Miracle Met You 2

1281 Kata
DUAR!! BRUAK!! DAR!! BRUK!! "SIAPA PUN YANG ADA DI DALEM BUKA PINTUNYA, s****n!" Orang itu terus menggedor-gedor pintu dengan brutal, tidak peduli jika nanti pintu tersebut rusak karena ulahnya. Cklek! Pria yang menggedor-gedor pintu dengan brutal tadipun segera masuk dan mendorong pintu itu dengan kasar. Badan seorang cowok yang tak lain adalah orang yang membuka pintu tadi terhuyung ke belakang kala sang abang mendorong pintu dengan kasar. Cowok itu meneliti penampilan sang abang yang jauh dari kata baik-baik saja. Keadaan abangnya terlihat sangat berantakan, mata merah dan sayu ditambah dengan bau alkohol yang sangat menyengat melekat pada tubuh abangnya. Cowok itu bernama Elden, dan ia mendesah berat saat melihat keadaan abangnya saat ini. Setiap hari abangnya itu pulang pagi dalam keadaan mabuk, dan itu terus terulang kembali sampai hari ini. Azka namanya, abang Elden yang tengah duduk di bangku SMA kelas 12 yang salah satu berandalan di sekolahnya dan Elden. Jarak usia antara Elden dan Azka hanya terpaut satu tahun. Setiap hari yang dilakukan Azka hanyalah merokok, pergi ke club bersama anggota geng motornya dan pulang dengan kondisi yang tidak baik-baik saja, alias mabuk. "Minggir lo!" cetus Azka, mengibaskan tangannya di udara mengusir Elden. Elden pun menggeser badannya sedikit dari pintu agar abangnya itu bisa masuk. Elden kini tidak tau lagi harus bagaimana menasihati abangnya itu, ia hanya pasrah dan menunggu orangtuanya yang bertindak kepada abangnya itu. Elden kini sudah bersiap-siap untuk berangkat ke sekolah, ia berjalan menuju kamar Azka dan membuka pintu kamar abangnya itu. Elden menghela nafas, ternyata Azka masih tertidur lelap di tempat tidurnya mengingat Azka tadi pulang jam 5 subuh. "Bang, lo nggak sekolah?" Elden sedikit mengguncangkan badan Azka. Tidak ada sahutan, Elden menghela napas kemudian memilih berjalan keluar dan tak lupa menutup pintu itu dan memilih untuk berangkat ke sekolah duluan. Elden mengendarai motornya dengan kecepatan di atas rata-rata, karena jarak rumahnya terbilang jauh dari sekolahnya. Elden harus berangkat cepat jika tidak ingin terlambat masuk sekolah, apalagi mengingat hari ini adalah hari senin di mana upacara bendera akan berlangsung. Beberapa menit kemudian Elden telah sampai di sekolah dan memarkirkan motornya di parkiran sekolah. Cowok bertubuh tinggi itu membuka helmnya, tiba-tiba angin sepoi-sepoi menyentuh kulit tubuhnya membuat Elden tertegun sejenak. Seperti ada seseorang yang baru saja melewati dirinya tapi berbentuk angin lalu, Elden tersentak saat mencium sesuatu. Elden mencium aroma bunga lavender yang begitu menyengat di indra penciumannya, aroma itu sangatlah asing. Elden mengendus, berusaha mencari dari mana asalnya bau lavender itu, namun lama-kelamaan bau itu kian menghilang. "Woi!" Elden terkejut kala seseorang menepuk bahunya. "Lo ngapain ngedus-ngendus, udah kayak serigala aja lo," cetus Vino, sahabat Elden. "Lo ada nyium bau bunga lavender gitu nggak sih?" tanya Elden, dahi cowok itu terlipat. Terlihat bingung. Vino mengernyit lalu tertawa. "Ini parkiran bro, nggak mungkin ada ada bau bunga lavender di sini yang ada malah bau asap dari motor lo," sahut Vino sambil menggeleng-gelengkan kepalanya. Elden terdiam, sudah lama sejak para arwah mengikuti dirinya. Tapi ini, ia seperti merasa ada satu arwah yang mengunjungi dirinya, jujur Elden sangat tidak menyukai hal itu. Bukan karena Elden takut, tapi ia hanya tidak ingin memiliki satupun urusan yang bersangkutan dengan mereka. ¡¡¡ Upacara bendera tengah berlangsung, sudah lebih dari setengah jam siswa-siswi berdiri di lapangan sambil mendengar amanat membosankan yang diujarkan oleh kepala sekolah ditambah dengan teriknya matahari yang menyengat kulit mereka. Sebagian siswa-siswi mengumpati kepala sekolah mereka yang tidak henti-hentinya menyelesaikan amanat nya sejak tadi. Begitu pula dengan Elden, cowok itu juga sudah lelah berdiri selama empat puluh menit bulir-bulir keringat juga sudah jatuh menghiasi wajahnya yang tampan. Elden terpaku saat indra penciumannya kembali menangkap bau bunga lavender yang sangat menenangkan, tapi Elden juga merasakan ada kesedihan di aroma itu. Membuat Elden tertegun mencium aroma itu. Elden berpikir bahwa ada satu makhluk yang tak kasat mata sedang menghampirinya, tapi ia menepis pikiran itu. Tapi sebuah suara tiba-tiba menyapa, membuatnya kaget bukan main. "Hei!" Alden melirik Siska yang berdiri di samping kirinya. "Lo manggil gue?" tanyanya dengan alis yang terangkat. Siska menggeleng. "Nggak!" ketusnya. Etdah, ngegas mbaknya. –batin Elden. Elden kemudian melirik Vino yang berbaris di belakangnya. "Vin, lo tadi ada manggil gue?" "Nggak, lo nggak liat dari tadi gue diem aja sambil ngumpatin itu emak-emak yang lagi ngoceh di depan," jawab Vino, raut wajah Vino terlihat sangat kesal sekarang. "Lah ogeb, itu nggak diem namanya!" umpat Elden yang ikutan kesal. "Lagi pula siapa sih yang manggil lo sih? Pede banget lo!" cetus Vino yang membuat Elden kesal setengah mati ingin mensleding kepala Vino saat ini juga, tapi sekuat mungkin ia tahan. "Udah ah, nggak usaha bicara lagi!" Vino mendengus mendengar itu. Dasar nggak jelas. –batin Vino keki sendiri. "Aku tau kamu bisa mendengarku." Suara itu kembali datang membuat bulu kuduk Elden meremang. Jujur, Elden merinding sekarang. Elden mendesah, tadi ia menganggap suara itu hanyalah halusinasinya saja. Tapi sepertinya tidak, hidungnya kembali mendapat bau bunga lavender yang tercium sangat menyengat di hidungnya. "Kenapa diam?" tanya suara asing itu lagi. Elden masih berlagak cuek, tidak peduli. "Baiklah, aku akan menemuimu lagi nanti, dadah!" Mata Elden melotot mendengar itu, tapi ia tetap diam. Memilih acuh, walaupun kepalanya ingin meledak menebak siapa yang menghampirinya. Ia ingat sekali ia tidak memiliki urusan apapun dengan mereka. Perlahan aroma bunga lavender itu menghilang seiring hembusan nafas pelan Elden. Sepuluh menit kemudian akhirnya upacara selesai dan siswa-siswi pun di bubarkan untuk segera masuk ke kelas masing-masing. "Astagfirullah El! Gue lupa, hari ini kan ada pe-er!" seru Vino, cowok itu menepuk dahinya kuat. Elden tertawa mengejek Vino. "Mampus lo!" "Lihat punya lo ya, ya?" Vino meminta sambil menunjukkan puppy eyes-nya yang membuat Elden ingin muntah di detik itu juga. Elden menggeleng tegas. "Enggak!" "Yee, pelit lu!" "Suka suka gue lah!" Elden dengan anteng duduk di kursi tidak mempedulikan wajah Vino yang kian memucat karena panik, pelajaran akan dimulai dan ia tidak mau dihukum guru killer karena tidak mengerjakan tugas. Tak tega melihat wajah Vino yang memucat seperti itu, Elden pun mengeluarkan buku tugasnya dan memberikannya pada Vino. "Salin cepet!" titahnya. Wajah Vino yang semula pucat langsung bersinar dan menyambar buku tugas Elden dengan cepat. Vino pun menyalin tugas Elden secepat kilat, tidak peduli jika tulisannya berantakan. Sekitar sepuluh menit, akhirnya guru masuk kelas XI IPA 3 yang merupakan kelas Elden. "Pagi anak-anak," sapa Bu Nur. "Pagi, Buu," balas semua murid kelas XI IPA 3 serempak. "Hari ini ada tugas kan? Keluarkan buku tugas kalian! Yang tidak buat silakan keluar dan hormat bendera sampai jam pelajaran saya selesai!" Bu Nur memanglah salah satu guru killer di SMA ini, dan jangan heran bila beliau sangat galak dan sensitive pada setiap siswa yang mencoba mencari gara-gara padanya. Siswa yang tidak mengerjakan tugas pun dengan patuh keluar dan melakukan hukuman yang di perintahkan Bu Nur tadi. "Vino, silakan maju ke depan dan jawab nomor satu," titah Bu Nur. Vino mengangguk dan mengambil bukunya. "Baik, Bu." Vino dengan santai mengerjakan soal nomor satu di depan. "Hai-hai mulu dah! Siapa sih lu? Ganggu tau nggak?!" seru Elden tiba-tiba dengan suara yang cukup keras. Wajah cowok itu memerah, ia tidak suka saat ada suara yang menyentaknya dan menyapanya dengan kata Hai terus. Dan itu membuat Elden kesal setengah mati! Ayolah, dia tahu wajahnya tampan tapi jangan mengganggunya juga kenapa?! Elden ingin belajar dengan tenang saat ini. Elden tau itu adalah seorang arwah atau hantu, sejak tadi ia mencoba untuk tidak peduli tapi sepertinya arwah ini sangat ingin mengganggunya. "Siapa itu tadi?" tanya Bu Nur dengan wajah garangnya, meneliti satu persatu wajah muridnya. Bahkan Vino yang sedang menulis di papan tulis pun gerak tangannya jadi terhenti saat mendengar suara sahabatnya yang sangat keras. "Tidak ada yang mau mengaku?" Mata Bu Nur berkilat garang dan tajam. "Elden, Bu," lapor Brian, ketua kelas. "ELDEN ARCHILLES! KELUAR DARI KELAS SAYA SEKARANG!" seru Bu Nur dengan suara yang menggelegar di seluruh sudut ruangan kelas. Elden mendesah. "Gara-gara tuh arwah gue jadi keluar kelas kan!" gerutu Elden pelan dan untungnya hanya ia sendiri yang bisa mendengar itu. Kalau sampai Bu Nur mendengar itu, bisa-bisa hukumannya jadi bertambah. Elden pun keluar dari kelas. Elden mendengus kuat saat merasakan aroma lavender milik hantu tadi perlahan mengikutinya dari belakang. ***
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN