BAB 16: Menemui Leonardo

2183 Kata
Cuaca siang hari itu terlihat cerah, Rosea sedang berada dalam tokonya tengah berbicara dengan Helvin dan karyawan lainnya. Mereka mendiskusikan beberapa pesanan perhiasan yang harus segera di kerjakan. Dua jam Rosea duduk dan berdiskusi akhirnya kini dia selesai, Rosea memutuskan turun ke bawah memeriksa toko dan berbicara dengan Helvin. Helvin adalah seseorang yang Rosea percaya, pria paruh baya itu adalah mantan seorang pengrajin perhiasan dari sebuah brand besar di Italia, karena sebuah kecelakaan yang di alaminya dan membuat satu tangannya di amputasi, Helvin akhirnya memutuskan pulang. Kini Helvin bekerja bersama Rosea dan di tugaskan menjadi kepala pengrajin. “Kamu mau ke mana lagi sekarang? Duduklah sejenak jangan terburu-buru, ada banyak pengunjung yang menanyakan kamu dan ingin bicara sama kamu secara,” ucap Rosea. “Aku mau meeting dan bertemu Karina,” jawab Rosea dengan senyuman lebar. “Sayang sekali.” “Bagaimana kabar Rivan? Kenapa sudah satu minggu lebih ini, dia tidak lagi menelpon aku?” Helvin menghela napasnya dengan berat, pria itu tertunduk menatap lantai, “Dia baik-baik saja, jangan terlalu memanjakan anak nakal itu. Aku benar-benar sangat malu sama kamu karena dia terus merepotkan kamu.” “Paman bagaimana sih? Rivan kan sudah aku anggap seperti adikku sendiri. Jangan memarahi dia terus, dia kan masih remaja. Kalau Paman terus galak sama dia, aku kan jadi ragu dia anak kandung Paman.” Helvin menahan tawanya mendengar protesan Rosea. “Sekarang kamu kirim keperluan pokok kuliahnya saja Sea, tidak perlu memberi uang jajan juga karena Rivan sudah bekerja paruh waktu untuk mengajarkan desain grafis.” Rosea bersedekap seketika dan mencebikan bibirnya, “Itu kan uangku Paman, aku sayang sama Rivan, kok Paman larang?” Sekali lagi Helvin tertawa seketika, tidak berapa lama tawa itu berhenti dan berakhir dengan tatapan yang serius. “Sea, kalau kamu terlalu baik, paman menjadi semakin malu. Kamu sudah membiayai kuliah Rivan dan anak-anak di panti, kamu jangan melakukan kebaikan lain kepada kami hingga membebani kehidupan kamu.” Rosea tersenyum menekan menahan ucapannya, dia tidak bisa berbicara apapun untuk menanggapi permintaan Helvin. Rosea berbuat baik karena dia mau dan suka, bukan karena alasan lain. “Baiklah,” Rosea menyudahi pembicaraan mereka, dalam satu gerakan Rosea membalikan badannya dan hendak pergi. “Kamu mau ke mana?” “Mengambil tas dan document.” “Biar paman yang mengambilkan, kamu tunggu saja di luar.” Rosea mengangguk dan cepat-cepat pergi keluar tokonya hendak mengeluarkan mobilnya dari garasi. Langkah Rosea terhenti begitu saja ketika tidak sengaja bertemu wanita paruh baya tengah berdiri di depan jendela tokonya, wanita itu melihat-lihat ke dalam toko namun tidak memiliki keberanian untuk masuk. Wanita paruh baya itu mengenakan pakaian sederhana memegang sebuah payung panjang yang menjadi tongkatnya. “Ada yang bisa saya bantu?” Sapa Rosea dengan senyuman lebarmenyambutnya. Wanita itu tersenyum sungkan dan menggeleng. “Kalau Anda mau lihat-lihat masuk saja, mau tanya dulu saja juga bisa. Jangan sungkan,” ucap Rosea dengan ramah tidak menilai orang yang berdiri di hadapannya melalui penampilannya saja. “Terima kasih,” ucap wanita paruh baya itu masih dengan kesungkanan yang sama. Rosea mengangguk kecil dan pergi. “Rosea.” Langkah Rosea kembali terhenti, sejenak dia membeku kaget karena wanita asing itu memanggil namanya. Perlahan Rosea menengok dan berusaha membentuk senyuman ramahnya lagi. Wanita itu menatap serius Rosea, tatapannya menyimpan banyak rahasia yang mungkin tidak akan pernah terbuka. “Ya?” tanya Rosea nyaris tidak terdengar. “Berhati-hatilah, kamu bisa di penjara dua pria sekaligus, mereka tergila-gila dengan kamu.” Rosea terdiam dengan kening mengerut, wanita itu terdiam mencerna kata-kata wanita asing itu yang sama sekali tidak Rosea mengerti apa maksdnya. Belum sempat Rosea bertanya, wanita asing itu segera pergi menggalkan tokonya. Bulu kuduk Rosea mendadak berdiri, Rosea mengusap tengkuknya berdigik ngeri merasakan sesuatu yang aneh tidak seperti biasanya. *** Rosea berdiri di depan cermin dan melihat penampilannya dari atas sampai bawah, sore ini dia mengenakan dress v-neck lengan pendek dengan rok setinggi lutut, Rosea memadukannya dengan sepatu sneakers yang nyaman di pakai. Sore ini Rosea akan menemani Karina yang harus bertemu dengan calon pria yang akan di jodohkan dengannya. Biasanya mereka akan langsung pergi clubbing dan berpesta setiap kali selesai bertemu calon yang akan di jodohkan dengan Karina. Karena itulah Rosea sudah bersiap-siap. Rosea mengambil tas selempangnya dan segera pergi keluar rumah. Sekilas Rosea melihat ke arah jalan, listrik rumahnya sudah di perbaiki, Rosea tidak perlu lagi merasa khawatir apalagi menginap di tempat lain. Begitu Rosea melangkah melewati teras, Karina baru datang mengendarai Ferarri Roma miliknya. Karina keluar dari mobilnya dan melangkah lebar. Wanita itu mengenakan gaun yang lebih terbuka terlihat sangat luar biasa dengan proporsi tubuhnya sebagai model. “Ada apa dengan rumah kamu?” Karina menunjuk gerbang rumah Rosea yang rusak. “Kecelakaan kecil,” jawab Rosea seraya membuka tangannya, mereka saling berpelukan sejenak dan tersenyum lebar. “Beruntung listriknya sudah di perbaiki.” “Kamu bisa pakai apartementku jika butuh.” “Tidak usah. Aku baik-baik saja” jawab Rosea sambil meneliti penampilan Karina. “Kamu fantastis banget,” puji Rosea melihat penampilan Karina yang sangat menawan dan cantik. “Tentu saja, aku harus cantik agar pria yang bertemu denganku tahu perbedaan kita,” bisik Karina dengan nada nakalnya. “Sial, kamu juga cantik banget. Ayo, kita harus berpesta setelah ini.” Tanpa sadar Rosea dan Karina tertawa, mereka segera memasuki mobil dan pergi. Sepanjang perjalanan mereka bernyanyi mendengarkan musik dan berbincang membicarakan apa yang sudah terjadi pada Karina hingga harus di jodohkan entah yang ke berapa kalinya. Tidak berapa lama mereka sampai pada sebuah cafe, kedua wanita itu segera pergi masuk dan berbisik membicarakan apa yang harus mereka lakukan sekarang. “Mana calon kamu?” Bisik Rosea seraya mengedarkan pandangannya. “Aku juga belum tahu.” “Kenapa bisa? Memangnya kamu belum melihat photonya?” “Ayahku bilang ini kejutan.” “Meja nomer berapa?” “Lima dua.” Pandangan Rosea mengedar, matanya memicing melihat satu persatu meja hingga akhirnya wanita itu diam terpaku melihat meja nomer lima dua yang kini sudah di isi oleh seorang pria yang tengah duduk dengan anggun. Rosea mengatupkan bibirnya dengan kuat, dia tidak bisa berkata-kata karena kali ini pria yang di jodohkan dengan Karina terlihat luar biasa. “Bagaimana?” bisik Rosea bertanya. Dengan cengiran malunya Karina menjawab, “Sepertinya aku akan menemuinya. Kalau aku masih duduk sama dia lebih dari sepuluh menit, kamu pulang saja bawa mobilku.” “Nanti kalau aku nabrak bagaimana?” “Tenanglah, terbakarpun aku tidak akan marah. Hari ini pokoknya aku lagi senang banget,” jawab Karina begitu enteng. Rosea tercekikik geli, sudah dia duga jika pria yang kali di jodohkan dengan Karina, secara fisik sangat tipe Karina sekali. “Bagaimana dengan pesta kita?” tanya Rosea lagi. “Sea sayang, menghabiskan waktu dengan pria tampan juga bagian dari pesta.” Karina berbisik dengan seius, wanita itu segera menegakan tubuhnya dan merapikan rambutnya dengan jari “Make up aku masih baguskan?” “Kamu kan bidadari. Makeup tidak akan pergi sebelum kamu usir.” “Nyebelin,” rajuk Karina sedikit mengerucutkan bibirnya. “Baiklah, cepat pergi,” usir Rosea dengan sedikit cemberutannya. Dengan senang hati Karina melangkah pergi meninggalkan Rosea yang kini hanya berdiri di dekat meja kasir memperhatikan kepergian Karina. Karina berjalan dengan percaya diri melewati beberapa meja. Langkah Karina terhenti di depan meja nomer lima dua, wanita itu bernapas dengan tenang menatap pria yang memakai kemeja putih dan meletakan satu tangannya di meja tengah memegang cangkir kopi. Pria itu mengangkat kepalanya dan menatap Karina dengan bola matanya yang berwarna cokelat, wajahnya yang tampan terlihat bercahaya dan masih muda, pria itu tersenyum dengan tampan membuat Karina yang hendak menatap tajam dirinya langsung tertunduk dengan wajah memerah. “Anda Aaron Adhulpus?” tanya Karina yang kini mendadak gagu. “Ya, saya Aaron Adhulpus,” jawab Pria itu dengan nada suara yang khas. Aaron segera berdiri dan mengulurukan tangannya mengajak bersalaman dengan Karina. Karina menerima uluran tangan Aaron dan menggenggam tangannya dengan kuat merasakan kekuatan positif khas orang Jerman yang tidak mudah menyerah, disiplin dan menghargai waktu. “Saya Karina Fernandez. Maaf datang terlambat” kata Karina dengan gugup. “Saya yang datang terlalu cepat, Anda tidak terlambat.” Bibir mungil Karina sedikit terbuka karena terpesona dengan sikap gantleman Aaron. “Silahkan duduk” kata Aaron seraya menarikan kursi untuk Karina. Wajah Karina semakin memerah, hatinya langsung meleleh terbuai dengan dengan cepat karena terpesona. Karina segera duduk dan berterima kasih. Tanpa sadar sebuah percakapan ringan di antara Karina dan Aaron langsung mengalir begitu saja terjadi hingga Karina tidak sadar bahwa dia duduk lebih dari sepuluh menit lamanya. Rosea yang sejak tadi menunggu akhirnya memutuskan pergi dari café itu, dia masih memiliki pertemuan lain, yaitu menemui Leonardo untuk membicarakan kerja sama. *** Kepala Rosea terangkat melihat pintu lift yang terbuka di depannya, suasana kantor Leonardo yang sudah tutup menjadi terasa sepi menyisakan beberapa karyawan yang kini menghabiskan sisa waktu mereka mengobrol bersama di beberapa sudut ruangan. Langit sudah berjalan menuju malam. Kedatangan Rosea di sambut oleh dua orang sekretaris wanita yang masih membereskan tumpukan berkas di balik meja mereka. “Selamat sore” sapa salah satu sekretaris yang kini tersenyum dan berdiri menyambut Rosea. “Ada yang bisa saya bantu?.” “Saya Rosea, saya memiliki janji untuk bertemu Pak Leonardo.” “Silahkan masuk. Pak Leonardo sudah menunggu Anda dari tadi.” “Terima kasih” Rosea tersenyum kaku dan segera pergi menuju ruangan Leonardo berada, rupanya dia datang terlambat. Rosea mengetuk pintu ruangan Leonardo beberapa kali, menunggu di izinkan masuk. “Masuk.” Rosea segera membuka pintu, dalam dua langkah Rosea masuk ke dalam ruangan itu dan membiarkan pintunya tertutup. Wanita itu berdiri di tempatnya melihat Leonardo yang kini berdiri di sisi jendela. “Selamat malam,” sapa Rosea dengan canggung, lebih tepatnya dia malu karena datang terlambat. Leonardo menengok dan kakinya bergerak memutar tubuhnya, alih-alih menjawab sapaan Rosea, Leonardo terpaku melihat penampilan Rosea dari atas sampai bawah. Malam ini wanita itu berpenampilan berbeda lagi, terlihat menarik dan anggun penuh aura. Leonardo segera menyadarkan pikirannya lagi, dan bersikap sernormal mungkin. “Selamat malam. Silahkan duduk,” sambut Leonardo dengan tenang. “Terima kasih. Maaf, aku terlambat.” “Tidak apa-apa.” Sekali lagi, Leonardo kembali di buat diam saat melihat Rosea yang kini duduk di hadapannya, pria itu kesulitan mengalihkan perhatiannya melihat sosok wanita itu. Leonardo sampai bertanya-tanya, mengapa Rosea selalu berhasil menarik perhatiannya padahal wanita itu tidak melakukan apapun kepadanya? Leonardo berdeham mengembalikan fokusnya lagi, dia segera mengambil dokumen di bawah meja dan memberikannya kepada Rosea. “Kamu tanda tangani jika setuju. Baca dengan teliti.” Rosea mengangguk mengerti, dia mulai membaca semua document yang di berikan Leonardo sambil mempelajari hal yang harus dia lakukan mengenai tugasnya jika nanti menjadi teman bayaran Prince. Selama Rosea membaca, Leonardo hanya diam memegang penanya memperhatikan setiap gerak tubuh Rosea yang sama sekali tidak mengangkat wajahnya dan mengalihkan perhatiannya dari document di tangannya. Kepala Rosea terangkat setelah lebih dari dua menit lamanya dia membaca beberapa poin aturan kerja. “Aku boleh protes kan?” tanya Rosea dengan serius. Leonardo mengangguk tanpa suara. “Kamu serius memintaku untuk menjadi teman bayarannya Prince?” tanya Rosea. “Benar.” Rosea langsung merenggut kesal, “Apa kamu memiliki teman dalam kehidupan dunia nyata kamu?.” Leonardo mengerut bingung, “Apa sebenarnya masalahnya?” “Kamu meminta aku jadi teman bayaran Prince. Kamu tahu arti makna teman yang sebenarnya tidak? Isi document yang kamu buat sama sekali tidak menunjukan tugas seorang teman. Apa yang ada di dalam document ini, tidak ada bedanya dengan meminta aku menjadi pengasuh Prince” omel Rosea dengan rentetan protesannya yang merasa tidak terima. Leonardo menggeleng, pria itu sama sekali tidak mengerti mengapa Rosea marah kepadanya. “Mau kamu sebenarnya apa? Aku jadi teman Prince atau menjadi pengasuhnya?” Rosea mempertegas pertanyaannya. Leonardo terdiam untuk sesaat, pria itu memikirkan kata yang pantas harus dia ucapkan kepada Rosea agar tidak salah. “Sudah aku katakan sejak awal, Prince membutuhkan teman. Namun aku juga ingin kamu membimbing dia dalam berinterasi dengan orang yang baru di kenalnya, aku ingin kamu mendorong rasa percaya dirinya.” “Bagaimana aku mengajarkan Prince berinteraksi jika kamu melarang aku membawa dia pergi keluar?” Rosea menunjuk document yang sudah di bacanya. Rosea tidak suka dengan peraturan yang tidak masuk akal dan membuat Prince seperti seekor burung cantik yang di kurung dalam sangkar emas. Burung itu bisa terbang, namun jika terlalu di kekang dalam sangkar, suatu saat nanti ketika dia di lepaskan, dia tidak akan pernah bisa terbang jauh dengan kuat seperti burung lainnya. Leo mengerjap kaget menyadari kesalahannya sendiri, “Katakanlah yang membuatmu tidak setuju Sea,” ucap Leonardo terdengar pelan dan terlihat malu. “Aku tidak setuju dengan aturan Prince yang sepanjang harinya hanya belajar, terus berada di rumah dan di disiplinkan seperti seorang tentara. Prince butuh kebebasan.” “Lanjutkan.” “Kamu tidak menghargai haknya sebagai manusia. Hak Prince sama seperti aku dan kamu meski usianya masih muda, yang membedakan dia adalah, dia butuh bimbingan, sementara kita adalah orang yang harus membimbingnya. Bukan mengaturnya.” Leonardo terdiam mencerna ucapan Rosea, spontan pria itu berkata, “Kamu bicara seperti orang tua yang mendiskusikan pola mengasuh anak.” To Be Continued..
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN