Matahari sudah menampakkan sinarnya. Cahaya terang dari balik kamar itu tak kalah terang dengan sinar matahari yang mulai menyorot kamarnya. Seorang wanita cantik yang sudah terbangun dari tidurnya. Dia dengan cepat, bersiap untuk berangkat sekolah. Memakai semua perlengkapan sekolah. Hingga satu titik, dia merasa asa yang kurang. Entah, apa yang kurang. Raisya terus berputar mencoba melihat sekelilinghya.
"Apa yang kurang, ya? Aku merasa selalu saja ada yang kurang." gumam Raisya. Ke dua matanya menyorot ke arah tas yang tergeletak di atas ranjangnya. Seakan dia bari ingat sesuatu.
Raisya mengangkat tangannya. Menatap jam tangan yang melingkar di tangannya. Jarum jam menunjukan pukul 6.30. Kurang 30 menit lagi. Sekolah akan di mulai. Sementara Raisya saja baru selesai memakai sepatu.
Raisya bangkit dari duduknya. Sesegera mungkin Raisya memasukkan buku pelajaran yang harus di bawanya nanti. "Sudah jam segini. Aku pasti telat lagi." gumam Raisya. Selesai semuanya, gadis kecil itu segera berlari terburu-buru keluar dari apartemennya. Langkahnya berhenti tepat di depan pintu, melirik sekilas ke arah pintu yang masih terkunci di depannya.
"Emm.. Mungkin dia keluar juga?"
Lupakan! Raisya segera berlari terburu-buru. Keluar. Dia berlari dengan kecepatan yang biasanya. Hari ini, adalah hari penting. Hari ulangan. Kalau sampai dia telat. Bisa-bisa gak bisa ikut.
Sampai di depan, untuk kesekian kalinya dia menghentikan larinya. Ke dua matanya menyorot jalanan yang di penuhi air.
"Apa sisa hujan kemarin? Atau tadi pagi hujan lagi?" gerutu Raisya. Dengan terpaksa dia harus berjalan hati-hati. Melewati beberapa orang yang ada di samping dia berjalan.
Pyaakk...
Raisya menginjak genangan air tepat mengenai seseorang yang ada di sampingnya.
"Arg... Sialan!" tajamnya, ke dua matanya menyorot tajam sangat menakutkan ke arah Raisya. Gadis kecil itu mengerjapkan ke dua matanya. Menelan lidahnya susah payah saat melihat sosok laki-laki yang ditemuinya kemarin.
"Siàl sekali aku, kenapa kau harus bertemu dengan dia lagi? Apa dunia ini memang sempit sekali." oceh Raisya menghela napasnya. Dan mencoba ancang-ancang untuk melangkah. Bukanya bisa melangkah, kaki kanannya belum menginjak tanah. Seseorang menarik tasnya sedikit ke atas.
"Kamu mau pergi kemana? Bocah siàlan?" ucap dingin Arga. Aura di luar yang semula terasa dingin berubah menjadi lebih mencengkam. Benar-benar terlihat begitu mencengkam.
"Apa kamu tidak bisa jalan lebih hati-hati?" umpat Arga sedikit meninggikan suaranya.
Raisya menggerakkan kepalanya perlahan. Dia tersenyum menyeringai di hadapan Arga. "Maaf! Apa, ada yang salah, ya?" tanya Raisya pura-pura tidak tahu.
"Mata kamu masih normal? Atau pura-pura buta? Kamu lihat sekarang, celana aku jadi kotor juga gara-gara kamu.
"Aku sedang buru-buru" Raisya mencoba pergi. Tetap saja, dia ditarik ke belakang lagi. Sepertinya laki-laki ini tidak mengijinkan dia pergi.
"Eh. Kamu mau kemana?" Arga mendorong tubuh Raisya hingga menyandarkan di body mobil hitam miliknya.
"Jangan pikir kamu bisa kabur seenaknya." Arga mendekatkan wajahnya, menyentuh dagu Raisya, di balas cepat. Raisya memalingkan wajahnya acuh.
"Om.. Dari kemarin suka melihatku dari dekat. Atau om, ingin menciùmku?" tanya Raisya, tersenyum sumringah. Menarik salah satu alisnya ke atas.
Kepala Arga membeku seketika. Dia benar-benar berurusan dengan orang yang salah. Raisya tersenyum menggoda, menarik kerah kemeja Arga mendekat ke arahnya. "Om... Jika, om mau mengecup bibirku. Silahkan!" Raisya memejamkan ke dua matanya.
"Shiitt... Dasar gadis gilà!" Arga mendorong tubuh Raisya, dan berbalik pergi ke apartemennya.
****
"Raisya... Harus telat sampai di sekolahan. Dan, kini. Darii pada dia harus menerima hukuman lagi dari guru. Lebih baik mengurungkan dirinya untuk masuk ke kelas. Raisya teringat sesuatu, hari ini kakaknya pulang. Dan, dia juga di ajak pergi ke suatu tempat. Dari pada lama menunggu. Raisya tersenyum tipis, pikirannya memutuskan untuk segera pergi ke sebuah cafe di mana kakaknya nanti akan bertemu seseorang.
Lagian, salah sendiri. Kemarin bilang mau ke cafe. Kalau tidak salah, cafe tempat dia sering nongkrong dekat dengan sekolahku. Kurang lebih 10 menit. Gumamnya. Berjalan dengan santainya tanpa dosa ke sebuah cafe.
****
Dalam perjalanan Arga tak habis pikir ada gadis kecil yang sedikit kurang waras. Baru di temuinya beberapa hari. Apa ini memang karmanya belum menikah dan harus di pertemukan gadis kurang waras seperti dia. Seakan dunia memang hanya ada dia. Setiap hari selalu bertemu dengan orang yang sama.
Arga mengalihkan pandangan matanya keluar jendela. Telinganya merasa sangat risih mendengar beberapa bisikan-bisikan wanita, yang mejanya tidak terlalu jauh darinya. Beberapa di antara mereka berterus terang curi pandang ke arahnya. Mengeluarkan senyum manisnya yang tidak jelas itu. Bahkan, ada yang secara diam-diam mengambil foto dirinya.
Ini namanya pelanggaran privasi! Memang aku terlihat menarik? Sampai mereka menyapku seperti itu.
Bunyi lonceng cafe berbunyi! Tanpa ada pelanggan yang datang.
Arga tidak mengalihkan pemandangan matanya. Dia masih larut dalam pikirannya sendiri. Menatap terlalu jauh, lalu lalang kendaraan yang melintas dj jalan raya.
Brakk!
Gebrakan meja sangat keras mengejutkan Arga. Ke dua matanya menyorot tajam. Kepalanya sedikit mendongak. Menatap sumber suara tak sopan tadi. Ke dua matanya menajamkan ke arah seorang wanita kecil di depannya. Melihat gadis yang sama lagi, seketika Arga menghela napasnya frustasi
"Shit.. Kamu lagi? Apa maumu sebenarnya?" tanya Arga dingin.
"Eh.. Om, minggir! Ini mejaku."
"Eh.. Kenapa kamu nyolot, kamu berani denganku."
"Berani!" Raisya berkacak pinggang.
Hari ini, dan untuk kesekian kalinya. Kesabaran seorang Arga sedang diuji. Dia benar-benar harus punya stok kesabaran lebih banyak lagi saat bertemu dengan gadis kecil aneh di depannya.
"Woy .. Om, berdiri!"
Dahi Arga mengkerut, membentuk lipatan-lipatan kecil ditengah. Dia memperhatikan gadis kecil itu lagi. Dari atas sampai bawah. Arga tersenyum tipis.
"Kanu bolos sekolah lagi?" tajam Arga.
"Bukan urusan kamu!" jawab Raisya kentus.
Arga berusaha untuk tetap tenang. Dia tahu banyak pengunjung disana. "Kenapa anda memintaku untuk berdiri? Saya yang lebih dulu duduk disini."
Gadis itu mendesah berat. Tangannya berubah kesal. Nampan yang di bawanya sedari tadi. Di bantingnya sangat keras di atas meja. Dia menarik kursinya, dan duduk di hadapan Arga. Untuk kesekian kalinya Arga di buat terkejut dengan kelakuan gadis ini.
"Itu tempat dudukku dari dulu." tajamnya.
Arga memincingkan salah satu alisnya. Gadis ini sedang bercanda atau bagaimana? Dia jelas-jelas salah!
"Jangan selalu membuntutiku.gadis kecil. Sudah berapa kali aku bilang padamu. Jika aku sama sekali tidak tertarik dengan kamu!" tegas Arga lagi. Meraih satu gelas jus jeruk di depannya. Meneguknya mencoba melegakan tenggorokannya yang terasa sangat kering. Berhadapan dengan gadis di depannya. Membuat dia kepanasan. Dan selalu merasa haus.
"Om... Cepetan berdiri. Aku tidak suka makan dengan orang asing!" ketus Raisya. "Dan, atu lagi. Saya tidak mengikuti om." lanjutnya, dengan mulut yang masih di penuhi banyak makanan.
Kedua mata Arga menatap ke arah name bagge yang ada di seragam. Arga mengeja dalam hati nama gadis di depannya Raisya Gradisia Granciska.
"Nama yang terlalu panjang." Arga menarik sudut bibirnya sedikit. Dia mengalihkan pandangan matanya acuh. Mengangkat tangannya, menatap jam tangan yang melingkar di pergelangan tangannya. Sudah jam 10 lebih lima belas menit. Arga paling tidak suka dengan orang yang sama sekali tidak bisa tepat waktu.
"Om..." panggil Raisya.
"Eh.. Saya bukan om kamu. Dan saya bukan om-om."
"Ah.. Terserahlah! Aku hanya mau minta minuman kamu."
"Apa?" Arga melebarkan matanya. Kelakuan gadis ini membuat Arga menggelengkan kepalanya heran. Ada aja kelakuan gadis kuda aneh seperti dia.
Tanpa banyak bicara. Raisya meraih gelas Arga tepat di depannya. Segera meneguknya sampai habis tak tersisa. Lalu meletakkan kembali gelasnya di depannya.
"Ah.. Kenyang! Makasih, om!"
"Om... Lagi aku tidak..."
"Tidak menikah dengan bibiku. Iya. Iya.. Om. Eh.. Salah, mas.. eh. Bukan.. Emm lebih tepatnya. Pak Arga."
Wajah Arga memerah seketika. Menahan amarah yang sedari tadi terus menumpuk dalam otaknya. Dia terus berusaha sabar. Ini di depan umum!
"Apa sebenarnya yang kamu mau!" kata Arga kehabisan kesabaran.
"Hanya mau hidup bahagia. Bersama pasangan yang aku inginkan." ucap gadis itu acuh tak acuh. Dan melanjutkan makan pizza kecil di piring lainya. Dia masih belum kenyang. Perutnya masih terus merasa sangat lapar sedari tadi.
"Lucu sekali!"
"Aku tidak lagi ngelucu."
"Nama kamu siapa," tajam Arga.
"Hamba kesayangan Allah!" jawab Raisya semakin ngawur.
Arga berdengus kesal. Kesekian kalinya berusaha sabar. Meski dia tidak tahan lagi. Arga mengepalkan ke dua tangannya sangat kuat.
"Di name tag kamu kamu, Raisya? Apa benar?"
"Salah!"
Arga melotot. "Terus nama kamu siapa? Bukanya itu nama kamu."
"Nama palsu, masih saja percaya."
"Terus nama kamu siapa?"
Raisya menatap ke arah Arga tersenyum tipis. Dan bangkit dari duduknya. Mendekatkan tubuhnya ke depan. "Om, ingin tahu namaku apa om mau ijab kabul denganku?"
Seketika jantung Arga ingin keluar dari kerangkanya. Astaga! Aku mimpi buruk apa harus bertemu dengan gadis aneh ini.
"Arga..."
Sebuah teriakan diarah pintu membuat kemarahan Arga yang hampir saja meledak mulai mereda. Arga menatap ke sumber suara. Akhirnya orang yang ditunggunya sedari tadi sudah datang juga. Adrian, sahabat lamanya. Mereka adalah teman semasa sekolah. Sama-sama berjuang dari nol. Cuma waktu kuliah, mereka tidak pernah bertemu lagi. Adrian memutuskan untuk pergi kuliah di luar negeri dan bekerja disana.
Mereka pernah saling suka dengan wanita yang sama. Tapi, pada akhirnya. Adrian yang menang. Dan mendapatkan wanita itu. Tetapi, sepertinya sekarang mereka sudah putus. Dan, Arga juga tidak perduli. Dia tidak suka juga dengan wanita itu lagi. Arga memutuskan untuk hidup sendiri tanpa cinta. Dia bosan mencintai seseorang tetapi tidak dicintai sama sekali.
"Maaf! Aku telat. Adik aku tadi kabur lagi dari sekolah. Jadi saya harus cari dia lebih dulu." ucap Arga dengan napas tersenggal-senggal.