Pov Raysa.
wanita cantik itu sedang sibuk membersihkan toilet. Padahal di usianya yang masih sangat muda. Dia harusnya lebih memilih bersenang-senang dengan temannya. Keluar jalan-jalan dan belajar. Tetapi, berbeda dengan Raysa. Dia lebih memilih untuk hidup lebih mandiri lagi. Tidak mau tergantung pada kakaknya. Adrian.
Raysa, hidup hanya berdua dengan kakaknya. Tetapi, kakaknya sekarang sedang kerja di luar negeri. Meski kakaknya punya uang menyekolahkan bahkan sampai kuliah. Dia tidak mau hanya tinggal diam duduk di apartemen tidak ada kegiatan sama sekali.
Raysa menghela napasnya kesal, ia mengepal lantak yang terlihat sangat kotor. Dan sedikit berantakan.
"Hah... Dasar laki-laki, kalau lagi sensi pasti amarahnya menakutkan." gerutu Raysa kesal. Dia mempercepat menarik maju mundur kain pel, dengan penuh emosi. Seakan sengaja ingin membuat gagang pel itu patah.
"Capek juga bersih-bersih toilet sendiri." gerutu Raysa lagi. Dia yang sudah selesai ngepel. Dia mengambil minum dan duduk kembali..
"Bentar! Bentar! Tari katanya akan ada tamu. Memangnya dia siapa? Sampai semua harus bersih tanpa noda? Sok, bersih banget, tuh orang." gerutu Raisya, mengatupkan bibirnya kesal.
Raysa, yang semula kesal. Wajahnya berubah seratus delapan puluh derajat. dia terdiam, menyandarkan punggungnya di dinding penuh frustasi.
"Apa yang sekarang harus aku alami? Apa memang ini adalah jalan tujuanku saat ini?" Raysa menundukkan wajahnya. "Maafkan aku, kak! Aku bukanya tidak mau pakai uang kakak. Tapi, aku kasihan dengan kakak. Harus kerja memberi kehidupan layak untukku."
Raysa mulai teringat kenangan dimana saat kakaknya ada. Dimana dia selalu menikmati kebersamaan berdua. Sebenarnya kakak dari Raisya bekerja dan akan segera pulang bukan ini. Namun, Bukanya senang. Raisya terlihat sangat murung. Hidup sebagai yatim piatu. Perjuangan hidupnya begitu tinggi. Agar bia agar tahan.
***
Back Arga.
"Mr. Jack. Aku harap kamu segera laporkan semua keuangan perusahaan padaku. Kirim semua lewat email." Suara terdengar sangat lantang. Berbicara dengan seseorang dari balik telepon miliknya.
Sang, sopir hanya bisa diam. Mendengarkan tuannya. Tubuhnya seketika kaku, keringat dingin jika bersama dengan tuannya
"Aku tidak mau tahu, kamu harus selesaikan sekarang juga. Dan, segera kirimkan rangkap file yang sudah cetak di atas meja kerja. Jangan sampai ada yang ketinggalan."
"Tapi, tuan!"
"Jangan membantah, atau anda juga akan kehilangan pekerjaan di hari tua." jawab Arga judes.
Arga mematikan panggilan begitu saja. Laki-laki itu memang terlihat sangat jutek, dan tidak pandang bulu jika marah. Entah tua atau muda sekalipun.
***
Dua puluh menit kemudian. Di setiap perjalanan Arga duduk santai, memandang tablet miliknya. Hingga sampai di sebuah Restaurant. Ia bergegas turun dari mobilnya, membuat semua mata tertuju padanya. Dan para pegawai berbaris menyambut kedatangannya. Dengan kedua tangan di depan. Jemari-jemari mereka saling mencengkeram. Dan kepala tertunduk. Tak ada yang berani menatap pemilik restoran baru itu.
Perlahan Arga melangkahkan kakinya keluar dari mobil. Seketika aura di sekitarnya berubah mencengkam. Arga, mengerutkan matanya. Mengamati para pegawai yang ada di depannya. Menatap dingin pada semua pegawai yang ada. Ia menarik jas hitamnya, yang sebenarnya sudah terlihat sangat rapi. Tanpa ada benar garis-garis kusut sama sekali. Laki-laki itu mulai melangkahkan kakinya masuk ke dalam restoran itu. Semua menunduk hormat padanya.
"Eh…. Boss.. Mana lagi yang harus dibersihkan." teriak Raysa berlari sangat cepat. Hingga langkahnya terhenti tepat di depan Arga. Wanita itu terdiam, memutar matanya. Dia terlihat bingung. Kenapa semuanya menunduk. Emangnya ada yang salah?
Raysa mengerutkan keningnya. Dia tertegun ketika di saat melihat ada dinding berdiri tegap di depannya. Bahkan dia lebih tinggi darinya. Raysa menatap ujung sepatu hitam miliknya.
Siapa dia? Apa orang inu yang sengaja di hormati sama mereka. Lagian kenapa wajah mereka gemetar semuanya melihat dia? Apa wajahnya seperti ganti.
Ehemmm….
Arga mencoba berdehem. Agar wanita di depannya menyingkir segera. Namun, bukanya pergi. Raysa mengamati ujung kaki, perlahan pandangannya mulai naik hingga kepalanya mendongak saat menatap wajah dingin laki-laki di depannya.
Gilà? Jari ini boss baru itu? Dia tempat, sih.. Tapi? Wajahnya terlalu dingin. Sepertinya laki-laki ini nyebelin.
"Raysa… Minggir.." teriak manajer restoran. Dan Raisya hanya menoleh, menyipitkan kedua matanya. Menarik turunan alisnya.
"Apa aku harus menunduk juga?" tanya Raysa dengan nada menantang.
"Minggir!" syara berat sedikit kasar itu terdengar jelas. Bukannya raya takut. Wanita itu menarik dua sudut bibirnya. Tersenyum lebar padanya.
"Ssstt… Raysa.. Minggir!" ucap manajernya. Raisya masih tetap acuh tak acuh padanya. Bahkan mengabaikan ucapannya. Wanita itu mulai berkacak pinggang. Menatap ke depan. Menyentuh jas hitam itu, lalu mengusapnya.
"Raisya…" bentak manajernya.
Arga berfungsi kesal. Dia meraih lengan Raisya, menarik tangannya sangat kasar.
"Aw--" Rintih Raisya. Menatap tajam ke atas melihat mata Arga.
"Jangan kurang ajar." geram Arga.
"Eh... Tuan, siapa juga yang kurang ajar. Aku di sini hanya ingin bilang padamu. Jangan sok berkuasa deh, lagian…" ucapan Raisya terhenti. kedua matanya berkeliling. Para temannya meminta dia agar segera pergi. Dan Raysa tidak peduli akan hal itu. Raysa menghela napasnya kasar. Mengumpulkan semua kekuatannya, dan mulai menarik tangan kanannya dari cengkeraman Raysa.
Wanita berambut di ikat ke atas itu. Menarik sudut bibirnya sini. Tanpa rasa takut. Dia menjulurkan jari tengahnya ke atas. Seketika semua mata tertuju padanya. Manajer restoran itu menarik tangan Raysa belum dia mendapatkan amukan darinya.
Bukanya marah, Arga bersifat semakin dingin. Wajahnya begitu kaku.
"Tuan, ini sanitizer." ucap sang sopir memberikan padanya.
"Semprotkan pada seluruh badanku. Aku tidak mau, karena sentuhan tangan kotornya. Jadi tumbuh banyak penyakit." sindir Arga, menatap tajam ke arah Raysa.
Raysa menggerakkan kepalanya santai, seakan sedang menikmati lagu klasik. "Dasar menjijikkan!" sinis tajam Raysa. Membalikkan badannya, mengangkat tangan kanannya. Dan melayangkan jari tengah miliknya kedua kakinya. Sembari menarik satu sudut bibirnya sinis.
"Raysa, jaga sopan santun kamu." pekik manajernya. Dia mencoba menarik tangan Raysa. Tapi, wanita itu memberontak. Dan masih belum puas melihat laki-kaki di depannya itu.
Raysa memainkan bibirnya, menarik bibir bawahnya ke dalam sela-sela giginya. Mengamati laki-laki di depannya. "Tampan! Menawan, dan dingin." tajam Raisya, mendekatkan tubuhnya, nggak kepalanya. Kedua mata mereka saling tertuju. Percikan api pertikaian mulai menjalar di antara kedua mata mereka.
Raisa bahkan tidak kenal.dengannya. Dan dia tidak ada masalah dengan laki-laki itu. tetapi, sifat dinginnya yang sok berkuasa membuat dia merasa sangat geram.
"Boss seperti dia kenapa dihormati?" Raysa membalikkan badannya kesal. Melayangkan sebuah senyuman palsu pada Arga. tanpa rasa takut, dia kembali berjalan santai. Melanjutkan tugasnya lagi.
"Raisya, kamu bisa dipecat. Minta maaf sekarang!" pekik Manajernya.
"Enggak!" ucap Raysa tegas. Dia bergegas pergi, melanjutkan tugasnya lagi. Raysa masih merasa penasaran. Siapa laki-laki itu. Entah kenapa dirinya merasa kesal jika melihat orang-orang di minta tunduk padanya. Bagi dia itu adalah penindasan. Semua orang sama. Jabatan apapun, semua diciptakan sama. Cuma dengan rezeki, dan kemampuan yang berbeda. Dan pastinya berbagai macam bentuk wajah. Semua berbeda.
Arga mengangkat tangannya, dia menggerakan jari telunjuknya. Memberikan kode pada seseorang di belakangnya untuk mendekat. Meski tanpa suara, manajer Ken yang kebetulan baru saja datang. Dia segera mendekati tuannya. Dan mulai berbicara lirih.
"Maaf tuan apa ada masalah yang mengganggu?" Tanya manajer Ken. Arga hanya mengangkat tangan kanan dan bahunya, memberi kode jika dia tidak ada masalah.
"Aku mau.. Kamu sekarang cari tahu siapa dia. Dia terlalu berani padaku." gerutu Arga.
"Apa saya harus bertindak memecat dia tuan?"
"Tidak usah!" Arga menggerakkan kepalanya, menatap manajer Ken di belakangnya. Seketika tubuh manajer Ken gemetar. Dia tertunduk, melangkah satu langkah ke belakang.
"Aku baru kali ini, melihat wanita terlalu berani padaku. Dan tidak punya sopan santun. Cepat dari tahu tentang dia. Dan aku ingin data itu paling lama dua hari."
"Ken, sini!!" Arga mengangkat tengannya, dan menggerakan telunjuk tangannya memberi kode agar Manajer Ken mendekat ke arahnya.
Arga memutar matanya. Mengamati setiap detail bangunan restoran itu. Bahkan setiap sudut dilihat begitu sempurna. Seakan kedua mata itu dibekali pandangan khusu seperti mata kucing. Yang sangat tajam.
"Iya tuan!!" Manajer Ken mendekatkan kepalanya dan menerima bisikan perintah dari Arga. Membuat semua yang berdiri di sekitarnya bergidik takut, jika boss besar mereka akan marah-marah dengan hasil kinerja para pegawai. Para pegawai itu saling memandang satu sama lain.
"Kamu duduk saja dulu." pinta Arga.
"Aku mau ke kamar Mandi! Kamu urus semua berkasnya dengan Client kita" Arga melangkahkan kakinya, masuk ke dalam restoran. Langkah kakinya terlihat sangat pela berjalan menuju ke toilet untuk buang air kecil.
***
Wanita itu? Apa dia tidak punya rasa takut. Beraninya menyentuh jas milikku." umpat laki-laki itu. Berjalan sembari menatap jijik jas miliknya. Dengan langkah terburu-buru menuju ke toilet laki-laki.
Ckleekkkk..
Suara pintu terbuka dari salah satu toilet pria, membuat Arga terkejut dan menatap sumber suara.
Seseorang keluar dari toilet lengkap dengan semua alat pembersih di kedua tangannya, dan sabun yang menggantung di lehernya.
Ia mengusap tetesan keringat di kening dengan punggung tangannya.
"Dasar boss nyebelin!!" Umpat kesal Raisya.
"Lagian siapa dia. Beraninya dia memerintahku. Sok dingin, sok jutek."
Raysa mengatupkan bibirnya. Ia menoleh ke samping, melihat seorang laki-laki yang buang air kecil.
"Aaaaaa…" Seketika wanita itu membalikkan badannya cepat.
Suara teriakan mereka menggema di seluruh penjuru tolet yang terlihat sangat sepi itu. Raisya sebelumnya sudah menulis di depan pintu masuk jika toilet dibersihkan dan harus pindah di toilet sebelah.
"Kenapa kamu ada disini?" pekik Raisya. Sesekali dia melirik ke belakang. Arga menarik resletingnya. Dan berjalan santai mencuci tangannya. Lalu melangkah mendekati Raysa yang masih diam, berdiri dengan tubuh gemetar. Kedua mata tertutup sangat rapat.
"Kenapa kamu di toilet pria?" tanya Arga menajam, dengan nada meninggi. Raysa menelan ludahnya. Saat Arga terus berjalan mendekatinya. Raisya melangkah mundur perlahan. Hingga punggungnya menyandar di dinding.
Laki-laki itu mendekatkan tubuhnya, dengan ke tangan kanan menempel tepat di dinding samping telinga kiri Raisya.
"Maaf! Sepertinya aku harus pergi." Raisya mencoba menghindar. Dengan cepat, tangan kiri Arga menutup jalannya.
"Kamu mau kemana? Tadi kamu berani berbicara kasar padaku. Dan sekarang, kamu mengintipku?" tanya Arga, mendekatkan wajahnya, hembusan napas mereka saling beradu. Membuat Raisya, mengernyitkan wajahnya. Tubuhnya kaku seketika, seperti batu yang tak bisa bergerak. Dan hanya bisa diam di tempat. Menutup kedua matanya rapat-rapat.
"Apa sebenarnya yang kamu inginkan gadis kecil?" tanya Arga. Raisya menelan ludahnya susah payah. Dan mulai mengumpulkan semua keberaniannya. Dia mendorong tubuh Arga menjauh darinya. Dia mulai membuka matanya lebar. Tanpa rasa takut, kedua mata tajamnya itu menatap ke arah Arga.
"Harusnya aku yang tanya? Apa kamu gak bisa baca tulisan di luar!! Sebelum masuk ke dalam" saut tajam Raisya tidak mau kalah.
Arga terdiam, Ia bergegas ke depan, melihat sebuah tulisan di tulis di kertas kecil tertempel di tembok samping pintu.
Gadis itu mendekatkan kepalanya di telinga Arga, dan berbisik
"Udah lihat? Bisa baca gak!! Kalau gak bisa baca aku yang bacakan" gumam Raisya, melipat tangannya ke belakang punggung. Sembari tersenyum manis menunjukan gigi putihnya.
Dahi Arga mengerut, membentuk lipatan-lipatan kecil di tengah. Dia memperhatikan gadis itu dari atas sampai bawah. Arga tersenyum sinis.
"Pergi! Jangan mendekat!" Kata Arga dingin menutup hidungnya.
Raisya tersenyum picik, menarik salah satu alisnya. Tanpa menggubris apa yang dikatakan Arga. Ia tidak merasa takut dengan bentakan laki-laki di depannya.
Arga berdengus kesal, menggelengkan kepalanya. Dan bergegas pergi membaca tulisan di kertas, untuk memastikan.
Toilet dibersihkan jangan kencing di dalam. Silahkan menuju toilet di sebelah.
"Om!! Jangan terlalu serius kalau baca" gadis itu menepuk pundak.
"Shiitt... Jauhkan tangan kamu dariku!! Jangan sok akrab denganku" Arga melangkah mundur, mengambil sapu tangan di sakunya, kemudian mengusap pundaknya dari sentuhan gadis yang tidak ia kenal.
"Dasar om-om aneh!!"
"Apa yang kamu bilang tadi 'Om'!!"
"Kenapa emang kamu udah om-om kan?"
"Sejak kapan aku menikah dengan bibi kamu?"
"Entah!"
Arga tersenyum picik, dengan apa yang dikatakan gadis di depannya. Dasar gadis tidak tahu diri, pasti dia sedang dihukum disuruh bersihkan toilet. Kelakuannya saja tidak punya sopan santun, pikir Arga.
Arga menepuk berkali-kali tulisan yang terpajang, dengan kepala bergerak menatap Raisya.
"Tulisan seperti ini siapa yang bisa baca?" Kata Arga dengan suara yang semakin meninggi.
"Emangnya kenapa? Bilang saja kalau gak bisa baca? Itu tulisan sudah jelas. Apa mata anda yang rabun, tuan." balas Raysa.
"Apa kamu bilang? Kamu gak tahu siapa aku?" pekik Arga. "Beraninya kamu menghinaku?"
"Emang kamu siapa? Tuan muda atau hanya pura-pura jadi orang kaya. Sekarang banyak orang yang seperti itu, demi kencan dengan wanita" Raysa mendekatkan mendekatkan tubuhnya condong ke depan dan berbisik.
"Omm!! Pasti susah dapat wanita, karena milik om kecil gitu!!"
Arga seketika melebarkan matanya, menatap semakin tajam. Kobaran api kemarahan terpancar di kedua matanya.
Arga mengangkat tangannya, menunjuk tepat di wajah Raisya. Dan hanya di balas dengan senyum ejekan darinya.
"Kamu…. Shitttt....." Arga mengangkat tangannya, rahangnya semakin menggertak. lalu menurunkan kembali. Arga kali ini berupaya untuk tetap tenang, mengontrol dirinya sendiri. Ia harus bisa lebih bersabar, dia masih terlalu bocah dan saat ini ia sedang di sebuah toilet yang banyak orang lalu lantang lewat. Entah nasib sial apa yang aku terima bertemu dengan gadis gila ini di depanku, pikirnya. Memejamkan matanya beberapa detik, menarik nafasnya dalam-dalam.
"Kenapa kamu mau memukulku? Silahkan pukul!! Entar biar aku. Bilang sama semua orang kalau kamu yang memukulku. Atau aku bisa laporkan kamu ke polisi karena tindak kekerasan pada wanita"
"Dasar gadis tidak waras!!"
"Apa, Aku tidak waras?" Raisya melangkah mendekat. "Kamu bilang aku tidak waras tuan?" lanjutnya.
"Seharusnya anda ngaca?"
Arga terdiam, menarik napasnya dalam-dalam. Ia merasakan darahnya langsung naik sampai ke ubun-ubun, mulut gadis ini benar-benar tanpa penyaring. Kedua kalinya Arga berusaha untuk tetap tenang. Mencoba untuk bersabar menghadapi gadis gila di depannya.
"RAISYA!!" Teriak seorang yang sangat familiar di pendengarannya. Raisya seketika menoleh ke sumber suara.
Seorang laki-laki dengan tatapan menajam, berjalan cepat menuju ke arahnya.
"Sial!!" Umpat gadis itu.
Arga menatap gadis di sebelahnya. Gadis itu menggerakkan kepalanya sembilan puluh derajat ke arah Arga. Serot kedua mata mereka saling memancarkan percikan kebencian.
"Gara-gara, Om, nih" cerca gadis itu tajam. "Dasar om-om gak waras. Kalau mau kencing lihat dulu. Lagian jangan seenaknya kencing di hadapan wanita!!"
"Apa yang kamu bilang? Cepat minta maaf pada tuan Muda Arga sekarang?"
Mulut raysa seketika terbungkam. Seketika Raisya menelan ludahnya, menarik bibirnya ke dalam dengan mata mengernyit memutar kepalanya menatap Arga penuh keraguan.
"Apa tuan muda?" Ucapnya memastikan. "Aku tahu dia tuan muda, tapi aku tidak percaya. Dia tuan muda."
"Raysa… Minta maaf sekarang. Kamu sudah tahu, dia boss kita." geram manajer restoran.
"Gak mau!" ucap Raisya memalingkan wajahnya acuh.
"RAISYA….." Kedua mata manajer restoran itu menajam menatap ke arahnya. Terpaksa wanita itu tertunduk sejenak. Dari pada harus kehilangan pekerjaan hanya gara-gara dia.
Raysa menghela napasnya, sembari memutar matanya malas.
"Oke.. Baiklah!" ucapnya terpaksa.
"Maaf!! Maaf!!" Ucap Raisya dengan badan menunduk berkali-kali.
Arga hanya diam tanpa suara, dia menarik sudut bibirnya tipis. Dan membalikkan badannya, tak mempedulikan Raisya. Arga bergegas pergi menuju ke tempat client yang sudah lama menunggunya.
"Aku gak mau tahu!! Kamu harus cepat minta maaf padanya!! Jangan buat masalah lagi, jika kamu tidak ingin dipecat olehnya!!"