Diharuskan Hamil

2763 Kata
Saat mendengar sebuah tembakan menggema di lantai paling atas kediaman Jason Herbert, Alice langsung menjerit ketakutan sambil menutup telinga dan matanya. Tubuh Alice bergemetar hebat, seketika lumpuh ke bawah. Dia hanya berniat menjelajah kediaman barunya itu, tidak disangka akan berakhir menonton pertunjukkan paling menjijikan yang pernah dia saksikan seumur hidup. Kalau tahu begini, Alice tidak akan ikut Jason pulang, persetann dengan omelan daddynya yang menggema. Ah, kehidupan Alice sekarang jadi serba rumit. Tuan Dominic menyuruhnya menjadi istri yang baik, sementara Alice bingung harus bersikap seperti apa setelah melihat kelakuan ibliss suaminya. Alice tahu ayah serta pamannya juga senang bermain-main, bahkan sudah terbiasa baginya melihat pertunjukan s*****a tajam dan turun langsung untuk latihan menembak di halaman, tapi tidak dengan melenyapkan seseorang secara hidup-hidup padahal orang itu sudah memohon ampunan. Ini namanya bukan hobi, melainkan pembunuh berdarah dingin. Sudah Alice duga sebelumnya jika Jason benar-benar tidak memiliki hati. Sebelum menembak tadi dia bahkan tertawa jahat meremehkan penjelasan orang yang sudah terkulai lemah dalam keadaan babak belur, seolah yang sedang Jason hadapi adalah permainan yang sangat menyenangkan. Apa seperti itu caranya menyelesaikan masalah bagi seorang Jason? Siapa sebenarnya suaminya ini, kenapa dia dan keluarganya begitu misterius dan penuh ketegangan. Saat Alice berkunjung ke kediaman mertuanya pun, rumah itu terlihat tidak kalah menyeramkan dari kediaman Jason. Alice nekat bertanya pada asisten rumah tangga yang pintar membuat kue kemarin, dia hanya menggeleng dan berusaha tutup mulut. Alice curiga mereka memang keluarga psikopatt! "Nona Alice ada di sebelah sana, Tuan." Elmer berbisik pada Jason, kemeja putih pria itu dinodai bercak darah segar berbau anyir. "Bereskan ini, biar saya yang mengurus wanita kecil itu." Jason menyelipkan pistol di belakang tubuhnya, melangkah lebar mendatangi Alice yang masih terkulai lemah dengan segala pemikiran kacaunya. "Apa yang sedang kamu lakukan di sini, Alice? Sudah saya peringatkan, kamu tidak boleh sembarangan mengunjungi beberapa bagian di kediaman ini. Tidak ke ruang bawah tanah, tidak juga ke pelataran paling atas. Apa ucapan manusia susah juga kamu pahami?" Saat Jason ingin menyentuh Alice untuk membantunya berdiri, wanita itu menolak keras. Tatapannya tajam dan terlihat begitu marah. "Aku bakal laporin kamu ke polisi, kamu udah bunuh orang sembarangan!" ancamnya tidak segan-segan. Gertakan gigi Alice terdengar ngilu, dia ingin berulah lagi rupanya. "Laporkan saja, saya jamin mereka tidak mencium apa pun hasil perbuatan saya." "Aku bisa jadi saksi mata. Jangan terlalu sombong!" Jason mengangguk santai. "Lakukan saja, maka akan saya buat hidup kamu seperti di neraka setelah itu. Saya tidak takut polisi, Alice, tidak ada yang bisa mengalahkan saya." Alice tersenyum miring, apa pria itu bercanda? Cih, kenapa juga Alice sampai menikah dengan pria ibliss seperti Jason, sekarang hidupnya terancam menderita. "Ayo bangun, berhenti ikut campur urusan saya." Tanpa bisa ditolak, Jason mengangkat Alice dengan sekali gerakan. "Kamu memukul saya, akan saya lempar kamu dari atas sini." Seketika Alice diam, tidak lagi mencoba berontak. Dia membiarkan Jason menggendongnya, kemudian melihat jika pria itu menunjukkan senyuman miring. Jason memang rajanya membungkam orang lain dengan segala ancamannya. "Mau ke mana? Aku lapar, mau makan dan berangkat kuliah!" Alice tersadar jika Jason berniat menuju tangga ke lantai dua yang tidak lain adalah kamar utama. "Sumpah, badanku lemas banget gara-gara aksi kamu tadi. Kamu nggak berniat mengajakku olahraga ranjang 'kan?" Wajah Alice langsung tegang, apa tidak cukup sekali saja melakukannya? Lagi pula rasanya tetap sama, tidak ada yang berubah. "Enggak, stop, Jason! Aku nggak mau ...!" Alice akan kabur saat Jason melemparnya ke ranjang. Tatapan pria itu sungguh mesumm, Alice sampai merinding. "Siapa suruh kamu selalu membuat kegaduhan." "Jason, a-aku lagi lemes, aku lagi capek, nanti aja ya? Plisss dong, kita damai." Alice meraih tangan Jason, meski dalam hatinya mengumpat jijik. Dia terpaksa merayu agar Jason luluh, sungguh ... tidak lucu sekali jika mereka b******a di siang hari juga. Alice tidak kuasa jatuh pada pesona tubuh seksi Jason. Ya walaupun Alice membenci pria itu, dia tidak munafik jika Jason memiliki tubuh atletis yang begitu remasable! Andai Violet tahu, gadis itu akan memukul kepala Alice sampai berbunyi. Bukan apa, Alice ini aslinya juga nakal dan senang berhalu ria dengan para suami dunia hayalan. Tapi intinya bukan seperti Jason, pria itu terlalu kejam dan tua bangka! "Saya tidak luluh dengan rayuan kamu." Jason masih menatap Alice dengan sebelah alis terangkat, perlahan mulai membuka satu persatu kancing kemejanya. Alice tampak tidak tenang dan berusaha mencari alasan baru. Jason hafal sekali tipu muslihat wanita banyak akal di hadapannya ini. Alice menggigit bibir, matanya melebar tatkala Jason melepaskan kemejanya begitu saja. Astaga, dadaa bidang itu seolah melambaikan tangan pada Alice. "Menjijikan ...!" umpat Alice entah pada sikap Jason atau pemikirannya yang begitu laknat. Dengan sekali tarik, Jason berhasil meraih pinggang kecil Alice, membuat gadis itu memekik kaget dan segera memukul wajah Jason. "Alice, beraninya kamu!" Ini bukan sekadar pukulan manja, melainkan bogeman mentah yang selama ini Alice pelajari dari daddy atau pamannya. Andai ada pisau, Alice juga berpikir untuk melukai bahu Jason hingga pria itu mengaduh kesakitan. "Cium aja, oke? Aku bakalan terlambat ke kampus, setidaknya kalau kamu nggak mau rugi banget, aku bisa memberi kamu ciuman." "Kamu pikir itu cukup bagi saya? Apalagi ciuman kamu kaku, saya tidak menikmatinya sama sekali." Alice menganga murka. Kalau ciumannya kaku, kenapa malam itu Jason meraih bibirnya berkali-kali? Bahkan Alice sampai kewalahan dan merasa bibirnya seperti bebek! "Jason, tolong jangan paksa aku. Kamu ini udah tua, nggak baik meracuni otak anak sekecil aku!" Mereka saling menatap tajam, Alice menaruh lengannya pada leher Jason agar pria itu tidak berani melakukan hal yang lebih-lebih. "Anu ... apa itu namanya ... a-aku ada janji sama dosen, ngumpulin tugas jam sepuluh ini. Ayolah, kamu cuman mau bercanda 'kan?" Dengan sekali gerakan Jason, Alice kini telah berubah posisi menjadi membelakangi Jason, wajahnya berbenturan dengan kasur seperti tersangka yang berhasil dibekuk polisi. "Jason, kamu ini memang suka ya dimusuhin aku. Lepasin nggak, aku bakal pukul kepala kamu lagi ya!" Sebelum Jason melepaskan, pria itu memukul bokongg Alice hingga wanita itu mengaduh setengah terkejut. "Idiottttt ... kubunuh nanti kamu, ya!" Jason menaikkan bahu, mengusap rahangnya dengan senyuman mengejek. "Saya hanya bercanda." Dia sengaja melepaskan kemejanya, sebab sudah kotor oleh darah musuhnya tadi. Napas Alice tidak beraturan, untung dia tidak ada riwayat sakit jantung. "Bercanda apa kayak gitu? Kamu kayak monster, seram!" Alice segera beranjak dari kasur, mengumpat saking kesalnya pada perlakuan tidak beres Jason. Pakaiannya tadi berantakan lagi, senang sekali cari masalah. "Sebelum kamu hamil, saya akan datang kapan saja semau saya. Tugas istri memang sudah seharusnya di ranjang." "A-apa? Aku nggak mau, cukup sekali aja. Kedua kalinya aku bisa mati!" "Kalau mau bebas, silakan hamil secepat mungkin." Jason menikahi Alice untuk memiliki keturunan, selain bercintaa tentu saya tidak ada hal lain yang lebih menyenangkan bersama gadis pembangkang itu. "Aku masih kuliah, Jason. Masa depanku masih panjang. Jangan kurang ajar kamu, ya!" Ternyata tidak hanya di dunia pernovelan saja jika lelaki dewasa memang pemikirannya kebanyakan tentang selangkangann. Jason ini bukti nyata, begitu rakus. "Silakan buat keputusan. Kalau tidak ingin memberi saya keturunan, saya pastikan kamu jadi gelandangan dan daddy kamu yang sakit-sakitan itu akan mendekam di penjara." Alice menggeram, berhasil bungkam oleh gertakan Jason. Dia tidak mungkin jadi gelandangan, Alice bisa mencari kerja dari yang halal sampai tidak sekali pun. Tapi bagaimana dengan daddynya yang sudah tua dan kesehatannya menurun? Alice tidak akan membiarkan daddynya menjalani masa tua yang tragis. Selama ini Tuan Dominic menyayangi dan memberinya fasilitas terbaik, sudah seharusnya Alice membalaskan hal yang sama. Jika tidak ada Tuan Dominic, Alice tidak tahu hidupnya akan dibawa ke mana. Dia bertahan karena masih memiliki daddynya, berjanji akan selalu membagi kebahagiaan. *** "Violet, gawat!" Sesampainya di unit gadis itu, Alice menjerit meluapkan emosinya. Bahkan tas kuliah sudah dia lempar sembarangan hingga isinya berjatuhan ke bawah. "Lo tau, Jason paksa gue hamil. Apa nggak sinting!" Gara-gara obrolannya bersama Jason tadi pagi, pikiran Alice kacau. Kuliah tidak fokus, nafsu makannya pun hilang entah ke mana. Violet memukul kepala Alice sebal. "Wajar, 'kan lo istrinya. Daripada dia ngehamilin cewek lain, yang ada lo malah nangis darah!" "Cih, najis banget. Biarin aja kalau dia selingkuh, biar gue ada alasan minta cerai." "Cerai, cerai. Terlambat, lo udah dibuka segelnya sama Jason, bentar lagi juga hamil." Violet memakan kacang almond, kedua kakinya dilipat ke sofa, mencari posisi setengah berbaring yang nyaman. Dari semalam Violet sibuk melakukan sesuatu, akhirnya hari ini dia mencoba nekat. Kalau tidak dicoba, mana tahu. "Gue masih kecil, Vio, ya kali nimang bayi." Alice meringis, andai malam itu dia lebih cerdas saat mencoba kabur, mungkin Jason belum sempat memilikinya. "Harusnya lo cari alasan biar bisa kabur dari Jason. Belum apa-apa lo udah kalah, cemen." "Anjir, lo nggak tau aja si Jason itu antenanya panjang. Ke mana pun gue pergi, dia tahu. Malam itu gue udah berusaha kabur, tapi ketahuan. Gue diseret tanpa ampun, dilempar ke kasur. Ngeri, gue takut." Seketika terbayang malam pertamanya dengan Jason, hati Alice langsung berdesir sulit mengartikan perasaannya. Tubuh dia seperti terbelah dua, ngilu sekali tapi lumayan mengenakkan di akhir permainan. Bukan masalah apa, tapi kali ini Alice sedang berusaha jujur. Badan Jason besar, otot-ototnya terpahat dengan apik. Violet tertawa. "Bukannya lo seneng sama yang kasar-kasar? Pasti Jason seksi 'kan? Ngaku nggak lo?!" "Ya ... kalau itu sih bener. Lo liat aja badan dia, proporsional. Dadanyaa bidang, perutnya ada roti kotak-kotak kayak di dunia halu kita." "Terus kenapa lo mencak-mencak kayak orang stress kalau akhirnya menikmati juga. Ah, bodoh banget gue dengerin keluh kesah lo dari tadi. Gue pikir lo nggak tertarik!" Alice meringis, mengacak rambutnya. "Gue cuman jujur. Tapi gue beneran nggak suka dia. D-dia seram, nggak bisa gue jelasin gimana detailnya." Violet memutar bola matanya jengah. "Ngomong-ngomong, gue kayaknya mau kerja. Cari kesibukan, pengalaman, dan seru-seruan. Bosan hidup kayak gini mulu." "Kerja apa? Kok tumben nggak males." "Temenin para pria-pria kaya ngopi. Lumayan bayarannya, Alice, dua digit." Alice mencubit Violet yang dia pikir hanya bercanda. Ternyata setelah melihat ekspresi seriusnya, Violet memang merencanakan ini dari kapan hari. "s****n, lo kerja kayak gitu mau cari pengalaman apa? Maksud lo pengalaman gaya bercintaa yang bagus buat bekal menikah nanti? b**o banget, nggak ada sehatnya otak lo juga. Mending gue kalau kebablasan hamil ada suami, lah elo gimana?" Violet terkekeh. "Gue kemarin baca di artikel, kayaknya seru. Cuman ngopi, ngobrol, dapat duit. Nggak main lebih-lebih, Alice, sudah ada di surat perjanjiannya. Kalau mau lebih juga bisa sih, tapi bayarannya bakal nambah berkali lipat, sesuai permintaan kita." "Nggak usah gilaa, bakal habis lo digebukin bokap kayak dulu." Alice menarik kaki Violet saat teringat sesuatu. "Gue pernah baca ... siapa tahu itu akal-akalan doang biar bisa nyulik dan memangsa si wanita." Selain kehidupan s**l Alice yang sekarang, Violet justru lebih tidak beruntung darinya kalau soal keluarga. Sejak dulu Violet memilih tinggal berpisah dari orang tuanya yang keras dan kasar. Tidak jarang Violet digebuki ayahnya kalau sedang marah, sementara ibunya hanya sibuk kerja dan tidak tahu bagaimana perkembangan anaknya. Violet pulang ke rumah utama cuman sebulan sekali, itu pun jarang bertemu orang tuanya yang terlalu sibuk kerja dan kerja. Mereka memang lebih sering bepergian ke luar negeri, tempat nenek Violet berada. Ada usaha pertanian yang harus dikelola di sana. "Gue udah besar, Alice, bisa hati-hati. Waktunya gue keluar dari zona nyaman. Selama ini gue jadi anak baik karena takut sama bokap, tapi gue pikir lagi, ternyata rugi. Bokap sama nyokap nggak peduli gue, ngapain gue harus patuh sama mereka. Buang-buang waktu." "Jangan juga keluar zona nyaman malah nyasar ke ajaran sesat, Vio! Gue tabok juga muka lo ya. Emang rada-rada nih anak, heran." "Belum gue coba, kita nggak tahu. Nanti kalau kerjaannya enteng, gue kabarin lo. Lumayan buang stress dari Jason, kita bersenang-senang di luar. Kapan lagi dapat kerja enak, duitnya ngalir deres." Alice mendesah miris. Dia pikir akal sehat Violet paling beres daripada dia, ternyata sama aja. "Okelah, nanti kabari aja. Dalam kontrak nikah nggak ada larangan gue selingkuh, berarti aman aja." Violet bangkit dari tempatnya, merapikan kembali penampilan. "Gue mau jalan hari ini. Lumayan buat pemanasan sebelum kerja nanti." "Sama siapa?" "Om-om." Alice memekik kaget. "Jangan bercanda! Sejak kapan lo demennya pria tua? Kemarin gue suruh nikah sama Jason, nggak mau. Tapi sekarang lo embat juga om yang lain." "Dia seumuran Jason kayaknya. Lumayan ganteng, tapi lebih menggoda uangnya sih. Gue kenal di aplikasi biro jodoh, siapa tahu cocok. Doain biar ini orang bukan anak temennya bokap, soalnya dia pengusaha juga." "Ck, hidup lo serba berkecukupan, ngapain malah jual diri?" "Gue nggak jual diri, Alice! Kami cuman temenan sambil mungut kesempatan aja. Lagian bokap sering ngeremehin gue yang nggak bisa kerja, sekarang mau gue buktiin. Gue bisa hidup meski bokap nggak ngasih uang bulanan. Dia udah keseringan buat gue sakit hati, jadi nggak ada salahnya gue coba hal segilaa ini. Siapa tahu bikin bahagia." Alice berdiri dari sofa, memegangi kepala Violet untuk dia goyangkan. "Entah apa yang terjadi semalam, isi kepala lo hari ini bikin gue jantungan Violet!" "Udah ah, gue mau jalan. Dia nunggu di area parkir. Lo kalau mau kabur dari Jason, nginep aja di sini. Tapi percuma sih, 'kan dia tahu kediaman gue." "Baru aja gue mau santai di sini, lo malah pergi. Gue males pulang ke rumah, Jason itu psikopatt." "Ngasal lo." "Hati-hati lo kenal cowok di biro jodoh, nanti dia suami orang!" Violet hanya melambaikan tangannya. Alice menaikkan bahu, dia khawatir bercerita mengenai kejadian tadi pagi yang dia lihat di kediamannya. Jason benar-benar membuat Alice takut. Lihat saja, setelah ini Alice akan berhati-hati, kalau bisa selalu ada sajam di kantonnya. Jason macam-macam, akan dia habisi duluan. *** "Elmer, ngapain kamu di rumah mulu? Sana jalan keluar, hibur diri. Jangan-jangan kamu memang nggak nomal ya?!" Alice memegangi gelas alkohol, memicing pada Elmer yang mendatangi dirinya ke teras kolam renang. Mungkin Bibi Pety yang mengatakan pada Elmer jika Alice mabuk. Lagi mabuk atau tidak, Alice memang tidak berkesudahan mencurigai Elmer. "Jika Tuan Jason tahu Nona Alice mabuk-mabukan begini, dia tidak segan menyeret lagi seperti yang terakhir kali." "Menyeret? Huh, memangnya aku karung beras apa. Bisa sama Tuan kamu itu, aku nggak takut sama dia. Aku berani kok, coba suruh satu lawan satu!" Alice menegak segelas lagi, wajahnya mengerucut. Tenggorokan rasanya panas, belum lagi setengah akal sehatnya mulai hilang. "Kamu gay 'kan, El?" Elmer memijat pelipis. Alice ini gadis nakal, dia memang sumber masalah. "Berhenti minum, mari saya antar ke kamar." Alice menolak, kemudian menatap penuh selidik. "Kamu mau membawaku ke kamar? Kamu mau berbuat mesumm kayak Jason, ya? Liat aja, kuaduin Jason kalau kamu berusaha menggodaku!" "Jangan asal ngomong." "Oh ... jangan-jangan kamu nggak keluar karena suka aku, ya? Ish, tapi aku sih ogah sama kamu. Jason dan Elmer, nggak ada bedanya. Pria nggak jelas, cuman hobi celup-celup batang!" Nada bicara Alice berayun, dia setengah sadar dan tidak. Saat Alice akan bangkit, tubuhnya oleng. Alhasil kepalanya membentur tiang gazebo, membuat sang empunya merengek kesakitan. "Kamu mau mencelakaiku, ya?" tuduhnya pada Elmer yang tidak sempat melakukan apa pun. "Nona Alice jatuh sendiri, saya tidak tahu apa-apa." "Benjol, kepalaku sakit. Kuajuin Jason kalau kamu mau mesumm!" Sekali lagi, saat Alice ingin menghindari Elmer, ternyata wanita itu malah masuk ke dalam kolam. Begitu cepat, sampai Elmer tidak berhasil meraih tangannya. Kesialan kedua tidak terelakkan, siapa suruh mabuk di area berbahaya! "Nona Alice tidak bisa berenang?" Elmer masih berada di atas, membiarkan sebentar sebelum wanita itu menuduhnya macam-macam lagi. Sayangnya, Alice malah tidak muncul ke permukaan. "Astaga wanita ini!" Terdengar cicitan Elmer sebelum dia melompat ke kolam. Benar saja, Alice sudah pingsan di sana, terlihat juga keningnya memerah, mungkin terbentur keramik kolam. Elmer membaringkan Alice ke atas, Bibi Pety yang tidak sengaja lewat segera melangkah lebar dengan penuh kekhawatiran. "Ya ampun Nona Alice kenapa sampai kecebur, Mas Elmer?" "Dia kelewatan mabuk." "Gimana kalau Tuan Jason tahu, bakal ada keributan lagi." Elmer menaikkan bahu, memijat kepalanya ikut pening. Ketika Jason pergi seharian dan dia ditugaskan menjaga Alice adalah pekerjaan paling sulit. Tidak tahu mengapa Tuannya malah memiliki istri seperti ini, jauh dari bayangannya yang Elmer pikir tipe Jason ialah wanita dewasa dengan sikap keibuan. "Biar saya bawa ke kamar utama dulu, Bi." "Kalau Tuan Jason tanya, saya jawab apa Mas Elmer?" "Bilang aja kalau wanita ini emang senang membuat masalah." Baru beberapa hari Alice bergabung di kediaman Herbert, dia sudah ditandai oleh beberapa pengawal. Mereka harus hati-hati, Alice ini wanita dengan seribu akal. "Aduh, saya tidak berani." "Tuan Jason tidak mungkin memarahi Bibi Pety." "Kita semua takut sama Tuan Jason, cuman Nona Alice yang berani. Saya sudah coba memberitahu dia tadi pagi, tapi Nona Alice ini memang keras wataknya." Elmer mengangguk. "Tolong urus dia ya, Bi. Saya tidak tahan melihat kelakuannya." Bibi Pety terkekeh, mengangguk paham. Elmer ini lebih cuek daripada Jason, dia tak banyak bicara pada siapa pun. Jika Alice bisa membuat Elmer pusing, maka wanita itu sudah teramat menyebalkan baginya.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN