rosea memakai baju beberapa lapis.
“Aku sudah menelpon keamanan kompleks, mereka bilang beberapa perumahan lain tidak memberi izin untuk memadamkan listrik malam ini. Akan bahaya jika memperbaiki listriknya sakarang. Kemungkinan besok baru bisa di perbaiki. Namun jika nanti malam hujannya sudah reda, mereka akan segera datang.”
Rosea meminum kopinya lagi yang masih panas itu perlahan. Dia harus tenang, jika perbaikannya masih lama, dia akan menginap di rumah Karina atau hotel terdekat, untuk malam ini saja dia merepotkan tetangganya.
“Tidak apa-apa, aku sudah sangat berterima kasih kamu mau menampungku malam ini,” jawab Rosea terdengar pasrah.
Atlanta tersenyum, “Tidak masalah. Sesama tetangga memang sepeti itu.”
Suara petir menyambar terdengar lagi dengan keras membuat Rosea terkejut dan membuat kopi di tangannya sedikit tumpah.
“Kamu takut petir?” tanya Atlanta yang menyadari jika kini Rosea ketakutan.
“Aku kaget, bukan takut” jawab Rosea seraya mengusap tangannya yang panas terkena tumpahan air kopi.
“Tapi tadi aku lihat kamu menangis tuh.”
Rosea langsung cemberut mendengarnya.
Atlanta langsung beranjak dari duduknya dan mengambil beberapa lembar tishu dari meja, Atlanta duduk semakin dekat samping Rosea dan mengusap tangan wanita itu dengan tishu.
“Terima kasih,” Rosea melepaskan diri dari tangan Atlanta yang mengusap punggung tangannya yang tersiram kopi. Wanita itu membuang mukanya sambil menyeruput kopinya, Rosea tidak begitu tenang karena Atlanta duduk terlalu dekat dengannya.
Posisi mereka yang duduk terlalu dekat mengganggu konsentrasi Rosea, apalagi Atlanta suka mengobral senyuman menawannya. Rosea takut khilaf dan terpengaruh dalam godaan spesies pria playboy seperti Atlanta.
Rosea kembali memalingkan wajahnya dan menatap Atlanta yang tersenyum simpul, matanya yang ikut mengerut terlihat seperti bulan sabit, terlihat indah berkilauan .
Rosea menelam salivanya dan sedikit menggeleng menyadarkan pikirannya. “Tolong bergeser, aku tidak nyaman,” pinta Rosea.
Atlanta bergeser sedikit menjauh, menyisakan jarak yang hanya sejengkal dengan Rosea, namun tangannya jatuh ke belakang kursi dan sedikit menyentuh bahu Rosea.
“Padahal aku tidak berbuat senonoh sama kamu. Kenapa tidak nyaman?” tanya Atlanta berpura-pura polos.
“Kamu terlihat suka menggoda dan tebar pesona”, jawab Rosea dengan spontan, bukan tanpa alasan Rosea berkata seperti itu. Rosea sudah melihat isi kamar tamu yang telah dia masuki beberapa saat yang lalu.
Tidak hanya puluhan set celana dalam dan pakaian seksi yang ada di dalam lemari, Rosea juga melihat banyak deretan merk pengaman yang tersusun rapi.
“Aku kan tidak menggoda kamu” jawab Atlanta dengan tenang. “Lagi pula, aku juga pilih-pilih kalau mau menggoda wanita.”
Rosea sedikit tersenyum masam mendengarnya, wanita itu langsung bersedekap dan berkata, “Jadi, maksud kamu aku tidak cantik jadi tidak perlu di goda?”
“Aku memang memang menggoda wanita cantik. Karena kamu terlalu cantik, jadi aku tidak bisa goda kamu,” jawab Atlanta.
Rosea mendengus geli, wanita itu tidak habis pikir sampai bertanya-tanya, dari mana asalnya keahlian berbicara manis Atlanta itu? Apa pria itu seperti Cassanova yang sangat sadar dengan ketampanan dan kecerdasannya, lalu memanfaatkan kedua kelebihan itu untuk menjerat hati wanita.
Rosea kembali meminum kopinya, wanita itu segera berkata, “Kamu sangat pandai berbicara.”
“Aku serius Sea, kamu bukan sosok wanita yang perlu aku goda, tapi wanita yang perlu aku ajak serius.”
“Uhuk” Rosea terbatuk karena kaget, wajah Rosea memerah padam. “Ucapan kamu barusan bagian dari menggoda!” katanya dengan nada suara yang lebih tinggi.
Atlanta hanya memasang tampang polos tanpa dosa dan berpura-pura tidak mengerti dengan kemarahan Rosea. Sangat menyenangkan melihat Rosea marah, itu mengingatkan Atlanta pada saat kejadian malam itu.
To Be Continued..