Memecatnya

1412 Kata
Pov Raysa. Setelah semua rapat selesai. Raysa, berdiri di depan pintu masuk ke dalam restaurant. Dia terpaksa harus meminta maaf pada Arga. Meski bertolak belakang dengan keinginannya. Dan semua hanya karena paksaan dari sang manajer restoran. Meski sebenarnya dia malas banget untuk minta maaf. Dia tidak salah. Dan yang memulai duluan adalah dirinya. Tetapi, dia merasa selalu benar. Kalau bukan karena Raysa juga butuh pekerjaan itu untuk biaya hidupnya. Dia juga tidak akan mau minta maaf. Raisya merasa terlalu banyak membebani kakaknya dan memilih untuk kerja sendiri. Setelah rapat selesai Arga masih duduk diam. Merapikan jas berwarna hitam pekat yang terbuat dari kain wol impor, dengan kain yang terasa halus dan dingin. Warna hitam itu sangat pas dan elegan saat dia pakai. Kedua tangan Arga, menarik dasinya sedikit ke longgar. Dan segera beranjak dari duduknya. Kedua matanya berkeliling sesaat melihat suasana di sekelilingnya. Betapa tekejutnya dia, ternyata, Hanya ada dia yang berdiri di sana. "Mr Jack.." panggil keras Arga. Dengan cepat sosok laki-laki itu segera berlari menghampiri Arga. Lalu berdiri tepat di sampingnya. Dengan kepala sedikit tertunduk. Kedua tangannya di bawah perutnya. Saling mencengkeram jemari-jemarinya. Dan laki-laki itu sudah siap untuk menerima ceramah atau makian dari Arga. "I-iya.. Ada apa tuan?" tanya Mr Jack gugup. "Kenapa kamu gugup." tanya Arga. "Maaf, tuan. Mungkin saya belum makan jadi gugup." canda Mr Jack membuat Arga mengerutkan keningnya semakin ke dalam. "Udah, sekarang cepat cari wanita itu." ucap Arga tegas. "Wanita siapa tuan? Apa wanita yang tadi membuat masalah dengan tuan,?" tanya Mr Jack ragu. "Iya.. " "Maaf, juga tuan. Sekarang dia di depan. Sepertinya mau minta maaf dengan anda tuan. Dari tadi dia terus berdiri di depan pintu restaurant." ucap Mr Jack. Dia sedikit menundukkan kepalanya. "Baik, siapkan mobil. Kita langsung pulang sekarang." Arga, melirik sekilas ke arah Mr Jack. Ia mengerutkan keningnya. Saat melihat Mr Jack yang terlihat begitu tegang. Wajahnya terlihat serius. Dan sedikit terlihat pucat pasi. Dan kedua tangan gemetar. Seakan dia tidak makan beberapa hari. Arga, melangkahkan kakinya menepuk bahu Mr Jack dua kali. Lalu mengusap lengannya. "Makanlah dulu. Aku akan cari wanita itu sendiri. Jika kamu masih terlihat sangat gugup." "Nanti saja tuan." ucap Mr Jack mengelak. "Makanlah, dari pada kamu sakit tidak bisa kerja denganku." kata Arga. "Tapi tuan…" "Tidak usah tapi-tapian. Lebih baik sekarang kamu cepat makan. Aku tunggu di luar." potong Arga. Dia segera beranjak keluar dari ruangan rapat yang sudah di sewa di restaurant itu. Sebuah ruangan khusus untuk para client saat ada pertemuan mendadak sembari menikmati makanan. "Baik, tuan!" Mr Jack mencoba mengangkat kepalanya. Ia menatap punggung Arga yang sudah semakin pergi menjauh darinya. Arga, berjalan dengan langkah cepat. Ia melepaskan jas hitam yang membalut tubuhnya. Meletakkan di tangan kirinya. Sembari tangan kiri melipat lengan kemeja putihnya. Terlihat lengan kekarnya. Langkahnya terhenti tepat di depan pintu. Saat mendengar seseorang memanggilnya. "Tuan, tuan! Tunggu!" suara seorang laki-laki, ia berjalan mendekati Arga. "Maaf soal tadi tuan maafkan Raisya. Dia tidak salah. Memang sifat dia seperti itu. Jadi mohon maklum atas kesalahan yang dia buat." ucap manajernya. Arga menghela napasnya. Dia melepaskan jas hitam yang dia pakai. "Bawa jas ini masuk ke dalam mobil." ucap Arga. Melemparkan jas ke wajahnya manajernya. "Baik tuan!" ucapnya. Manajer restoran itu segera berlari menuju ke mobilnya. Dan Arga, ia melirik ke samping. Melihat Raisya berdiri di depannya. Tanpa rasa takut, wanita itu menatap wajah Arga. Menarik sudut bibirnya sinis. "Maaf!" ucap Raisya lirih. "Apa katamu?" Arga menggerakkan kepalanya. Menatap Raisya yang masih berdiri tegap di sampingnya. Kedua matanya tidak beralih sama sekali dari wajahnya. Seakan memang dia tidak takut dengan dirinya "Minta maaf yang baik. Jika kamu ingin bekerja di sini." Pekik Arga mengeraskan suaranya. Raisya mengerutkan ujung matanya. Memainkan bibirnya memutar, seidkit menariknya masuk ke dalam sela-sela giginya. Menahan kekesalannya. "Jika kamubtidka mau bekerja disini lagi. Anda bisa pergi dari sini. Wanita kecil." geram Arga, mendekatkan wjaganya. Membuat Raisya mengerjakan matanya bingung. Arga menghela napasnya kesal. Percuma juga dia harus bicara dengan gadis kecil yang tidak tahu malu. Bahkan dia benar-benar terlihat seperti anak yang tidak pernah dididik dengan baik. Tidak punya sopan santun. Bahkan tidak terlihat seperti wanita yang terlatih untuk mandiri. "Kalau memang seperti itu. Sekarang silahkan keluar dari restoran ini." Arga terlihat sangat datar menatap ke depan tanpa melirik sama sekali ke arah Raisya. Dia memang tidak terlalu peduli dengannya. Wanita tidak tahu diri itu membuatnya harus lebih bersabar lagi. "Shitt... Kamu..." Raisya menggeram, menggerakkan giginya. Sembari menunjuk wajah Arga. "Arrggg... Rasanya aku ingin memerahkan tulangnya. gerutu kesal Raisya dalam hati. "Apa? Kamu mau marah? Silahkan. Keputusanku sudah bulat untuk memecat kamu. Wanita tidak punya sopan santun seperti kamu harus di kasih pelajaran biar jamu tahu kelakuan kamu yang tidak punya sopan santun dan merugikan para pelanggan." tajam Arga. Lalu melangkahkan kakinya pergi meninggalkan Raisya. Wanita itu masih terdiam, berdengus kesal, mengepalkan kedua tangannya. Raysa mengerucutkan bibirnya. Raisya terdiam sesaat. Dia mencoba mencerna apa yang Arga katakan. "Emm... Oke.. Aku akan pergi dari sini. Dasar laki-laki nyebelin. Gak tau malu." geram Raisya kesal. Arga yang sudah berjalan menjauhi wanita itu. Dia hanya mendengarkan apa yang dia katakan. Tanpa menoleh sama sekali ke arahnya. *** Setelah kejadian tadi. Arga tidak mau pikir panjang lagi. Yang penting baginya wanita itu keluar dari restorannya. Arga segera melanjutkan perjalanannya. "Tuan, sekarang kita kemana?" tanya Mr Jack. "Pulang!" ucap Arga tegas. "Baiklah!" Mr Jack kembali menatap ke depan. Tanpa melirik sama sekali ke belakang. Sementara Arga, kedua tangannya memegang tap miliknya. Dan kedua mata itu terlihat sangat fokus dengan tap. Sembari menyentuh mengerjakan beberapa pekerjaan yang belum selesai. "Oh, ya. Nanti bilang pada mama. Jika aku tidak mau pindah sekarang. Aku mau pindah besok saja." Lima belas menit perjalanan. Arga sampai di depan rumahnya. Kedua mata tertuju pada Oma dan mamanya yang sudah berdiri di depan pintu rumah mewahnya. Sepertinya memang mereka sengaja untuk menunggunya pulang bekerja. Merasa terlalu diperhatikan berlebihan. Arga hanya bisa menghela napasnya. Mencoba untuk tetap sabar menghadapi mereka. Meski dalam hati sangat kesal. Mereka selalu memintanya untuk menikah dan menikah. Padahal pikiran tentang pernikahan itu kasih jauh dari pandangan matanya. Dia belum siap untuk menikah. Meski secara materi sudah siap. Hati dan pikirannya tidak pernah terlintas untuk menikah. Arga berjalan melewati mereka. Tanpa perduli Mama dan Oma nya sudah berdiri menunggu kepulangannya dari tadi. "ARGA..." Teriakan mamanya membuat telinganya terasa berdengung keras. Arga terpaksa menghentikan langkahnya. Memutar matanya malas. "Ada apa, lagi ma." ucap Arga, memasang wajah penuh dengan senyuman. Menggerakkan kepalanya menatap ke belakang mamanya yang sudah melotot tajam. Dengan kedua tangan berkacak pinggang. Arga menelan ludahnya berkali-kali. Melihat mamanya sudah bersiap untuk menerkamnya saat ini. "Ada apa, ma? Apa aku salah? Atau aku ada membuat mama kecewa?" "Apa kamu memang benar mau di sunat dua kali, Arga?" geram Mamanya, helaan napas kasarnya terdengar begitu keras. Arga mendekap miliknya. Memalingkan wajahnya membelakangi mamanya. "Mama, sayang. Lebih baik pikirkan baik-baik, memangnya mama mau anak mama yang tampan ini tidak punya burung sama sekali. Gimana jadinya nanti bisa punya cucu dari Arga, ma." "Terserah kamu. Mama sudah bilang sama kamu. Cepat bereskan semua bajumu. Mama sudah menyiapkan apartemen. Dan kunci juga sudah dipegang oleh Jack. Jadi pergi sekarang dengannya." "Mama mengusirku?" tanya Arga. Membalikkan badannya lagi. Wajahnya terlihat memelas. Nyonya Maurent hanya bisa diam. Menatap wajah tampan anaknya. Arga yang semula ingin marah, dia harus mengurungkan niatnya lagi. Melihat mamanya begitu antusias mengusirnya dari rumah. Mau tidak mau juga harus menuruti apa yang yang dikatakan nyonya Maurent. Meski itu tidak sesuai dengan keinginannya. Nyonya Maurent berjalan dua langkah mendekati Arga. Dia menepuk pundak Arga pelan. "Aku mau kamu segera mendapatkan wanita baik. Dan tulus mencintai kamu. Mama tidak mau banyak yang mengira jika kamu gay." Nyonya Maurent terlihat tertunduk. Seakan dia sangat menginginkan makanya bisa bahagia dengan istrinya. Melihat mamanya bersedih. Arga merasa tidak tega. Dia mengangkat tangannya penuh keraguan. Dia menepuk bahu mamanya. Arga menarik napasnya dalam-dalam, menahannya, lalu mengeluarkannya perlahan. "Udah, mama jangan sedih lagi." ucap Arga. "Sekarang Arga akan pergi. Dan mama jaga diri baik-baik. Jangan lupa makan. Dan Arga minta jauhi teman mama yang suka menjelekkan Arga. lagian Arga masih normal. Tidak pernah terlintas sama sekali Jadi gay. " tegas Arga. Membuat Nyonya Maurent yang semula menunduk sedih. Dalam hitungan detik raut wajahnya berubah seketika. Nyonya Maurent mengangkat kepalanya. Dia tersenyum tipis ke arah anaknya. Mencengkram kedua bahunya. "Anak pintar. Aku harap kamu segera bawa pulang calon istri kamu." ucap Nyonya Maurent. Dan segera membalikkan badannya. Menuntun oma berjalan masuk kembali kedalam rumahnya. Tanpa memperdulikan Arga yang masih diam membisu di depan pintu.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN